Membaui Aroma Doa
Aroma bisa memunculkan beragam imajinasi dan juga kenangan-kenangan. Dari cerpen ”Aroma Doa Bilal Jawad” karangan Raudal Tanjung Banua, penyanyi dan penulis lagu Adrian Yunan mencipta lagu baru. Tembangnya begitu khusyuk, layaknya doa.
Lagu itu dibuka dengan senandung bernada tinggi. Adrian menyuarakannya dengan cengkok sedemikian rupa. Sekilas seperti lantunan azan yang terdengar di kejauhan. Samar bebunyian dari gitar dan synthesizer yang dimainkan Reza Ryan melengkapi larik ”Salam… salam… rof’ul yadain” di bait pembuka.
Sementara penabuh drum Ready memainkan drum berperedam dengan pukulan secukupnya. Tak terlalu menggedor, namun penuh penghayatan. ”Rof’ul yadain” adalah frase berbahasa Arab yang dipilih pemain bas Roy Haris, yang artinya lebih kurang menengadahkan tangan.
Adrian memainkan lagu yang ia beri judul ”Aroma Doa” itu pada Malam Penghargaan Cerpen Pilihan Kompas 2018 di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (28/6/2019). Cerpen Raudal, bersama cerpen ”Kapotjes dan Batu yang Terapung” karangan Faisal Oddang, dipilih dewan juri sebagai cerpen terbaik.
Cerpen karangan Raudal yang dimuat di harian Kompas pada 13 Mei 2018 itu menceritakan kenangan tokoh ”aku” pada pamannya seorang pendoa atau bilal. Bilal Jawad itu punya kebiasaan mendoakan orang lain di kampungnya menggunakan aroma wangi. Kebiasaan tersebut terhenti karena ada yang menganggap cara itu bidah. Cerpen ini berusaha menggugat penyeragaman ritual doa, yang justru bisa mengancam kemajemukan Indonesia.
Adrian adalah mantan pemain bas grup Efek Rumah Kaca yang kehilangan penglihatan lalu bersolo karier. Ia menerima cerpen Raudal itu pertengahan Mei lalu. ”Aku terpukul, sekaligus terharu,” kata Adrian menggambarkan perasaannya saat istrinya, Yonita, membacakan cerpen itu untuknya.
Dia sampai dua kali meminta istrinya membaca demi meresapi alur cerita itu. ”Haru atas kehilangan tokoh ’aku’ akan kenangan masa kecilnya. Bilal Jawad itu, kan, orang yang dia kagumi yang lekat dengan aroma tertentu. Aku terpukul ketika Bilal Jawad berhenti mendoakan orang, padahal mendoakan orang membahagiakan dia,” lanjut Adrian sebelum tampil.
Larut dalam cerita, Adrian menolak anggapan bidah itu. Baginya, doa adalah kebaikan yang terpancar dalam isinya. ”Bila isinya baik, sudah enggak ada bidah, cara yang salah. Orang berhak berdoa dengan caranya, karena doa itu urusan transenden. Aku menolak banget tuduhan bidah, seolah-olah doa adalah cara baku,” ujarnya.
Dari anggapan itu, Adrian menuliskan bait ”Doa menebar aroma/ wangi para pendoa/ bila baik dipinta/ gugur prasangka bidah//”.
Bait itu merupakan bagian kedua lagu yang diisi irama ritmis. Sementara bagian ketiga lagu adalah penutup dengan nuansa yang jauh lebih melodius. Pilihan nada yang amat indah di bagian ini mengiringi larik ”Sayup lafaznya diberkati/diberkati//”.
Senandung tanpa lirik yang ia sematkan di beberapa bagian lagu ia maksudkan untuk menggambarkan suara Bilal Jawad yang tengah mengumandangkan doa pada Sang Khalik.
Sambil mengasuh
Lagu ”Aroma Doa” dikerjakan Adrian di rumahnya di daerah Pamulang sembari mengasuh anak, Rintik Rindu (5), setiap hari. Terkadang, sang anak asyik menggambar ketika Adrian mengomposisi musik. Karena berlangsung setiap hari, Rintik juga hafal nada-nada lagu itu.
Proses penggarapan lagu itu memakan waktu sekitar lima pekan. Adrian menyusun sendiri aransemennya. Bunyi gitar dan bas ia rekam, dan diimbuhi bebunyian seperti biola dan flute dari midi. Ia juga mengisi pola drum dengan alat itu.
Ada pola musik yang baru dia ciptakan, ada juga yang diambil dari sketsa yang ia simpan di ponselnya. Pola-pola itu dia jahit. Di studio, pola itu ia bagikan kepada tiga teman bandnya sebagai acuan. Mereka dua kali latihan bareng, sisanya dibicarakan di luar studio.
Lagu itu belum sempurna. Kelak, dia berencana merekamnya dengan isian instrumen yang lebih lengkap. Pun demikian, rancangan lagu itu telah berwujud. Ketika dibawakan di panggung, lagunya berdurasi lebih dari tujuh menit. Itu adalah lagu terpanjang yang pernah ditulis Adrian.
Malam itu, dia membawakan sembilan lagu. Penampilannya dimulai dengan dua lagu dari album perdana Sintas, yaitu ”Mikrofon” dan ”Lari”. Lagu ”Aroma Doa” ada di urutan ketiga. ”Terima kasih, Pak Raudal, atas cerpennya,” kata Adrian begitu usai membawakan lagu, sementara para hadirin menghela napas seolah beban berat dilepaskan.
Adrian dan kawan-kawan juga mengusung lagu ”Mengenang Kasino”, yang sebelumnya pernah dia bawakan bersama grupnya yang lain, Rental Video. Lagu ini cukup jenaka karena berisi cuplikan-cuplikan lontaran mendiang Kasino di beberapa judul film yang dibintangi Warkop DKI.
Suasana pertunjukan berangsur hangat karena Adrian lantas menceritakan serba-serbi rumah tangganya, tentu saja lewat lagu. Tembang ”Parti & Partner”, misalnya, ia anggap sebagai lagu cinta untuk sang istri. ”Tapi enggak romantis,” ucapnya.
Dia juga memainkan lagu ”Terminal Laut” yang berkisah tentang rencananya mengajak sang istri bertamasya ke pantai. Hubungannya dengan sang anak ia ceritakan pula di lagu ”Mainan”. ”Ada perasaan bersalah waktu aku enggak sengaja merusakkan mainan anakku,” katanya.
Tema permainan anak-anak juga ada di lagu ”Mencar” yang baru ia rilis sebagai singel pada Maret silam. Adrian terpantik membuat lagu itu setelah istrinya menceritakan permainan anak-anak tradisi Bali yang ditayangkan di televisi. Setelah kehilangan penglihatan, Adrian banyak menulis lagu berdasarkan hal yang dia rasakan, juga cerita yang dia dengar.
Dia pernah mengalami masa sulit di masa awal kebutaannya. Waktu itu, dia berharap penglihatannya kembali, tetapi tak kunjung terjadi. Perasaan sedemikian, ia kisahkan dalam lagu ”Tak Ada Histeria”, yang jadi penutup penampilannya malam itu.