Respons Dunia Usaha Positif
JAKARTA, KOMPAS
Dunia usaha merespons positif situasi kondusif menyusul putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil Pemilihan Presiden 2019. Kondisi damai dan kepastian yang tercipta akan menumbuhkan kepercayaan dunia usaha.
"Hal ini memberi kepastian yang penting bagi dunia usaha," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Fajar menambahkan, aspek kepastian berdampak antara lain pada penjadwalan investasi, perencanaan produksi, pembelian bahan baku, dan pembayaran kewajiban. Keselarasan peraturan dari pusat ke daerah untuk mendukung industri menjadi harapan pelaku usaha.
"Kami berharap setelah urusan politik selesai, terjadi rekonsiliasi, mudah-mudahan fokus sudah lebih terarah ke kinerja," kata Fajar.
Menurut Fajar, kepastian dalam berusaha dapat mempercepat realisasi ekspansi atau investasi yang sudah direncanakan beberapa perusahaan. Pada saat bersamaan, momentum pertemuan G20 di Jepang juga dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mempererat kerja sama dengan negara lain dalam memperkuat industri.
"Apalagi, banyak bahan baku industri di dalam negeri yang masih harus diimpor. Mudah-mudahan ada poin positif yang terjalin dalam pertemuan G20 dengan negara-negara yang berkomitmen mendukung Indonesia," kata Fajar.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman menuturkan, keputusan final dan situasi damai melegakan dan memberi kepastian bagi dunia usaha.
"Kepercayaan dunia usaha mulai tumbuh," katanya.
Pemerintah diharapkan mulai menyiapkan kelanjutan program kerja berkelanjutan dan mengevaluasi regulasi yang menghambat. Penguatan industri dan peningkatan daya saing untuk penetrasi pasar global juga harus menjadi fokus.
Pendapat senada disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi, Sanny Iskandar. Ia menyampaikan, pelaku usaha menunggu implementasi berbagai kebijakan yang dijanjikan dalam rangka meningkatkan daya saing.
"Selanjutnya, hal ini diharapkan dapat meningkatkan investasi," ujarnya.
Menurut Sanny, pelaku usaha juga mengharapkan perbaikan kinerja tim pembantu Presiden di kabinet, khususnya yang berhubungan dengan perekonomian.
Siaran pers Kementerian Perindustrian, Jumat (28/6) menyebutkan, Kemenperin berkolaborasi dengan National Research Council for Economic, Humanities, and Social Sciences (NRC) Korea Selatan. Kerja sama terebut dalam pengembangan riset dan ilmu pengetahuan menyongsong era revolusi industri 4.0.
Menurut Menperin Airlangga Hartarto, kerangka kerja teknis antara Kemenperin dan NRC mengatur pembentukan subkomite bersama untuk implementasi aktivitas kerja sama terkait industri 4.0. Kerja sama itu mencakup sektor industri otomotif, tekstil dan produk tekstil, kimia, makanan dan minuman, elektronika, dan sektor lain yang disepakati.
Pasar modal
Putusan MK yang dibacakan pada Kamis (27/6) malam meredakan sentimen ketidakpastian politik yang membayangi pasar modal Indonesia. Menurut rencana, Komisi Pemilihan Umum akan menetapkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai Presiden-Wakil Presiden RI 2019-2024 pada Minggu (30/6).
Kepastian itu berdampak positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan, Jumat. IHSG ditutup menguat 0,09 persen ke level 6.358,63.
Pada perdagangan Jumat, jumlah saham yang diperdagangkan 27,11 miliar lembar saham senilai Rp 19,19 triliun. Adapun sepanjang pekan, IHSG telah menguat 0,68 persen atau 43,19 poin. Sejak awal tahun ini, IHSG menguat 2,65 persen.
Kepala Riset Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, mengatakan, pengumuman putusan MK tidak mengubah fundamen keyakinan pelaku pasar atas kemenangan petahana. Namun, pengumuman itu setidaknya mampu menghalau ketidakpastian politik yang cukup mengganggu persepsi pasar.
”Dari sentimen internal, perhatian investor dan pelaku pasar modal bisa sepenuhnya teralih ke defisit transaksi berjalan dan kondisi ekonomi makro,” ujarnya.
Pada sisa tahun 2019 ini, Wawan menilai, investor asing akan berhati-hati masuk ke instrumen saham lantaran defisit transaksi berjalan masih cukup dalam.
Pada triwulan I-2019, transaksi berjalan defisit 6,966 miliar dollar AS atau 2,6 persen produk domestik bruto. (CAS/DIM)