Penimbunan hutan lindung bakau seluas 18 hektare di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, masih berlanjut.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS – Penimbunan hutan lindung bakau seluas 18 hektare di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, masih berlanjut. Pengelola beralasan proyek reklamasi untuk permukiman itu diperlukan bagi penataan kawasan yang dipenuhi ratusan rumah liar.
Project Manager PT Kayla Alam Sentosa, Hidayat Ahmadi, Minggu (30/6/2019), mengatakan, pengerjaan reklamasi tetap berlangsung seperti biasa. Meskipun begitu, ia menyatakan, tidak akan menambah luasan hutan lindung bakau yang dibabat untuk ditimbun.
“Khusus untuk kawasan yang pohon bakaunya sudah roboh tetap akan ditimbun. Sebagian masyarakat setuju dan sudah mendapat kompensasi dengan besaran yang layak dari perusahaan,” kata Hidayat.
Khusus untuk kawasan yang pohon bakaunya sudah roboh tetap akan ditimbun. Sebagian masyarakat setuju dan sudah mendapat kompensasi dengan besaran yang layak dari perusahaan
Kompensasi yang dimaksud Hidayat ada dua jenis. Pertama, uang sebesar Rp 150 juta bagi kelompok nelayan. Kedua, kavling seluas 96 meter persegi yang diberikan gratis masing-masing untuk 400 keluarga yang tinggal di rumah liar di Kampung Taman Yasmin Kebun.
Selain mendapat petak gratis, warga rumah liar akan diberi kompensasi sebesar Rp 1 juta. Adapun untuk mendirikan rumah di petak itu, warga yang kurang mampu diberi kesempatan mengajukan pinjaman tanpa bunga kepada pengelola.
Ketua Rumpun Nelayan Bersatu, Sulaeman, membenarkan hal itu. Kompensasi diberikan perusahaan setelah nelayan menggelar aksi protes pada awal Juni. “Kami memang sudah mendapat uang itu, tetapi jumlahnya hanya setengah dari yang diminta,” ujarnya.
Menurut Sulaeman, uang kompensasi itu terpaksa diterima karena mereka tidak kuasa menghentikan proyek alih fungsi hutan lindung bakau tersebut. Hutan bakau tempat nelayan biasa memasang alat penangkap ikan sudah terlanjur rusak. Akibatnya daerah tangkapan ikan berkurang.
Pendiri Aliansi Budaya Mangrove, Feri Iriandi, meminta, perusahaan untuk segera menghentikan aktivitas reklamasi di atas hutan lindung bakau tersebut. Ia menuntut perusahaan bertanggung jawab mengembalikan hutan bakau yang saat ini telah berubah menjadi kapling siap bangun (KSB).
Hal itu penting segera dilakukan mengingat kawasan itu telah direncanakan warga secara swadaya untuk menjadi destinasi wisata bahari yang baru. Jika hutan lindung bakau seluas 50 hektare di kawasan itu rusak, maka rencana warga untuk berdaya secara mandiri tersebut juga terancam gagal.
Sebelumnya, Kepala Kantor Pengelolaan Lahan Badan Pengusahaan (BP) Batam Imam Bachroni telah menegaskan, sejak 2017 sudah tidak lagi memberikan izin KSB. PT Kayla Alam Sentosa tidak memiliki izin untuk mengelola hutan lindung bakau sebagai tempat permukiman baru (Kompas, 30/6/2019).
Meskipun belum mengantongi izin, Hidayat menyatakan, PT Kayla Alam Sentosa akan terus melanjutkan reklamasi hutan lindung bakau untuk permukiman itu. Ia yakin, permohonan izin yang sudah diajukan dua bulan lalu akan diberikan BP Batam setelah proyek itu rampung dikerjakan.
“Ada sekitar 40 perusahaan lain di Batam yang punya proyek serupa di kawasan hutan lindung. Di sini, caranya memang begitu, kerjakan saja dulu nanti izinnya pasti diberikan,” kata Hidayat.
Ada sekitar 40 perusahaan lain di Batam yang punya proyek serupa di kawasan hutan lindung. Di sini, caranya memang begitu, kerjakan saja dulu nanti izinnya pasti diberika
Selain akan diberikan secara gratis kepada warga penghuni rumah liar di Kampung Taman Yasmin Kebun, kapling untuk permukiman itu nantinya juga akan dijual bebas untuk masyarakat umum. Harga per petak seluas 96 meter persegi itu dipatok Rp 26 juta.