Dua Kecamatan di Kabupaten Bekasi Krisis Air Bersih
›
Dua Kecamatan di Kabupaten...
Iklan
Dua Kecamatan di Kabupaten Bekasi Krisis Air Bersih
Memasuki musim kemarau, kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bekasi. Kekeringan itu menyebabkan sebagian warga di Kecamatan Cibarusah dan Bojongmau kesulitan mendapatkan air bersih.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Memasuki musim kemarau, kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bekasi. Kekeringan itu menyebabkan sebagian warga di Kecamatan Cibarusah dan Bojongmau kesulitan mendapatkan air bersih. Di Kecamatan Cibarusah, ratusan hektar tanaman padi milik para petani setempat terancam gagal panen.
Pada Senin (1/7/2019) sore, warga Desa Ridogalih, Kecamatan Cibarusah, berbondong-bondong membawa pakaian dan jeriken air menuju ke Kali Chioe yang tak jauh dari desa itu. Meski debit air di kali itu terus mengecil dan berwarna keruh, warga tetap memanfaatkan aliran air kali itu untuk keperluan sehari-hari, seperti minum, memasak, mandi, dan mencuci.
Ama (45), warga Desa Ridogalih, mengatakan, mereka sudah kekurangan air sejak dua bulan lalu atau sejak wilayah Kabupaten Bekasi tidak lagi diguyur hujan. Kekeringan ini sebenarnya rutin terjadi setiap tahun ketika musim kemarau tiba.
”Tahun lalu itu sampai air Kali Chioe warnanya hijau, tetapi kami tetap pakai karena tidak ada pilihan lain. Untuk minum, saya dengan suami setiap hari dua kali angkut air dari kali pakai sepeda motor,” kata perempuan separuh baya itu.
Air Kali Chioe juga dimanfaatkan sebagian warga dari desa tetangga, yaitu Desa Sinarjati dan Desa Ridomanah. Ridwan (35), warga Desa Sinarjati, mengatakan, dirinya menggunakan air dari Kali Chioe untuk mandi dan mencuci.
”Kalau untuk masak dan minum, kami pakai air galon. Kebetulan saya buka usaha warung, jadi jual juga galon isi ulang,” katanya.
Dihubungi terpisah, Supervisor Pusat Pengendalian dan Operasional Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bekasi Gatot Sumarna mengatakan, sudah dua kecamatan yang melapor terkait dengan kekurangan air bersih, yaitu Kecamatan Cibarusah dan Kecamatan Bojongmau.
Sejauh ini, warga yang paling membutuhkan air bersih ada pada tiga desa di Kecamatan Cibarusah, yaitu Desa Ridogalih, Sukatani, dan Ridomanah. Jumlah keseluruhan warga yang kekurangan air bersih di tiga desa itu 2.280 keluarga.
”Setiap hari kami kirim air tangki ke sana sebanyak 15.000 liter. Air tangki diberikan cuma-cuma,” kata Gatot.
Petani terancam merugi
Kekeringan di Kecamatan Cibarusah juga menyebabkan ratusan sawah milik para petani di kecamatan itu mengering dan terancam gagal panen. Dari 1.655 hektar area persawahan di kecamatan itu, sekitar 500 hektar dipastikan gagal panen.
”Kemarin sebenarnya masih bisa dipanen kalau ada hujan. Tetapi, dengan kondisi sekarang, sangat disayangkan karena rata-rata tanaman padi sudah memiliki bulir,” kata Sekretaris Kelompok Tani dan Nelayan Kecamatan Cibarusah Kusnaedi, Senin sore.
Kusnaedi mengatakan, para petani di kecamatan itu terancam merugi hingga miliaran rupiah. Adapun biaya yang dikeluarkan untuk mengelola sawah seluas satu hektar diperkirakan Rp 6 juta. Artinya, dari 250 hektar sawah yang terancam gagal panen, potensi kerugian petani sekitar Rp 1,5 miliar.
”Memang agak susah karena sawah di Cibarusah mengandalkan air hujan. Di sana tidak ada sistem teknis irigasi. Jadi, berhasil atau gagal itu tergantung dari kondisi alam,” katanya.
Sementara itu, Sutarmo (50), warga Desa Sinarjati, mengatakan, akibat dari kekeringan itu, dirinya terpaksa memanen padinya lebih awal meski bulir padi belum menguning. Hasil yang didapatkan hanya satu kuintal gabah padi kering dari keseluruhan area sawah seluas 1 hektar.
”Mau ditunggu sampai menguning juga sudah tidak ada guna. Kalau normal, saya bisa dapat sampai empat ton gabah padi,” kata Sutarmo.