Gelombang Tinggi, Ratusan Nelayan Gunung Kidul Urung Melaut
›
Gelombang Tinggi, Ratusan...
Iklan
Gelombang Tinggi, Ratusan Nelayan Gunung Kidul Urung Melaut
Ratusan nelayan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memutuskan tidak melaut karena gelombang tinggi yang melanda perairan DIY beberapa hari terakhir. Selama tidak melaut, para nelayan harus mengandalkan penghasilan dari pekerjaan sampingan, termasuk menawarkan jasa penyeberangan untuk para wisatawan yang berkunjung ke pantai.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
WONOSARI, KOMPAS -- Ratusan nelayan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memutuskan tidak melaut karena gelombang tinggi yang melanda laut selatan dalam beberapa hari terakhir. Selama itu, mereka hidup dari pekerjaan sampingan, diantaranya menawarkan jasa penyeberangan untuk wisatawan di pantai.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gelombang tinggi yang melanda perairan selatan DIY terjadi sejak Jumat (28/6/2019). Tingginya pada Jumat dan Sabtu (29/6) sekitar 4-5 meter. Adapun, tinggi gelombang pada Minggu (30/6) sekitar 3-4 m. Padahal, dalam kondisi normal, tinggi gelombang kurang dari 2,5 m.
Berdasarkan pantauan Kompas, Minggu siang, para nelayan di Pantai Baron, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, tidak melaut. Puluhan perahu milik para nelayan pun tampak bersandar di pinggir pantai.
"Sudah tiga hari terakhir, terjadi gelombang tinggi sehingga para nelayan di sini tidak melaut dulu," ujar Ketua Kelompok Nelayan Mina Samudra Pantai Baron, Sumardi (42), saat ditemui di Pantai Baron.
Sumardi menjelaskan, ada sekitar 130 orang nelayan di Pantai Baron dengan jumlah perahu mencapai 60 unit. Untuk mencari ikan di laut, para nelayan di Pantai Baron biasanya menggunakan perahu tradisional, jukung. Perahu-perahu itu digerakkan dengan mesin tempel ukuran kecil.
Menurut Sumardi, para nelayan di Pantai Baron sudah menerima informasi dari BMKG terkait gelombang tinggi yang terjadi di perairan selatan DIY, termasuk Gunung Kidul. Oleh karena itu, untuk menjaga keselamatan, para nelayan memutuskan tidak mencari ikan di laut untuk sementara.
"Kami belum tahu sampai kapan tidak melaut. Yang jelas menunggu kondisi gelombang kembali normal," katanya.
Kondisi itu membuat para nelayan kehilangan pendapatan dari hasil mencari ikan. Sumardi menuturkan, saat kondisi normal, satu kelompok nelayan yang terdiri dari tiga orang, bisa mendapat ikan seberat 25 kilogram-30 kilogram per sekali melaut.
"Ikannya macam-macam, ada layur, bawal, tongkol, dan lainnya," tuturnya.
Ikan-ikan itu biasa dijual hingga Rp 20.000 per kg. Oleh karena itu, penghasilan satu kelompok nelayan itu bisa mencapai Rp 500.000-Rp 600.000 dalam sekali melaut.
Sumardi menambahkan, saat tidak bisa melaut karena gelombang tinggi, para nelayan harus mengandalkan penghasilan dari pekerjaan lain, seperti bertani, beternak, atau berjualan di pinggir pantai. Sedangkan sebagian nelayan lainnya memilih menawarkan jasa penyeberangan untuk para wisatawan.
Sejak beberapa tahun lalu, untuk mencapai pinggir Pantai Baron, wisatawan memang harus menyeberangi muara sungai yang dalamnya bisa mencapai 4 meter. Untuk membantu para wisatawan, sejumlah nelayan pun menawarkan jasa menyeberangi muara itu. Biayanya Rp 10.000 per orang.
"Kami menjual jasa bukan semata untuk mencari uang saja, tapi juga membantu para pengunjung supaya tidak ada yang tenggelam saat menyeberang," ujar Sumardi.
