Masalah tidak selesai pada pemulangan kontainer sampah plastik dari Batam ke negara asal. Pemerintah didesak mengusut tuntas hingga memberi sanksi.
BATAM, KOMPAS Hasil uji laboratorium terhadap 65 kontainer sampah plastik impor di Batam, Kepulauan Riau, menunjukkan 49 kontainer terkontaminasi sehingga harus direekspor. Rinciannya, 38 kontainer terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun serta 11 kontainer lain tercampur sampah jenis lain.
Reekspor limbah plastik itu diminta segera dilakukan. ”Importir sampah yang harus memulangkan,” kata Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai Tipe B Kota Batam Sumarna, Selasa (2/7/2019). Batas waktu maksimalnya 90 hari sejak kedatangan.
Saat ini, seluruh kontainer tersebut masih berada di Pelabuhan Batu Ampar, Batam. Pengimpor sampah tersebut terdiri atas empat perusahaan. Ke-65 kontainer sampah plastik untuk bahan baku industri daur ulang itu berasal dari Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Hong Kong, dan Australia.
Pengambilan sampel 65 kontainer untuk uji laboratorium itu dilakukan tim gabungan melibatkan petugas Bea dan Cukai Kota Batam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, serta perwakilan surveior yang ditunjuk.
Salah satu kontainer bermuatan bekas botol obat ditemukan tim gabungan dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Kementerian LHK, serta Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Rabu (19/6), di Pelabuhan Batu Ampar. ”Masalah ini sudah menjadi isu nasional. Nanti, Menteri LHK yang akan menyampaikan detailnya secara langsung. Kami hanya bisa menyampaikan gambaran umumnya saja,” kata Sumarna.
Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-bahan Berbahaya dan Beracun, bahan baku plastik yang boleh diimpor seharusnya berjenis homogen dan bersih dari kontaminasi unsur lain. Jika terbukti melanggar, importir wajib memulangkan kontainer ke negara asal paling lambat 90 hari sejak kedatangan.
Investigasi lanjut
Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto mengatakan, masalah impor sampah plastik tidak bisa diselesaikan hanya dengan pemulangan kontainer. Ia berharap pemerintah melakukan investigasi lanjut untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak yang bersalah dalam persoalan ini. Impor sampah berujung masalah kontaminasi seperti sekarang bukan kali ini saja terjadi di Batam. Beberapa kali muncul kasus serupa, tetapi tak ada kejelasan kasus.
Rabu lalu, petugas tim gabungan menyiapkan kantong untuk mengambil sampel dari 65 kontainer sampah plastik yang diduga terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun itu. ”Izin impor kontainer sampah plastik itu lengkap, tetapi setelah dibuka isinya tidak sesuai. Perlu dicari sampai ketemu siapa sesungguhnya bermain. Harus ada sanksi supaya tidak terulang lagi,” kata Nuryanto.
Saat ini, anggota Komisi I dan Komisi III DPRD Kota Batam ditugaskan turun memantau langsung persoalan itu. Itu demi memastikan penyelidikan terhadap pelanggaran impor sampah plastik bahan baku industri daur ulang bisa tuntas.
Menurut dia, Batam tidak boleh menjadi tempat sampah bagi negara lain. Industri daur ulang plastik boleh tetap beroperasi, tetapi harus diawasi ketat agar warga tidak lagi dirugikan akibat pelanggaran yang berdampak buruk terhadap lingkungan.
Sebelumnya, Kepala Bidang Penindakan Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam IP mengatakan, saat ini terdapat 53 industri plastik daur ulang di Batam. Sebanyak 22 industri di antaranya diketahui menggunakan bahan baku sampah plastik impor yang didatangkan dari Amerika Serikat dan negara di Eropa.
”Dalam satu bulan, industri itu butuh 20.000 ton sampah plastik. Sekitar lima persen tak bisa didaur ulang. Artinya, per bulan industri itu membuang lebih kurang 1.000 ton sisa produksi sampah plastik ke tempat pembuangan akhir,” katanya.(NDU)