Legislatif Bersikukuh Selesaikan Rancangan Undang-Undang
›
Legislatif Bersikukuh...
Iklan
Legislatif Bersikukuh Selesaikan Rancangan Undang-Undang
Meski Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP masih mengandung pasal-pasal problematik, Dewan Perwakilan Rakyat bersikeras menyelesaikan pembahasannya pada Juli 2019. Pembahasan yang tak kunjung tuntas dari periode ke periode dinilai kontraproduktif.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Meski Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP masih mengandung pasal-pasal problematik, Dewan Perwakilan Rakyat bersikeras menyelesaikan pembahasannya pada Juli 2019. Pembahasan yang tak kunjung tuntas dari periode ke periode dinilai kontraproduktif.
Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa mengatakan, DPR dan pemerintah akan menuntaskan pembahasan RKUHP sebelum masa sidang kelima berakhir pada Juli. Saat ini, masih ada sejumlah kritik dari masyarakat yang perlu dibahas dan dicarikan pemecahan masalahnya.
“Ada beberapa usulan masyarakat yang sedang kami bicarakan, karena itu menyangkut politik hukum pemerintah,” kata Desmond di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Catatan Kompas, terdapat tujuh isu krusial yang tersisa dari pembahasan RKUHP. Ketujuh isu itu di antaranya mengenai hukum adat, pidana mati, penghinaan terhadap presiden, dan tindak pidana kesusilaan. Selain itu, perihal tindak pidana khusus, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup juga masih problematik (Kompas/27/6/2019).
Desmond menambahkan, selain pembahasan, pengesahan rancangan undang-undang (RUU) juga harus tercapai pada Agustus atau September mendatang. Sebab, pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tidak mengatur sistem carry over atau sistem yang memungkinkan pembahasan RUU yang belum tuntas dilanjutkan oleh anggota dewan pada periode berikutnya.
“Karena tidak ada sistem carry over itu, maka harus diselesaikan. Kalau tidak, nanti perlu dibongkar lagi dari awal,” ujar Desmond. Saat ini, pembahasan RUU sudah ada pada tim perumus. Kemudian akan dilanjutkan ke panitia kerja lalu disahkan dalam sidang paripurna.
Pendapat serupa disampaikan Anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi. Dia mengatakan, penyelesaian RKUHP amat penting karena upaya yang sama telah dilakukan berulang kali tetapi selalu gagal.
Menanggapi banyaknya kritik masyarakat, menurut dia, pandangan-pandangan itu sebenarnya tidak berada pada perspektif yang sama dengan DPR. Taufiqulhadi menilai, masyarakat menggunakan perspektif negara lain dalam melihat persoalan bangsa. Sementara itu, pihaknya menganalisis seluruh pembahasan menggunakan perspektif lokal.
Selain itu, kata Taufiqulhadi, masyarakat semestinya tidak meragukan komitmen DPR dan pemerintah dalam pembahasan RKUHP. Pembahasan dilakukan bersama dengan perwakilan semua fraksi yang dianggap mewakili seluruh masyarakat. Di dalamnya, terdapat perwakilan setiap golongan yang ada di Indonesia.
Ia mengakui, RKUHP yang dihasilkan DPR dan pemerintah memang belum tentu sempurna. Untuk itu, pihaknya terbuka pada perbaikan. “Kalau ada sesuatu yang belum sempurna, kami tidak menyanggah. Bisa kita sempurnakan nanti, caranya melalui uji materi atau judicial review,” kata Taufiqulhadi.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara mengusulkan, RKUHP tidak perlu terburu-buru diselesaikan di DPR pada periode ini. Pada periode mendatang, jika dipandang perlu, KUHP bisa direvisi secara bertahap berdasarkan isu tertentu. Bukan direvisi total seperti saat ini. Ia mencontohkan, untuk hukuman mati tidak perlu mengubah seluruh KUHP tetapi cukup pasal tertentu agar penyelesaiannya bisa lebih cepat (Kompas, 27/6/2019).