PKS secara tegas menyatakan akan menjadi partai oposisi pemerintah. PKS mengajak partai-partai eks pendukung Prabowo, seperti PAN, Demokrat, dan Gerindra, untuk tetap berada di luar pemerintahan.
JAKARTA, KOMPAS - Penjajakan koalisi bersama dan pembagian kekuasaan di pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan partai-partai eks pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak diperlukan demi mewujudkan sistem demokrasi yang lebih sehat. Kekuatan oposisi sebagai penyeimbang terhadap pemerintahan dibutuhkan dari partai-partai eks pendukung Prabowo-Sandi.
Pasca-penetapan Jokowi- Amin sebagai presiden-wakil presiden terpilih periode 2019-2024, Partai Keadilan Sejahtera menjadi satu-satunya partai pemilik kursi di Dewan Perwakilan Rakyat yang menegaskan posisinya sebagai kekuatan oposisi terhadap pemerintah.
Sementara itu, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra belum menentukan arah politik mereka ke depan.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019), mengatakan, partainya akan tetap menjadi kekuatan penyeimbang di DPR terhadap pemerintahan Jokowi-Amin. Sikap politik itu akan dilembagakan lebih lanjut melalui forum musyawarah Majelis Syuro PKS. ”Menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif adalah pilihan paling rasional dalam kondisi sekarang,” katanya.
Ia mengacu pada kekuatan politik koalisi pendukung Jokowi-Amin di DPR yang diprediksi mencapai 349 kursi atau 60,7 persen dari total 575 kursi DPR. Lima partai yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah adalah PDI-P (128 kursi), Golkar (85), Partai Kebangkitan Bangsa (58), Nasdem (59), dan Partai Persatuan Pembangunan (19).
Sementara itu, partai eks pendukung Prabowo-Sandi diproyeksikan menguasai 226 kursi DPR. Ada empat partai yang tergabung, yaitu Gerindra (78 kursi), PKS (50), PAN (44), dan Demokrat (54).
Komposisi kekuatan pendukung pemerintah di DPR kali ini berbeda dengan masa awal jabatan 2014-2019 Jokowi-Jusuf Kalla. Saat itu, koalisi Jokowi-Kalla di DPR hanya 44,1 persen, kemudian bertambah menjadi 68 persen setelah Golkar, PPP, dan PAN bergabung.
Belum final
Mardani berharap ketiga partai eks pendukung Prabowo yang lain dapat bergabung menjadi kekuatan oposisi. Sebagaimana diketahui, Koalisi Indonesia Adil dan Makmur sebagai pendukung Prabowo- Sandi saat pemilihan presiden lalu sudah resmi dibubarkan pada 28 Juni lalu. Prabowo membebaskan partai-partai eks pendukungnya itu merapat ke pemerintah atau tidak.
Terkait dengan hal itu, dalam waktu dekat, Partai Demokrat dan PAN akan mengambil keputusan. Demokrat akan mengambil keputusan setelah 10 Juli 2019 melalui rapat majelis tinggi partai, sementara PAN melalui rapat kerja nasional pada Juli atau Agustus 2019.
Sementara sikap Gerindra belum final. Menurut anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra, Muhammad Syafii, masih ada perbedaan pendapat di internal partai terkait dengan posisi politik Gerindra ke depan. Ia mensinyalir mayoritas kader Gerindra ingin berada di luar pemerintahan.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, keputusan final perlu tidaknya menambah anggota koalisi ada pada Jokowi dan ketua umum partai pendukungnya. Kendati demikian, ia berpendapat, koalisi yang sehat seharusnya dibentuk sejak sebelum pemilu.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor memperkirakan, oposisi akan diisi PKS dan Gerindra. ”(Posisi pemerintah) Tetap akan kuat, seharusnya bisa langsung take-off ya pemerintahan kali ini,” ujarnya.