Dana Bansos Tak Boleh Digunakan untuk Konsumsi Rokok
›
Dana Bansos Tak Boleh...
Iklan
Dana Bansos Tak Boleh Digunakan untuk Konsumsi Rokok
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Sosial menegaskan bahwa dana bantuan sosial Program Keluarga Harapan tidak boleh digunakan untuk kebutuhan yang bertentangan dengan ketentuan, salah satunya adalah konsumsi rokok.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita melalui Kepala Biro Humas Kementerian Sosial (Kemensos) Sonny Manalu di Jakarta, Rabu (3/7/2019). Kemensos memberikan hak jawab atas berita hasil studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) berjudul ”Bantuan Sosial, Efektivitas Bansos Terkendala” yang dimuat Kompas pada Rabu (3/7/2019).
Berdasarkan studi PKJS UI, perilaku merokok dari penerima bantuan sosial mengurangi evektivitas program bantuan sosial (bansos). Dalam studi tersebut, perilaku merokok disebutkan tertinggi pada rumah tangga penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
”Sebagaimana ketentuan yang sudah ditetapkan Kementerian Sosial, setiap penerima bansos PKH tidak boleh menggunakan bantuan tersebut untuk hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan,” kata Sonny.
Bantuan PKH hanya boleh digunakan untuk keperluan ibu hamil, keperluan gizi bayi dan anak usia dini, keperluan sekolah anak-anak, keperluan orang lansia, dan keperluan penyandang disabilitas berat.
”Seluruh pendamping keluarga penerima PKH telah dibekali dan diperintahkan untuk menjelaskan penggunaan bantuan PKH secara benar. Apabila ada satu dua kasus yang menyalahgunakan pemanfaatan bantuan PKH, hal tersebut hanya bersifat kasuistis dan kemungkinan terjadi di sebagian kecil penerima program PKH,” tuturnya.
Mempertanyakan
Sonny pun mempertanyakan metode yang digunakan dalam penelitian PKJS UI. Menurut dia, hasil studi tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Microsave, yang difasilitasi Melinda and Bill Gate Foundation (MBGF). Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi sistem penyaluran Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Penelitian tersebut menunjukkan, sebanyak 74 persen responden menggunakan dana bansos PKH untuk pembelian peralatan sekolah dan 67 persen untuk biaya sekolah. Selain itu, 58 persen keluarga menggunakan bantuan itu untuk biaya transportasi ke sekolah, 54 persen untuk membeli makanan tambahan, 42 persen untuk biaya ekstrakurikuler sekolah, dan 33 persen untuk biaya masuk sekolah pada tahun ajaran baru.
Kelompok terbawah
Teguh Dartanto, peneliti studi yang dirilis PKJS UI, menjelaskan, studi tersebut berawal dari penemuan meningkatnya perilaku merokok pada kelompok masyarakat berpendapatan 30 persen terbawah. Sementara itu, seperti diketahui, bantuan sosial dari pemerintah ditargetkan hanya untuk masyarakat dari kelompok berpendapatan 40 persen terbawah.
”Dari situ, penelitian itu berlanjut. Kami cari tahu apakah bansos itu memengaruhi perilaku merokok ini dan dampaknya seperti apa saja,” ujarnya kepada Kompas.
Temuan tersebut didapat dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 dan 2017. Studi analisis tersebut juga didukung data Indonesia Family Life Survey (IFLS) gelombang 4 (tahun 2007) dan gelombang 5 (tahun 2014).
”Mungkin ini tidak langsung disebabkan oleh bansos, tetapi kami berhipotesis, pendapatan rumah tangga karena bansos bisa meningkatkan konsumsi barang non-esensial, seperti rokok,” ujar Teguh yang juga menjabat Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI.
Dalam acara pemaparan studi yang dilakukan di Jakarta kemarin, Kepala Unit Monitoring dan Evaluasi Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ekki Syamsulhakim berpendapat, analisis data Susenas dan IFLS akan sulit menjawab hipotesis para peneliti.
”Ini hanya bisa dilakukan dengan data lain. Kemudian juga sulit melakukan asas kausalitas karena kebiasaan merokok bisa saja dilakukan sebelum mendapatkan bantuan sosial,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, hadir juga Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan Nasruddin Djoko, dan Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Vivi Yulaswati.