JAKARTA, KOMPAS – Kepatuhan dalam melaporkan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi seyogyanya menjadi pertimbangan Panitia Seleksi Capim KPK 2019-2023 dalam memeroleh calon pimpinan KPK. Sebab, pimpinan KPK sudah sepantasnya menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai antikorupsi termasuk diantaranya rutin melaporkan kekayaannya.
“Sesuai aturan yang berlaku, penyelenggara negara wajib melaporkan seluruh hartanya, tidak ada yang disembunyikan dan melaporkan secara periodik. Karena itu, sikap yang tegas terkait gratifikasi dan pelaporan kekayaan secara benar melalui mekanisme LHKPN patut dicermati,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (2/7/2019) di Gedung KPK, Jakarta.
Hingga 2 Juli 2019 ini, sebanyak 133 orang telah mendaftar untuk bersaing menduduki posisi komisioner KPK. Dari jumlah tersebut, ada sebagian yang merupakan penyelenggara negara yang berprofesi sebagai polisi, jaksa, hakim, sampai auditor. Dengan demikian, kepatuhan melaporkan harta kekayaan perlu dilihat untuk mengukur komitmennya terhadap nilai antikorupsi.
Seperti diketahui, Polri telah mengeluarkan rekomendasi terhadap sembilan perwira Polri untuk mendaftarkan diri dalam proses seleksi capim KPK 2019-2023. Berdasarkan data yang dimiliki KPK, hanya dua orang yang telah menyerahkan LHKPN untuk periode 2018 meski terlambat. Mereka adalah Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal (Pol) Antam Novambar yang melaporkan pada Mei 2019 dan Deputi Bidang Identifikasi dan Deteksi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Irjen (Pol) Dharma Pongrekum yang melapor pada Juli 2019.
Sedangkan, tujuh orang perwira Polri lainnya tercatat menyerahkan LHKPN terakhir pada 2007 hingga 2018. “Untuk pelaporan periodik pada 2018 yang tenggatnya pada Maret 2019, sisanya belum menyerahkan. Padahal aturannya jelas, tidak hanya lewat Peraturan KPK tapi dari Peraturan Kepala Kepolisian RI juga dicantumkan,” ujar Febri.
Sedangkan untuk jajaran jaksa, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri menyampaikan pihaknya masih merampungkan proses internal. Menurut Mukri, waktu pendaftaran masih dibuka hingga 4 Juli 2019 sehingga pihaknya masih memiliki waktu untuk mengirimkan jaksa yang kompeten.
Secara terpisah, Oce Madril dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada menyampaikan, LHKPN merupakan salah satu perangkat awal untuk mendeteksi seseorang penyelenggara negara berpotensi terlibat korupsi atau memperoleh kekayaan secara tidak wajar. Hal ini tentu menjadi krusial bagi calon pimpinan KPK.