Polisi selidiki aktivitas tambang galian C di Morosi, Kabupaten Konawe. Perusahaan salahkan kontraktor.
KENDARI, KOMPAS— Aparat kepolisian terus menyelidiki aktivitas penambangan ilegal di hutan wilayah Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Puluhan hektar kawasan hutan produksi ditambang untuk tanah urukan selama beberapa tahun terakhir.
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal (Pol) Iriyanto, Senin (1/7/2019), di Kendari, menyatakan, pihaknya memeriksa sejumlah pihak terkait dalam kasus ini.
Jumat (28/6), aparat Polda Sultra bersama tim Bareskrim Polri menyegel 117 alat berat yang digunakan untuk penggalian tanah tanpa izin di kawasan hutan Desa Tanggobu, Kecamatan Morosi. Alat itu terdiri dari 81 truk, 33 ekskavator, 2 loader, dan 1 buldoser.
Para petambang diketahui tidak memiliki izin usaha untuk tambang galian C. Mereka mengambil tanah di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan.
Proses penggalian dan pengambilan tanah berlangsung sejak awal 2018. Sekitar 20 hektar hutan produksi yang dulunya berbukit-bukit kini menjadi dataran. Penyelidikan sementara, tanah hasil pengerukan dipakai untuk bahan pengurukan.
”Kami berhati-hati melakukan penindakan. Penyelidikannya sekitar tiga bulan. Penyelidikan terkait dokumen, siapa saja yang terkait dan teknis di lapangan. Baru dilakukan penindakan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Harry Golden Hart.
Minimal 10 tahun
Menurut Harry, penggalian dan pengambilan tanah di kawasan hutan melanggar Pasal 89 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukuman minimal 10 tahun. Penggalian tanpa izin melanggar Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Minerba dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.
Hasil penyelidikan, alat berat tersebut milik PT OSS, perusahaan pengolah nikel di daerah itu. Perusahaan tersebut berafiliasi di bawah payung PT Virtue Dragon Nickel Industrial Park (VDNIP) yang mengelola ribuan hektar lahan di Kecamatan Morosi.
Deputi Site Manager VDNIP Rusmin Abdul Gani mengakui, PT OSS tidak memiliki izin aktivitas tambang galian C. Perusahaan ini hanya memurnikan bahan mentah nikel menjadi veronikel. ”Selama ini kami berhubungan dengan kontraktor terkait pembelian tanah. Kami terima di lokasi sekian kubik, itu yang dibayarkan. Pengambilan tanah jadi kewenangan kontraktor dan masyarakat,” ujarnya.
Terkait kendaraan PT OSS di lokasi pengambilan tanah, Rusmin—yang mengaku sebagai orang baru di perusahaan itu— berdalih, hal itu tanpa sepengetahuan perusahaan. Pihaknya akan mengevaluasi kontrak. Selama ini, dia mengira, izin dan lokasi pengambilan tanah urukan sudah sesuai dengan prosedur. (JAL)