Selain memberikan likuiditas tambahan, BI juga meyakini penurunan GWM memberi sinyal kepada pelaku pasar dan investor portofolio bahwa bank sentral mendukung pertumbuhan sektor riil melalui penyaluran kredit.
Oleh
Dimas Waraditya Nugrahakeb
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mengklaim, pelonggaran giro wajib minimum sebesar 50 basis poin bakal memberikan efek berganda bagi industri lembaga keuangan. Bahkan, kebijakan ini juga akan menjadi sinyal bagi pelaku pasar bahwa bank sentral tetap mendorong pertumbuhan riil.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menuturkan, meski pelonggaran giro wajib minimum (GWM) hanya memompa tambahan likuiditas Rp 25 triliun bagi perbankan, kebijakan ini akan berpengaruh besar dalam penyaluran kredit.
GWM adalah dana atau simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di BI. Besaran GWM ditetapkan BI berdasarkan persentase dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan.
”Jangan dilihat hanya satu putaran karena kami selalu mengenal teori multiplier sehingga dampak dari penurunan GWM itu akan memungkinkan tambahan ekspansi kredit lebih besar,” kata Dody di Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Perbankan, lanjutnya, dapat menggunakan tambahan likuiditas ini untuk apa pun, baik penyaluran kredit maupun membeli surat berharga. BI optimistis permintaan kredit akan tetap bagus karena pertumbuhannya masih di kisaran 11 persen dari sasaran pertumbuhan tahun ini, 10 persen-12 persen.
”Pertumbuhan penyaluran kredit tidak akan mengalami perlambatan, justru ruang untuk pertumbuhan kredit akan bertambah karena pelonggaran likuiditas,” ujar Dody.
Senin (1/7/2019) menjadi hari pertama penerapan pelonggaran GWM bank konvensional, yang turun dari 6,5 persen menjadi 6 persen. Adapun GWM bank syariah turun dari 5 persen menjadi 4,5 persen.
Sinyal positif
Selain memberikan likuiditas tambahan, BI juga meyakini penurunan GWM memberi sinyal kepada pelaku pasar dan investor portofolio bahwa bank sentral mendukung pertumbuhan sektor riil melalui penyaluran kredit.
Secara terpisah, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial sepakat, kebijakan pelonggaran GWM menjadi sentimen positif bagi kinerja emiten perbankan dalam menyalurkan kredit.
Namun, menurut dia, katalis terbesar bagi kinerja saham perbankan masih akan berasal dari penurunan suku bunga acuan BI. ”Emiten di sektor perbankan akan mendapat bauran katalis positif dari berakhirnya era suku bunga tinggi serta meningkatnya pertumbuhan kredit,” ujarnya.
Selain perbankan, lanjut Janson, sektor properti juga akan mendapat sentimen positif dari peningkatan penyaluran kredit. Kondisi ini dipicu oleh meningkatnya animo permintaan kredit karena sekitar 70 persen pembiayaan properti di dalam negeri masih menggunakan dana perbankan.