Program Biodiesel Dinilai Belum Berdampak ke Petani
›
Program Biodiesel Dinilai...
Iklan
Program Biodiesel Dinilai Belum Berdampak ke Petani
Oleh
Ferry Santoso
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penggunaan solar dengan campuran minyak kelapa sawit sebesar 20 persen dinilai belum berdampak terhadap petani kelapa sawit. Dana pungutan ekspor yang dipungut dinilai lebih banyak digunakan untuk program biodiesel daripada pemberdayaan petani dan penanaman kembali tanaman sawit.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertema ”Alokasi Dana Sawit Salah Kaprah: Biodiesel atau Petani” yang diselenggarakan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di Jakarta, Jumat (28/6/2019). ”Dana pungutan ekspor kelapa sawit lebih banyak dialokasikan untuk program biodiesel daripada untuk kepentingan petani,” kata Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto.
Hadir sebagai narasumber dalam acara itu Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Alpian Arahman, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat Setiyono, Wakil Ketua Umum Sawitku Masa Depanku (Samade) Pahala Sibuea, dan petani sawit anggota SPKS Vincentius Haryono.
Darto menilai, alokasi dana perkebunan kelapa sawit yang dipungut Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit lebih banyak dialokasikan untuk program biodiesel daripada program untuk petani, seperti penanaman kembali, pemberdayaan petani, dan pendataan lahan petani sawit.
Menurut catatan SPKS, pada 2018 sebanyak 85 persen dari total dana pungutan ekspor minyak sawit dan produk turunannya dialokasikan untuk program biodiesel. Program untuk penanaman kembali sebesar 2 persen. Oleh karena itu, SPKS meminta agar BPDP mengalokasikan program penanaman kembali sebesar 30 persen dari dana pungutan sawit.
Pahala mengungkapkan, program biodiesel memang bisa menghemat devisa. Namun, program itu dinilai belum berdampak terhadap kesejahteraan petani. Program biodiesel selama ini lebih banyak menyerap minyak sawit dari perkebunan besar industri sawit, bukan minyak sawit yang berasal dari tandan buah segar (TBS) dari petani.
Menurut Pahala, prioritas penggunaan dana pungutan sawit perlu ditinjau ulang agar berkontribusi dan berdampak riil kepada petani lebih besar. Jika petani terutama petani swadaya dikelola, manfaat bagi petani semakin besar karena lahan petani swadaya mencapai 40 persen dari total lahan perkebunan sawit.
Alpian mengungkapkan, harga TBS petani cenderung turun karena pabrik kelapa sawit sering kali menentukan harga secara sepihak, tanpa memperhatikan ketentuan dari Kementerian Pertanian. Jika harga TBS di pabrik, harga jual TBS di tingkat petani lebih rendah lagi karena petani sering menjual TBS kelapa sawit kepada tengkulak.
Saat harga TBS masih rendah, kalangan pelaku usaha industri kelapa sawit justru meminta pemerintah memberlakukan kembali pungutan dana ekspor kelapa sawit. Jika hal itu direalisasikan, harga TBS petani akan kembali jatuh.
Pemerintah memberhentikan sementara pungutan ekspor minyak kelapa sawit karena harga minyak kelapa sawit di dunia rendah, yaitu masih di bawah 570 dollar AS per ton. Pungutan ekspor minyak sawit diberlakukan kembali jika harga minyak sawit mencapai 570 dollar AS per ton. (FER)