PLN: Abu PLTU Teluk Sirih Hanya Muncul Saat Pembersihan Pipa Boiler
›
PLN: Abu PLTU Teluk Sirih...
Iklan
PLN: Abu PLTU Teluk Sirih Hanya Muncul Saat Pembersihan Pipa Boiler
PLN Unit Induk Wilayah Sumatera Barat membenarkan bahwa PLTU Teluk Sirih di Kelurahan Teluk Kabung Tengah, Padang, Sumatera Barat, pernah mengeluarkan abu dari cerobong asap.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Perusahaan Listrik Negara Unit Induk Wilayah Sumatera Barat membenarkan bahwa PLTU Teluk Sirih di Kelurahan Teluk Kabung Tengah, Padang, Sumatera Barat, pernah mengeluarkan abu dari cerobong asap. Namun, hal itu hanya terjadi saat manajemen membersihkan pipa pemanas air atau boiler, bukan karena adanya kerusakan.
Manajer Komunikasi PLN Unit Induk Wilayah Sumbar Remialis di Padang, Minggu (30/6/2019), menuturkan, pembersihan pipa boiler merupakan program perawatan rutin dari PLTU Teluk Sirih. Hal itu dilakukan sekali dalam dua bulan.
”Pembersihan harus dilakukan ketika temperatur gas buang sudah lebih dari 160 derajat celsius,” kata Remialis.
Pembersihan harus dilakukan ketika temperatur gas buang sudah lebih dari 160 derajat celsius.
Remialis menjelaskan, ketika proses pemanasan, abu pembakaran batubara menempel di pipa boiler. Saat dibersihkan dengan air, abu ikut menguap ke atas. Meskipun demikian, tidak semua abu terlepas ke udara karena ada alat penangkap abu. Dengan demikian, hanya sekitar 5 persen abu yang terlepas ke udara.
Remialis pun mengimbau warga agar tidak perlu khawatir dengan munculnya abu itu. Menurut dia, kondisi itu tidak membahayakan kesehatan karena konsentrasi abu masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dinas lingkungan hidup.
Sementara itu, terkait dengan uang kompensasi atau dikenal dengan istilah ”uang abu” yang tidak kunjung dibayar, Remialis mengatakan, tidak pernah ada perjanjian begitu dengan warga. ”Yang ada di PLN hanya program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap masyarakat sekitar PLTU Teluk Sirih,” ujar Remialis.
Sebelumnya, warga Teluk Buo, Kelurahan Teluk Kabung Tengah, yang berjarak kurang dari 2 kilometer dari PLTU Teluk Sirih, resah dengan munculnya abu tebal dari pembangkit listrik itu pada masa-masa tertentu. Jika sering terjadi, hal itu dikhawatirkan berdampak buruk terhadap kesehatan.
Risnawati (50), warga Teluk Buo, ditemui pada Rabu (26/6/2019), mengatakan, turunnya abu sisa pembakaran ke sekitar permukiman warga mulai terjadi sejak tiga tahun terakhir. Kejadian itu memang tidak berlangsung setiap hari, tetapi pada saat-saat tertentu. Dalam 2019, abu sudah turun dua kali, terakhir saat Ramadhan bulan Mei.
”Saat abu tebal keluar dari PLTU, langit berkabut, matahari kemerahan. Abu semakin tebal kalau ada angin dari arah selatan. Abu pun menyebar ke permukiman,” kata Risnawati di rumahnya.
Kondisi yang sama juga dirasakan Vira (31), warga lainnya. Dalam satu kejadian, abu bisa turun selama satu hingga dua hari. Menurut Vira, dampak keberadaan abu tidak terlalu terasa terhadap pernapasan dan mata orang dewasa.
”Namun, beberapa anak di sekitar rumah ada yang batuk-batuk (saat abu turun),” kata Vira, yang berdomisili di Teluk Buo setahun terakhir.
Namun, beberapa anak di sekitar rumah ada yang batuk-batuk.
Sementara itu, Nazarudin (60), warga lainnya, mengeluhkan terkait dengan uang abu. Dia sering mendengar informasi warga akan diberi uang abu, tetapi tidak pernah menerima sepeser pun sejak pembangkit dibangun tujuh tahun silam. Nazarudin juga belum mendengar 40 keluarga lainnya di sekitar itu mendapatkan ”uang abu”.
”Karena kami terkena abu, tentunya kami mesti mendapat kompensasi,” kata Nazarudin.
Pantauan di sekitar PLTU Teluk Sirih, Rabu (26/6/2019) siang, cerobong asap pembangkit mengeluarkan asap putih tipis. Langit di sekitar pembangkit dan Teluk Buo cerah. Sebagaimana umumnya tempat lain di Padang, tidak terasa kabut di udara. Lokasi PLTU sekitar 33 kilometer dari pusat kota Padang.
Secara terpisah, Kepala Advokasi dan Kampanye Walhi Sumatera Barat Yoni Candra, Rabu (26/6/2019), mengatakan, keluarnya abu tebal dari PLTU yang berkapasitas 2 x 112 megawatt itu terjadi pada momen-momen tertentu saja, terutama sore dan malam hari. Ada dua kemungkinan penyebab hal itu terjadi, yaitu kualitas batubara yang tidak baik atau pembangkit sedang mengalami beban puncak.
”Jika kualitas batubara jelek, pembakaran tidak bagus dan menghasilkan lebih banyak debu. Pemicu lainnya, PLTU mengalami proses kerja berlebihan. Apabila PLTA Singkarak bermasalah, beban akan dialihkan ke PLTU,” kata Yoni.
Yoni mengakui Walhi Sumbar memang belum mengkaji dampak abu tersebut ke kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Namun, kondisi itu berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat sekitar jika berlangsung dalam jangka panjang.