Tiga Anak Muda Indonesia Berjaya di Ajang "Perang Ide" Airbus
Tiga anak muda Indonesia berjaya di ajang Fly Your Ideas. Membawa ide penanganan illegal fishing, mereka merebut peringkat kedua di ajang ”perang ide” tingkat dunia yang digelar Airbus.
Ketiga anak muda itu adalah Falah Fakhriyah, Martin Siagian, dan Nathaniel Chandra Harjanto. Mereka tergabung dalam tim Airbus Integrated Fisheries Information Services (Airfish) dari Universitas Cambridge, Inggris. Seorang anggota tim lainnya adalah Keiko Miyazaki, mahasiswi dari Jepang.
Ketika Ketua Dewan Juri Marc Fontaine menyebut tim Airfish sebagai peringkat kedua Fly Your Ideas (FYI), keempat mahasiswa tingkat master jurusan Manajemen dan Keuangan Universitas Cambridge itu langsung melonjak girang. Falah dan Keiko, dua mahasiswa dari dua bangsa yang berbeda itu, berpelukan dan berbagi kebahagiaan.
”Alhamdulillah, kami menang. Kerja keras kami hingga begadang hampir setiap malam memberikan hasil maksimal,” ujar Falah kepada Kompas di markas Airbus di Toulouse, Perancis, Kamis (27/6/2019) malam waktu setempat. Falah adalah lulusan Jurusan Teknik Kimia UI tahun 2010 yang melanjutkan kuliah di Cambridge.
Tim Airfish hanya kalah dari sang juara, yakni tim The Zero Heroes dari Universitas Teknologi Delft, Belanda. Tim ini menang berkat riset tentang tombol nirkabel tanpa baterai untuk pesawat. Di ajang FYI, tidak ada pemenang ketiga, keempat, dan seterusnya.
Babak final FYI diikuti oleh tujuh tim dari enam universitas di Eropa dan Argentina. Meski begitu, anggota setiap tim terdiri atas mahasiswa dengan beragam kebangsaan, antara lain Indonesia, Jepang, India, Belanda, Jerman, Italia, Argentina, Norwegia, Inggris, Moldova, dan Yunani. Ketujuh tim masuk final dengan menyingkirkan 270 tim dari berbagai universitas di dunia. Adapun mahasiswa yang mendaftar di FYI tahun 2018/2019 berjumlah 2.265 mahasiswa dari 89 negara.
Ketujuh tim melewati tiga babak penyisihan dan seleksi ketat sebelum melangkah ke final. Riset yang mereka lakukan, antara lain, terkait bidang internet of things, electrification, cyber security, data services, artificial intelligence, dan mixed reality. Hanya tim Airfish yang anggotanya bukan mahasiswa teknik, melainkan mahasiswa bidang manajemen dan keuangan. Padahal, tim ini menawarkan riset terkait penggunaan layanan data (data services) satelit.
”Kami tidak menyangka menang di ajang ini karena hanya tim kami yang anggotanya bukan mahasiswa teknik, tetapi harus menjelaskan soal satelit dan sebagainya,” ujar Martin, sarjana Teknik Industri Universitas Indonesia tahun 2011.
Nathaniel menambahkan, mereka harus belajar terlebih dahulu tentang sistem satelit dan pencitraan agar bisa meyakinkan juri. ”Setidaknya delapan bulan kami belajar soal satelit,” kata sarjana Teknik Fisika ITB tahun 2014 itu.
Pencuri ikan
Ketika mempresentasikan idenya, tim Airfish tampak sangat percaya diri dan bersemangat. Juri Sandra Bour Schaeffer dari Airbus secara berseloroh mengatakan, ”Saya jarang menemukan presentasi yang sangat bersemangat tentang ikan. Dari mana ide kalian?”
Tim Airfish berusaha meyakinkan keempat juri bahwa isu pencurian ikan di dunia sangat mendesak untuk ditangani. Pasalnya, pencurian ikan akan membuat industri perikanan tangkap tidak akan berkelanjutan akibat penangkapan ikan yang berlebihan. Hal ini merugikan banyak negara, termasuk Indonesia. Yang lebih penting, pencurian ikan mengancam kelestarian alam serta ketahanan pangan dunia.
Mereka menambahkan, Pemerintah Indonesia sangat serius berperang melawan pencurian ikan dengan cara menangkap dan menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan setelah melalui keputusan pengadilan. Namun, upaya itu mesti disokong dengan sistem monitoring yang melibatkan teknologi canggih, seperti satelit.
Sebenarnya, Pemerintah Indonesia telah memanfaatkan teknologi satelit untuk mencegah pencurian ikan. Satelit Lapan A2/Orari yang diluncurkan tahun 2015, misalnya, telah digunakan untuk menangkap sinyal AIS (automatic identification system) yang dipancarkan kapal. Berdasarkan pergerakan kapal dapat diidentifikasi apakah kapal sekadar lewat atau ditengarai mencuri ikan. Pemerintah juga menggunakan beberapa satelit milik negara lain untuk keperluan serupa.
Menurut tim Airfish, untuk mengefisienkan pencegahan pencurian ikan, negara-negara produsen ikan perlu memanfaatkan satelit mikro yang lebih murah. Data yang dihasilkan, menurut tim Airfish, lebih kecil sehingga lebih cepat untuk diolah.
”Urusan waktu menjadi sangat penting dalam pencegahan pencurian ikan. Semakin cepat data diperoleh, semakin cepat pula kapal-kapal patroli bisa mendapat informasi pencurian ikan,” kata Martin.
Nathaniel menambahkan, Airbus memiliki kapabilitas untuk terlibat dalam penanganan pencurian ikan di seluruh dunia. Airbus mempunyai satelit dan data.
Marc Fontaine, Ketua Dewan Juri FYI, mengatakan, isu yang dibawa ketujuh finalis semuanya relevan dengan isu yang sedang berkembang di dunia. Namun, beberapa tim memiliki kelebihan saat presentasi. Ia memuji tim Airfish sebagai tim yang sangat percaya diri, bersemangat, dan memiliki ambisi besar.
Kompetisi FYI berlangsung dua tahun sekali sejak 2008. Sejauh ini, lebih dari 20.000 mahasiswa dari 650 universitas di lebih dari 100 negara mengikuti kompetisi ini. Sejak 2012, kompetisi ini didukung oleh UNESCO.
Tim Airfish berharap konsep pencegahan pencurian ikan yang mereka buat tidak hanya berhenti di ajang ”perang ide” tingkat global yang digelar Airbus. ”Jika konsep proyek yang kami buat bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia, kami tentu sangat senang,” ujar Martin.