Menurut Sumardi, dari 130 orang nelayan di Pantai Baron, ada sekitar 60 orang yang ikut mengurus jasa penyeberangan wisatawan. Adapun, jumlah perahu yang dipakai untuk penyeberangan hanya 15 perahu.
Nelayan di Pantai Baron, Suwarno (42), mengatakan, pendapatan dari jasa penyeberangan itu akan dibagi rata untuk seluruh nelayan yang terlibat. Namun, khusus untuk nelayan pemilik kapal, akan mendapat bagian lebih dibanding nelayan yang tak punya kapal.
Saat hari libur, Suwarno menuturkan, seorang nelayan yang tak punya kapal seperti dirinya bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 200.000 per hari dari jasa penyeberangan kapal. "Waktu libur Lebaran kemarin, bisa dapat Rp 300.000. Tapi kadang juga cuma dapat Rp 100.000," ujarnya.
Wisatawan
Selain berdampak pada para nelayan, gelombang tinggi di perairan selatan DIY juga berpotensi berdampak pada aktivitas wisata di pantai-pantai di Gunung Kidul. Selama ini, pantai-pantai di Gunung Kidul memang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata alam favorit wisatawan, terutama wisatawan domestik.
Koordinator Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) Rescue Istimewa Wilayah II Pantai Baron Marjono mengatakan, telah menyampaikan informasi mengenai gelombang tinggi kepada para nelayan, masyarakat, dan wisatawan yang berkunjung ke pantai-pantai di Gunung Kidul.
"Kami tidak henti-henti memberi imbauan kepada pengunjung bahwa gelombang sedang mengalami kenaikan. Jadi, para wisatawan, terutama anak-anak, kami larang bermain air di pantai," kata Marjono.
Marjono menambahkan, Satlinmas Rescue Istimewa Wilayah II Pantai Baron bertanggung jawab memantau 33 pantai di Gunung Kidul. Selain Pantai Baron, petugas juga memantau Pantai Indrayanti, Poktunggal, Sundak, Sepanjang, Krakal, Kukup, dan sebagainya. "Ada 57 personel yang kami siagakan," ujarnya.
Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta, Sigit Hadi Prakosa, menjelaskan, gelombang tinggi di perairan selatan DIY disebabkan meningkatnya kecepatan angin yang bertiup dari wilayah Australia ke Asia. Peningkatan kecepatan angin itu terjadi karena adanya pusat tekanan udara tinggi di Australia.
"Yang terakhir kami pantau, tekanan udara di Australia mencapai 1.029 milibar, sementara di Asia tekanan udaranya 994 milibar. Tekanan udara yang selisihnya signifikan ini meningkatkan kecepatan angin di daerah yang dilalui, termasuk Yogyakarta," kata Sigit.
Gelombang tinggi di perairan selatan DIY disebabkan meningkatnya kecepatan angin yang bertiup dari wilayah Australia ke Asia.
Sigit menambahkan, pada Minggu, tinggi gelombang di perairan DIY mencapai 3-4 m. Dalam dua hari ke depan, bakal turun menjadi 2-3 m. Namun, pada 3-6 Juli 2019, tinggi gelombang diprediksi kembali meningkat hingga sekitar 4 m. Hingga sekarang, belum diketahui pasti kapan kondisi gelombang laut di perairan selatan DIY akan kembali normal.
Selama adanya gelombang tinggi di perairan selatan DIY, Sigit mengimbau para nelayan untuk sementara tidak melaut dan menambatkan kapal di tempat yang aman. Selain itu, para wisatawan juga diminta waspada saat berkunjung ke pantai-pantai di wilayah selatan DIY.
"Kami juga mengimbau wisatawan menjauhi bibir pantai dan tidak mandi di laut. Untuk masyarakat yang ada di pesisir, kami minta perhatikan informasi dari tim SAR di sekitar pantai dan informasi dari BMKG," ujar Sigit.