Panji Aziz Pratama, dari Buku ke Beasiswa
Ketika libur semester dua, awal tahun 2013, Panji Aziz Pratama yang masih kuliah tahun pertama di Jurusan Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran, Bandung, pulang ke Serang. Bukan menikmati liburan yang menyenangkan, Panji malah gundah karena saat itu datang musibah banjir yang melanda Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang.
Seperti orang-orang pada umumnya, dia tergerak mengumpulkan serta membagikan bantuan berupa makanan dan pakaian. Namun, kala datang ke daerah bencana di Kampung Sukamaju, Desa Citasuk, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Lebak, dia melihat anak-anak tidak punya kegiatan karena sekolahnya terendam banjir. Buku-buku mereka pun rusak dan hanyut.
Panji ingin berbuat sesuatu untuk mengurangi kesedihan mereka. Panji kemudian mengajak teman-temannya menyumbang buku bacaan dan buku tulis untuk anak-anak. Panji yang semasa SMA menjadi Presiden OSIS Se-Banten menghubungi adik-adik kelasnya di Forum OSIS Banten. Panji juga menghubungi Banten Muda Community agar ikut gerakan itu. Ajakan itu bersambut dan hampir 100 buku terkumpul.
Panji kemudian melobi kepala desa agar mendapat ruangan untuk perpustakaan mini, lengkap dengan alas duduk dan lemari. Kepala desa menyediakan satu ruangan di madrasah setempat yang sebenarnya hanya punya tiga ruangan. Ruangan lain digunakan untuk siswa kelas 1-3 dan satu lagi untuk siswa kelas 4-6. Meski hanya perpustakaan kecil, tetap ada acara peresmian kecil-kecilan pada 10 Februari 2013.
”Saya bahagia sekali ketika perpustakaan mini itu terwujud. Saya ikut menggunting pita kertas bersama kepala desa. Momen itu paling berkesan bagi saya walau tahun-tahun berikutnya saya bisa membuka enam perpustakaan sekaligus,” kata Panji, beberapa waktu lalu. Dia sendiri takjub karena mulai dari ide sampai terwujud hanya perlu waktu dua bulan.
Teman-teman Panji mengusulkan nama perpustakaan itu Istana Belajar Anak Banten (Isbanban). Selain bisa membaca, anak-anak itu juga mendapat pelajaran dari Panji dan teman-temannya. Namun, Panji hanya mengurus perpustakaan itu selama setahun. Berikutnya, komunitas dan pemuda setempat yang mengelola taman bacaan.
”Perjanjian awal memang hanya setahun, setelah itu menyerahkan kepada tokoh masyarakat dan warga untuk mengelola perpustakaan itu,” ujar Panji.
Setelah melepas satu perpustakaan, Panji malah mengurus lebih banyak perpustakaan. Pada 2014, ada enam perpustakaan yang didirikan, yakni di Cilegon, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kabupaten Serang, Lebak, Pandeglang, dan Tangerang. Semua perpustakaan itu didirikan para sukarelawan yang terdiri dari siswa SMA dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi.
Menurut Panji, dalam merekrut sukarelawan, selama tiga bulan pertama yang dilihat adalah performa dan keseriusan kerja si calon. Sementara tri semester berikutnya, hal-hal yang terkait dengan tugas sebagai sukarelawan.
”Kami membuka pendaftaran secara daring setiap Januari. Tahun pertama, jumlah pendaftar sekitar 100 orang. Tahun kedua naik menjadi 200-an dan tahun lalu naik lagi hingga mencapai 470 orang. Kami senang karena itu berarti banyak anak muda Banten yang tertarik dan peduli. Sayang, jumlah itu rontok setelah masa tiga bulan pertama,” ucap Panji.
Sukarelawan itu berasal dari seluruh daerah di Banten. Dari seluruh sukarelawan, 70 persen di antaranya mahasiswa. Setelah setahun para sukarelawan itu ditantang membuat satu perpustakaan dalam waktu maksimal tiga bulan.
”Waktu itu dari modal nol dapat membuat perpustakaan dalam waktu kurang dari tiga bulan. Jadi, pengurus di setiap perpustakaan adalah mahasiswa dan siswa SMA terdekat di wilayah itu. Mereka tidak dibayar karena memang menjadi sukarelawan,” ujar Panji.
