Sampah Impor Bahan Bakar Industri Tahu di Sidoarjo Ilegal
›
Sampah Impor Bahan Bakar...
Iklan
Sampah Impor Bahan Bakar Industri Tahu di Sidoarjo Ilegal
Sampah yang digunakan sebagai bahan bakar pada proses produksi tahu di Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dipastikan ilegal. Sampah yang berpotensi mengandung limbah bahan beracun dan berbahaya itu merupakan residu dari pabrik kertas berbahan kertas daur ulang impor.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Sampah yang digunakan sebagai bahan bakar pada proses produksi tahu di Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dipastikan ilegal. Sampah yang berpotensi mengandung limbah bahan beracun dan berbahaya itu merupakan residu dari pabrik kertas berbahan kertas daur ulang impor.
Pernyataan itu disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati saat berkunjung ke sentra industri tahu Desa Tropodo pada Rabu (3/7/2019).
“Pemerintah secara tegas menyatakan menolak impor sampah atau impor limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Namun faktanya ada sampah dan indikasi limbah B3 yang masuk ke Indonesia. Berarti ini ilegal,” ujar Rosa Vivien.
Larangan impor sampah tertuang dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Sedangkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melarang impor limbah B3.
Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan industri tahu di Desa Tropodo telah bertahun-tahun menggunakan sampah sebagai bahan bakar dalam proses memasak kedelai. Penggunaan sampah itu untuk menggantikan bahan bakar kayu. Alasannya harga sampah jauh lebih murah 80 persen dibandingkan harga kayu.
Pemerintah secara tegas menyatakan menolak impor sampah atau impor limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Namun faktanya ada sampah dan indikasi limbah B3 yang masuk ke Indonesia. Berarti ini ilegal
Rosa Vivien mengatakan pihaknya saat ini tengah menyelidiki titik kebocoran atau celah yang menjadi pintu masuknya sampah dan limbah B3 impor. Penyelidikan itu dilakukan dengan menelusuri ke lapangan. Selain ke pabrik tahu, rombongan Kementerian LHK mengunjungi PT Pakerin dan Desa Bangun, Kabupaten Mojokerto.
Dari hasil kunjungan itu diketahui bahwa PT Pakerin mengimpor bahan kertas daur ulang atau kertas bekas sebagai bahan baku produksi. Kertas daur ulang yang diimpor itu berisiko disisipkan sampah dan limbah B3. Residu bahan kertas daur ulang dari perusahaan itu diambil oleh masyarakat di Desa Bangun untuk dipilah.
Daur ulang
Dari hasil pemilahan, sampah yang bernilai ekonomi dijual ke pengepul untuk industri daur ulang. Sedangkan sampah yang tidak bernilai dijadikan bahan bakar. Selain industri tahu, industri kerupuk juga meminati residu sampah impor sebagai bahan bakar dalam proses produksinya.
Menurut Vivien, tidak ada larangan menggunakan sampah sebagai bahan bakar. Namun hasil pembakaran sampah itu menimbulkan pencemaran udara sehingga harus dikendalikan agar tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Kepala Dinas LHK Kabupaten Sidoarjo Sigit Setyawan mengatakan, pihaknya berharap Kementerian LHK segera menindaklanjuti hasil temuan tentang sampah plastik impor dan limbah B3 di masyarakat. Pihaknya akan mengumpulkan para pelaku industri tahu untuk mencari solusi bahan bakar pengganti yang ramah lingkungan dan ekonomis agar usahanya tidak terganggu.
Laporan dari Puskesmas Krian, jumlah warga yang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) di Desa Tropodo realtif tinggi
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawan mengatakan penggunaan sampah sebagai bahan bakar pada industri tahu berisiko menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Asap hasil pembakaran terindikasi mengandung polutan. Polutan yang terhisap akan mengganggu saluran pernafasan dan beresiko menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas serta penyakit TBC.
“Laporan dari Puskesmas Krian, jumlah warga yang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) di Desa Tropodo realtif tinggi,” ujar Syaf Satriawan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai pihak, jumlah industri tahu di Desa Tropodo sebanyak 31 unit usaha. Setiap hari mereka mengolah sekitar 50 ton kedelai. Untuk mengolah setiap ton kedelai diperlukan bahan bakar sampah sebanyak dua truk.