Generasi milenial atau masyarakat yang berusia 19-34 tahun mendominasi sebagai pemberi pinjaman ke perusahaan teknologi finansial atau tekfin peminjaman. Sekitar dua dari tiga pemberi pinjaman berasal dari generasi yang sering dikatakan tidak suka berinvestasi tersebut.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Generasi milenial atau masyarakat yang berusia 19-34 tahun mendominasi sebagai pemberi pinjaman ke perusahaan teknologi finansial atau tekfin peminjaman. Sekitar dua dari tiga pemberi pinjaman berasal dari generasi yang sering dikatakan tidak suka berinvestasi tersebut.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, hingga 30 April 2019, sebanyak 69,5 persen pemberi pinjaman dalam perusahaan tekfin peminjaman merupakan kalangan berusia 19-34 tahun atau generasi milenial. Sisanya berasal dari usia 35-54 tahun (27 persen) dan usia di atas 54 tahun (2,2 persen).
Salah satu tekfin peminjaman KoinWorks mencatat, hingga saat ini lebih dari 60 persen pendana di perusahaannya merupakan generasi milenial. Dari jumlah itu, 70 persen di antaranya mengatakan, KoinWorks merupakan instrumen investasi pertama mereka.
Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan, statistik itu menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berinvestasi sejak dini. Adapun sudah sekitar 300.000 pengguna yang menginvestasikan uangnya sebagai peminjam di tekfin yang sudah berdiri tiga tahun tersebut.
”Pertumbuhan yang sangat signifikan ini juga didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki investasi sejak dini,” katanya.
Benedicto mengatakan, pihaknya mempertemukan peminjam dan pendana secara daring, khususnya bagi UMKM yang mengalami kesulitan akses pinjaman ke perbankan.
KoinWorks membuat peminjam dapat mengakses pinjaman dengan bunga rendah, tetapi saat yang bersamaan pendana juga menerima nilai pengembalian dengan bunga yang menguntungkan.
Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansiaconsulting.com, mengatakan, produk investasi yang terdapat dalam tekfin peminjaman menjadi pilihan menarik bagi kaum milenial.
Investasi yang bisa dimulai minimal Rp 100.000 itu sangat cocok untuk investor pemula yang berpendapatan kurang dari Rp 8 juta per bulan. Keuntungan yang diperoleh sebagai pemberi pinjaman rata-rata melampaui bunga deposito bank per tahunnya.
”Milenial harus memahami potensi keuangannya sendiri, potensi keuntungan atau benefit dari berinvestasi di produk tersebut. Selain itu, milenial juga perlu memahami risiko-risikonya,” sebut Eko.
Eko menyarankan para kaum milenial memperhatikan legalitas dari tekfin yang menjadi sarana investasi. Mereka harus memastikan tekfin tersebut terdaftar di OJK.
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan OJK Hendrikus Passagi mengatakan, Indonesia merupakan target pasar menggiurkan dari perusahaan tekfin peminjaman. Hal itu terlihat dalam pertumbuhan pengguna dan total pinjaman dana yang signifikan empat tahun terakhir.
Hingga Mei 2019 terdapat 113 perusahaan tekfin peminjaman yang terdaftar di OJK. Tercatat total pinjamannya mencapai Rp 37 triliun dari 25,69 juta akun peminjam yang bertransaksi. Sementara itu, terdapat 456.352 entitas peminjam dana.
Mayoritas peminjam berasal dari dalam negeri, yakni sebanyak 453.583 entitas dan sisanya dari luar negeri 2.769 entitas. Mayoritas peminjam adalah perorangan, hanya 0,18 persen yang merupakan badan usaha.
”OJK akan terus meningkatkan kualitas tekfin peminjaman lewat mekanisme cek dan monitoring. Salah satunya dengan mematok tingkat kredit macet atau nonperforming loan (NPL) pada kisaran 1 persen,” ujar Hendrikus.
Salah satu generasi milenial, Dewi (25), memilih berinvestasi di tekfin peminjaman. Pekerja swasta yang berpenghasilan Rp 8 juta per bulan itu menginvestasikan Rp 10 juta.
”Saya tertarik sebenarnya bukan buat investasinya, tetapi hitung-hitung nabung karena bunganya lumayan dan tidak ada potongan administrasi,” sebut Dewi.
Meski begitu, perempuan yang bekerja di Ibu Kota ini hanya menjadikan investasi di tekfin peminjaman untuk jangka pendek. Dia memahami tingkat risiko dalam investasi itu cukup tinggi.
”Karena itu, saya hanya taruh Rp 10 juta saja. Tidak akan nambah lagi,” katanya yang baru memulai berinvestasi.