Tak puas dengan hanya membuat perpustakaan, Panji dan rekan-rekannya juga mulai mengajar, memberikan ilmu kepada anak-anak tingkat SD. ”Bahkan perpustakaan pertama di Kampung Sukamaju telah ditambah fungsinya menjadi kelas PAUD dan TK,” katanya.
Galang dana beasiswa
Selain itu, tahun 2018 Panji juga mulai menggalang dana guna memberikan beasiswa kepada siswa kelas VI SD yang melanjutkan ke SMP. Setiap siswa mendapat Rp 1,5 juta yang disebut beasiswa pendidikan bantuan lanjut sekolah. Total ada 21 anak penerima beasiswa tersebut dari dana terkumpul Rp 44 juta.
”Jumlah rupiah untuk setiap anak mungkin tidak banyak, tetapi buat banyak warga jumlah itu sangat besar. Lagi pula, meski sekolah gratis, siswa tetap harus membayar semacam uang pangkal, uang buku, dan uang baju. Hal itu sangat memberatkan orangtua siswa,” ujar Panji prihatin.
Penggalangan dana dan pemberian beasiswa merupakan wujud kepedulian Panji yang semasa sekolah tak punya bayangan akan lanjut kuliah. Dibesarkan ibunya yang orangtua tunggal, Panji pesimistis, dirinya mampu menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi.
Kelas 3 SMA, menjelang ujian akhir, dia malah sibuk dengan ide mendirikan perpustakaan di kepalanya. Untuk kuliah, dia nekat mendaftar ke jalur Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar Universitas Indonesia (PPKB UI). Dia diterima, tetapi mundur karena tak mampu membayar uang kuliah yang mahal.
Kemudian, dia mendaftar ke Universitas Gadjah Mada, tetapi tak diterima. Walau peluang kuliah kecil, Panji mencoba ikut Bidik Misi dan mendaftar ke Universitas Padjadjaran dan diterima. Saat kuliah dan usianya baru 19 tahun, Panji ingin membuat yayasan agar orang mau dan percaya ketika hendak donasi. Namun, pengajuan pendirian yayasan itu ditolak notaris karena usia Panji terlalu muda dan tak ada uang sebagai jaminan kekayaan awal yayasan.
Terbiasa menemui kesulitan, Panji tak putus asa hingga ada donatur yang mau menjadi penjamin dan dia mendapat uang hadiah kompetisi.
Pengalaman sulit biaya untuk sekolah mendorong Panji sedikit meringankan beban orang lain yang juga susah untuk bersekolah. ”Alhamdulillah pengumpulan dana meningkat lagi, yakni Rp 192 juta, sehingga jumlah anak penerima pun bertambah. Kini saya ingin memberi beasiswa juga untuk siswa SMA,” ucap Panji.
Kondisi saat ini, empat perpustakaan, yakni di Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, dan Tangerang, telah diserahkan kepada masyarakat. Salah satu impian Panji yang belum tercapai adalah membuka perpustakaan di Tangerang Selatan.
Berdasarkan pengamatannya, daerah itu sangat dekat dengan ibu kota negara RI, DKI Jakarta, dan telah beralih rupa menjadi banyak daerah elite. Akan tetapi, kawasan itu memiliki banyak area sub-urban yang warganya kesulitan dan tetap butuh dukungan. Ke depan, impian terbesarnya adalah membangun sekolah asrama untuk anak-anak pelosok Provinsi Banten.
”Banyak bantuan dan beasiswa ditujukan kepada anak-anak pintar saja, juga anak-anak di kota yang punya fasilitas. Sementara banyak anak di pelosok negeri bisa bersekolah saja sudah menjadi impian yang sulit terjangkau. Mereka mungkin tidak pintar banget, tetapi yang jelas mereka bukan anak bodoh,” ujar Panji yang kini bekerja di Yayasan Cinta Anak Bangsa (YACB) sebagai scholarship specialist.
Panji Aziz Pratama
Lahir: Serang, 19 September 1994
Istri: Endah Khaeriyah Nurhidayatin
Anak: Abdul Aziz Umar Pratama
Pendidikan: S-1 Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran
Penghargaan:
- Global Changemaker 2015
- 1st I Winner Nutrifood Leadership Award 2015
- Youth Southeast Asian Leaders Initiative 2015
- Best Alumni Indonesia Student & Youth Forum 2018