Garuda Indonesia Didenda Rp 100 Juta dan Diminta Perbaiki Laporan Keuangan
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk diminta memperbaiki laporan keuangan tahun 2018 karena terbukti tidak memenuhi standar akuntansi keuangan dan terdapat kesalahan pelaksanaan audit. Selain itu, semua anggota direksi dikenai sanksi administratif berupa denda Rp 100 juta per orang.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, pelaksanaan audit Laporan Keuangan Garuda Indonesia 2018 oleh akuntan publik Kasner Sirumapea tidak sesuai standar akuntansi yang berlaku. Audit itu terkait dengan pengakuan pendapatan perjanjian kerja sama Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi.
Garuda Indonesia melakukan kontrak kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) untuk penyediaan layanan konektivitas, hiburan dalam pesawat, dan manajemen konten. Kerja sama senilai 239 juta dollar AS atau setara Rp 3,5 triliun itu diakui sebagai pendapatan sehingga mengurangi kerugian perusahaan.
”Akuntan publik belum tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi terkait pengaturan piutang dan pendapatan lain-lain sekaligus di awal,” kata Hadiyanto dalam konferensi pers hasil audit laporan keuangan Garuda Indonesia, di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Selain itu, kata Hadiyanto, akuntan publik Kasner Sirumapea tidak mendapat bukti audit yang cukup untuk menilai ketepatan perlakuan akuntansi Laporan Keuangan Garuda Indonesia 2018. Perlakuan akuntansi itu berkaitan dengan substansi transaksi dari perjanjian yang melandasi kerja sama Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi.
Merespons hal itu, Kemenkeu membekukan izin akuntan publik Kasner Sirumapea selama 12 bulan. Pelanggaran oleh akuntan publik Kasner Sirumapea juga terkait dengan lemahnya pengendalian mutu oleh Kantor Akuntan Publik Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan rekan, yang juga anggota BDO International Limited.
”Ini masuk kategori pelanggaran berat yang berpengaruh signifikan terhadap opini laporan auditor independen,” kata Hadiyanto.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi menuturkan, kasus laporan keuangan Garuda Indonesia berawal dari pemantauan dan penelaahan atas laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2018 dan laporan keuangan tahunan periode 2018 yang disampaikan kepada OJK pada April lalu.
Ada dua fakta yang ditemukan OJK dari hasil penelaahan internal itu. Pertama, pengakuan pendapatan dari kerja sama Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) berdampak terhadap laporan kerugian perseroan. Kerugian Garuda yang sebesar 213 juta dollar AS tahun 2017 berubah menjadi laba 5 juta dollar AS tahun 2018.
Kedua, Laporan Keuangan Garuda Indonesia 2018 tidak ditandatangani oleh dua anggota komisaris, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.
”Tidak ditandatanganinya laporan itu tidak memuat penjelasan dan alasan sehingga melanggar aturan OJK tentang laporan tahunan emiten atau perusahaan publik,” kata Fakhri.
Ada dua fakta yang ditemukan OJK dari hasil penelaahan internal itu. Pertama, pengakuan pendapatan dari kerja sama Garuda Indonesia dan Mahata berdampak pada laporan kerugian perseroan. Kedua, Laporan Keuangan Garuda Indonesia 2018 tidak ditandatangani oleh dua anggota komisaris, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.
Sebelumnya, OJK juga melakukan pemanggilan terhadap Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal dan akuntan publik Kasner Sirumapea pada 19 Juni 2019.
Sanksi administratif
Fakhri mengatakan, Garuda Indonesia dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Masing-masing anggota direksi juga dikenai denda Rp 100 juta per orang terkait dengan tanggung jawabnya terhadap laporan keuangan.
”Selain kedua sanksi denda itu, semua anggota direksi dan dewan komisaris yang menandatangani laporan keuangan harus membayar denda Rp 100 juta secara tanggung renteng,” kata Fakhri.
Garuda Indonesia juga harus memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan tahun 2018 serta melakukan paparan publik atas perbaikan laporan keuangan itu paling lambat 14 hari setelah ditetapkan surat sanksi. Pelaksanaan audit dapat dilakukan oleh kantor akuntan publik yang sama dengan standar akuntansi yang tepat.
Baca juga: Garuda Indonesia Diminta Menjaga Kepercayaan Publik
Fakhri menambahkan, sanksi administrasi berupa pembekuan surat tanda terdaftar (SSTD) selama satu tahun diberikan kepada akuntan publik Kasner Sirumapea. Akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tahunan Garuda itu dinilai melanggar standar profesional serta perumusan suatu opini dan pelaporan atas laporan keuangan.
”Pengenaan sanksi administratif kepada seluruh pihak terkait sebagai langkah tegas OJK untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri pasar modal Indonesia,” kata Fakhri.
Tidak ada maksud tertentu
Garuda Indonesia, melalui siaran pers, menyatakan akan mempelajari hasil pemeriksaan Kemenkeu dan OJK lebih lanjut, terutama terkait dengan pencatatan kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata). Kontrak kerja sama baru berjalan delapan bulan dan semua pencatatan telah sesuai ketentuan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Mahata dan mitra barunya telah memberikan komitmen pembayaran secara tertulis dan disaksikan oleh notaris, sebesar 30 juta dollar AS, yang akan dibayarkan pada Juli tahun ini atau dalam waktu yang lebih cepat.
”Sisa kewajiban akan dibayarkan kepada Garuda Indonesia dalam waktu tiga tahun dan dalam kurun waktu tersebut akan di-cover dengan jaminan pembayaran dalam bentuk Stand by Letter Credit (SBLC) dan atau Bank Garansi bank terkemuka,” kata VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan.
Baca juga: Garuda Optimistis Piutang Dibayar
Menurut Ikhsan, Laporan Keuangan Garuda Indonesia 2018 merupakan hasil pemeriksaan dari auditor independen, yaitu KAP Tanubrata Sutanto Tanubrata Fahmi Bambang & Rekan (KAP BDO). Garuda Indonesia percaya mereka telah melakukan proses audit sesuai dengan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) dan mengacu pada asas profesionalisme.
”Tidak ada sama sekali campur tangan pihak mana pun. Namun, tidak terbatas dari direksi maupun dewan komisaris untuk mengarahkan hasil pada tujuan tertentu,” ujarnya.
Tidak ada sama sekali campur tangan dari pihak mana pun. Namun, tidak terbatas dari direksi maupun dewan komisaris untuk mengarahkan hasil pada tujuan tertentu.
Menurut Ikhsan, KAP BDO ditetapkan oleh Dewan Komisaris Garuda Indonesia setelah melewati proses tender secara terbuka di semester II-2018. KAP BDO memperoleh keyakinan yang memadai atas Laporan Keuangan Garuda Indonesia sehingga dapat mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian terhadap laporan itu.
”Hingga saat ini Badan Pemeriksa Keuangan juga masih dalam proses pemeriksaan untuk hal yang sama. Garuda Indonesia selalu terbuka dan kooperatif untuk penyajian semua dokumen terkait,” tegasnya.