Program tol laut yang diluncurkan pada November 2015 itu hingga kini masih dihantui beragam persoalan pada tataran implementasi yang belum semuanya dapat dituntaskan. Di Provinsi Maluku, program prioritas Presiden Joko Widodo tersebut malah dianggap tidak efektif dan efisien dari sisi waktu dan biaya. Tarif angkut malah naik hingga Rp 5 juta.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Program tol laut yang diluncurkan pada November 2015 itu hingga kini masih dihantui beragam persoalan pada tataran implementasi yang belum semuanya dapat dituntaskan. Di Provinsi Maluku, program prioritas Presiden Joko Widodo tersebut malah dianggap tidak efektif dan efisien dari sisi waktu dan biaya. Tarif angkut malah naik hingga Rp 5 juta.
Oyang Augustin, pengguna jasa tol laut di Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, yang dihibungi Kompas pada Rabu (3/7/2019), mengatakan, saat ini biaya yang dikeluarkan untuk membayar satu peti kemas dari Surabaya, Jawa Timur, ke Kisar sebesar Rp 11,8 juta. Satu peti kemas yang dimaksud berukuran 20 kaki dengan bobot maksimal 18 ton. Artinya, biaya untuk 1 ton Rp 656.000.
Padahal, pada 2016, ongkos untuk satu peti kemas dari Surabaya Rp 6,8 juta. Ongkos tersebut kemudian naik menjadi Rp 8,8 juta dan kini Rp 11,8 juta. Hal ini berarti sejak 2016 ongkos tol laut membengkak hingga Rp 5 juta. ”Ada informasi dari sesama penguasa di Kisar, ada yang membayar cuma Rp 10,9 juta. Jadi, tarif ini tidak jelas,” ucapnya.
Jika menggunakan kapal swasta yang tidak disubsidi pemerintah, tarif angkut 1 ton barang paling mahal Rp 650.000. ”Bahkan, kalau sudah jadi langganan, harganya bisa dikurangi Rp 100.000 per ton. Di kapal swasta, kami bayar per ton. Kalau pakai tol laut, kami wajib isi satu kontainer sampai penuh karena pembayaran per kontainer,” tuturnya.
Ada informasi dari sesama penguasa di Kisar, ada yang bayar cuma Rp 10,9 juta. Jadi, tarif ini tidak jelas.
Sementara itu, dari sisi waktu, jika menggunakan kapal biasa, waktu perjalanan dari Surabaya ke Kisar paling lama empat hari. Sementara itu, jika menggunakan kapal tol laut, waktu perjalanan bisa lebih dari 15 hari. Untuk angkutan pertama tahun ini, barang yang sudah dimasukkan ke dalam kapal tol laut pada Maret lalu hingga Rabu (3/7/2019) malam belum tiba di Kisar.
Dengan pertimbangan biaya dan waktu, Oyang menilai, pihaknya rugi. Otomatis harga jual barang di daerah itu akan dinaikkan untuk menutup pembengkakan tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan semangat tol laut yang didengungkan Presiden Joko Widodo, yaitu program itu bertujuan menekan disparitas harga di kawasan timur Indonesia.
Ia dan banyak pengusaha di daerah itu kini kembali beralih menggunakan kapal swasta yang dianggap lebih murah dan lebih cepat. ”Barang-barang kami sudah dimuat di Surabaya dan siap diberangkatkan. Masih mendingan pakai kapal swasta saja,” ujarnya seraya berharap agar ada penyesuaian harga dan perbaikan pelayanan tol laut pada waktu-waktu mendatang.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, kapal tol laut dari Surabaya yang mengangkut barang ke wilayah selatan Maluku terlambat hingga lebih dari tiga bulan. Pengiriman barang dari Surabaya ditutup pada bulan April. Namun, kapal baru berangkat pada 9 Mei dan baru tiba di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, pada 19 Mei.
Barang-barang kami sudah dimuat di Surabaya dan siap diberangkatkan. Masih mendingan pakai kapal swasta saja.
Lantaran terjadi kerusakan kapal di Saumlaki, distribusi barang ke empat pelabuhan lainnya, yaitu Kisar, Larat, Tepa, dan Moa, terlambat lebih dari tiga bulan. Viandro Tanaya, pengguna jasa tol laut di Larat, mengaku rugi hingga Rp Rp 225 juta (Kompas, 3/7/2019).
Tindak pengusaha nakal
Sementara itu, secara terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Frenky Limbers mengatakan, kehadiran tol laut belum efektif menurunkan harga barang. Politisi berlatar belakang pengusaha itu menilai, ada oknum pengusaha sengaja memanfaatkan tol laut untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. ”Seharusnya sejak tol laut masuk, harga sudah harus turun,” ujarnya.
Selain itu, ada pengusaha yang dianggap nakal lantaran menggunakan jasa tol laut untuk mengangkut mobil dan barang-barang proyek infrastruktur. Padahal, tol laut digunakan untuk mengangkut barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya, seperti seng, semen, dan besi, untuk kebutuhan masyarakat. Frenky berharap oknum pengusaha itu harus ditindak.
Operator diganti
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangan pers yang diterima Kompas berjanji akan kembali melakukan evaluasi atas praktik tol laut tersebut. Pihaknya sudah memaksimalkan segala upaya untuk menyukseskan program prioritas Presiden Joko Widodo. Karena itu, dukungan dari pihak terkait sangat diperlukan.
Ihwal keterlambatan dan sejumlah persoalan lainnya, Budi berjanji akan menindak pihak yang bertanggung jawab, termasuk operator kapal. Kementerian Perhubungan akan mengganti operator yang lebih berkompeten. Persoalan tol laut di Maluku belum dapat diselesaikan dengan tuntas. Pada Maret 2019, Budi memimpin rapat di Saumlaki untuk membahas tol laut.