Rumah dan Kebun Warga di Aceh Rusak karena Konflik Lahan
›
Rumah dan Kebun Warga di Aceh ...
Iklan
Rumah dan Kebun Warga di Aceh Rusak karena Konflik Lahan
Sebanyak 12 gajah liar masuk permukiman penduduk di Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya. Enam rumah dan kebun sawit warga rusak.
Oleh
ZULKARNAINI/SYAHNAN RANGKUTI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Konflik antara gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan manusia di Aceh belum reda. Sebanyak 12 gajah liar masuk permukiman penduduk di Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya. Enam rumah dan kebun sawit warga rusak.
Camat Seunagan Timur Teuku Mukhsin yang dihubungi pada Kamis (27/6/2019) dari Banda Aceh mengatakan, kawanan gajah liar berada di kawasan permukiman itu sejak Selasa. Mereka berkeliaran di tiga desa, Desa Tuwi Meuleusong, Blang Lango, dan Blang Teungku.
Mukhsin menuturkan, meski enam rumah rusak parah, tidak ada korban dalam kejadian itu. Saat gajah menubruk rumah, warga telah mengungsi. Rumah yang rusak terdiri dari 4 unit di Blang Lango dan 2 unit di Blang Teungku. Kebun sawit yang rusak terletak di sepanjang jalur yang dilalui gajah. Warga yang rumahnya dekat jalur lintasan gajah mengungsi. ”Kami berharap ada solusi terbaik dari pemerintah. Jika mungkin relokasi ke tempat lain,” kata Mukhsin.
Populasi gajah paling besar di Aceh berada di kawasan budidaya atau area penggunaan lain yang awalnya adalah lintasan gajah.
Menurut Mukhsin, setiap tiga bulan gajah melewati kawasan itu. ”Konflik gajah dimulai enam tahun lalu. Kami tidak tahu penyebabnya. Tiga tahun lalu, ada warga meninggal diinjak gajah,” ucapnya. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan akan segera diturunkan tim mitigasi konflik dari Conservation Response Unit (CRU) Pusat Mitigasi Konflik Satwa di Alue Kuyun, Aceh Barat, ke Seunagan Timur. Gajah liar akan digiring menggunakan gajah jinak.
Tim akan memasang kalung deteksi (GPS collar) pada salah satu dari kawanan gajah liar untuk memudahkan petugas memantau pergerakan gajah. Menurut Sapto, konflik gajah dengan manusia kian masif akibat menciutnya habitat gajah karena dialihkan menjadi kawasan budidaya.
Saat ini, 85 persen populasi gajah di Aceh berada di luar wilayah konservasi. ”Populasi gajah paling besar berada di kawasan budidaya atau area penggunaan lain yang awalnya adalah lintasan gajah,” ujar Sapto.
Masalahnya, area budidaya ditanami tanaman yang disukai gajah, seperti kelapa sawit, jagung, padi, dan pinang. Akibatnya, saat gajah melintasi jalurnya, tanaman pun dimakan. Warga pun menganggap gajah sebagai hama. ”Ujung-ujungnya gajah mati diracun atau kena setrum,” kata Sapto.
Anak orangutan
Dari Pekanbaru dilaporkan, tiga anak orangutan (Pongo abelii) yang diselamatkan dari penyelundupan ke luar negeri melalui pelabuhan rakyat di Dumai, Riau, beberapa hari lalu, berada dalam kondisi stres.
Untuk menghindari kemungkinan lebih buruk, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyerahkan pemeliharaan satwa dilindungi itu ke Pusat Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP) di Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (26/6) malam. ”Saya mendapat informasi orangutan sudah sampai Sibolangit dengan selamat,” kata Kepala BBKSDA Riau Suharyono di Pekanbaru, Kamis.
Menurut Suharyono, saat datang dari Dumai, Selasa malam, anak orangutan dalam kondisi stres dan dehidrasi. Tim dokter hewan BBKSDA segera melakukan observasi dan perawatan. ”Sebelum dibawa ke Sibolangit, anak orangutan itu sudah mau minum susu,” ujarnya.
Suharyono menuturkan, awalnya tim Bea dan Cukai (BC) Dumai menerima informasi dari warga tentang rencana penyelundupan satwa itu. BC Dumai lantas menggandeng Polisi Militer dari TNI AD dan TNI AL serta berkoordinasi dengan BBKSDA Riau.
Tim gabungan segera ke pelabuhan rakyat di kawasan Purnama, Kota Dumai. Tim menangkap SP (40) dan JD (27) asal Pekanbaru. SP adalah sopir, sedangkan JD adalah oknum TNI yang bertugas di salah satu kesatuan di Pekanbaru.
Nilai jual satwa ini sangat mahal di luar negeri. Total harganya mencapai miliaran rupiah.
Tim menemukan tujuh satwa dalam kapal cepat yang siap berangkat menuju Malaysia. Satwa tersebut adalah 3 anak orangutan, 2 monyet albino (Macaca fascicularis), serta masing-masing 1 siamang (Symphalangus syndactylus) dan musang luwak (Arctictis binturong).
”Nilai jual satwa ini sangat mahal di luar negeri. Total harganya mencapai miliaran rupiah,” kata Suharyono. Adapun monyet albino, siamang, dan luwak, kata Suharyono, masih dirawat di Klinik Satwa BBKSDA Riau. Apabila kondisi mereka sudah pulih, akan dilepasliarkan di hutan.
Tommy M Nainggolang dari Humas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera/Seksi II Pekanbaru mengatakan telah menerima kasus penyelundupan tujuh satwa dari BC Dumai, POM TNI AD, dan POM TNI AL, Rabu.
Selain barang bukti, diserahkan pula tersangka SP. ”Kami masih memeriksa SP secara intensif. Sementara tersangka JD ditangani instansi lain,” ucapnya.