JAKARTA, KOMPAS - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada perdagangan Selasa (2/7/2019) cukup fluktuatif akibat sentimen eksternal dan internal. Perkembangan perundingan dagang antara Amerika Serikat dan China masih jadi sentimen terkuat yang memengaruhi pergerakan IHSG.
Meski fluktuasi terjadi cukup tajam, IHSG ditutup dalam posisi menguat tipis 5,21 poin atau 0,08 persen ke level 6.384,89. Sepanjang perdagangan investor asing mencatatkan aksi beli bersih senilai Rp 912,86 miliar.
Mengawali perdagangan dari zona hijau, IHSG sempat terjun ke zona merah pada 30 menit perdagangan pertama. Sebelum memasuki jeda perdagangan siang, IHSG kembali rontok ke zona merah.
Pada sesi perdagangan kedua, IHSG sebetulnya lebih banyak menghabiskan waktu di zona merah. Untungnya, 15 menit sebelum perdagangan berakhir IHSG kembali ke teritori positif.
Analis Teknis Indopremier Sekuritas, Mino, menilai faktor eksternal berupa kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan China untuk menunda tarif baru sembari melanjutkan perundingan dagang menjadi penopang IHSG untuk kembali ke zona hijau.
“Kelanjutan perundingan antara China dan AS memang tetap akan menjadi fokus utama pelaku pasar sepanjang pekan ini,” ujarnya, Selasa.
Dalam pertemuan antara kedua negara, Presiden AS Donald Trump menawarkan konsesi termasuk tidak ada tarif baru dan pelonggaran pembatasan pada perusahaan Huawei Technologies Co Ltd. Adapun China setuju untuk melakukan pembelian baru yang tidak ditentukan atas produk pertanian AS.
Optimisme pelaku pasar terhadap perundingan dagang antara AS-China juga jadi sentimen positif bagi pergerakan bursa AS. Pada perdagangan malam sebelumnya indeks Dow Jones naik 0,44 persen, indeks S&P 500 menguat 0,77 persen, dan indeks Nasdaq melonjak 1,06 persen.
Sementara itu, sentimen negatif dari dalam negeri yang sempat menarik IHSG ke zona merah, Menurut Mino, adalah pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 oleh Bank Dunia, dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen.
Pemangkasan tersebut dilakukan karena risiko terhadap proyeksin pertumbuhan Indonesia telah meningkat akibat eskalasi ketegangan perdagangan global. “Sentimen ini cukup mengganggu persepsi investor,” kata Mino.
Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi menambahkan, di awal perdagangan penguatan indeks sempat tertahan akibat indeks manufaktur (Purchasing Managers’ Index/PMI) Indonesia pada Juni 2019 di level 50,6. Posisi ini lebih rendah dibanding Mei 2019 di posisi 51,6.
“Selain itu rilis data inflasi dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang mencatat laju inflasi dari Juni 2018 hingga Juni 2019 mencapai 3,28 persen cukup jadi perhatian serius pelaku pasar,” kata dia.
Bursa regional Asia pun bergerak variatif di antaranya indeks Nikkei Jepang menguat 0,11 persen ke posisi 21.754,27. Indeks Hang Seng Hong Kong juga menguat 1,17 persen ke level 28.875,56. Sementara indeks Straits Times melemah 0,04 persen ke posisi 3.370,8.