JAKARTA, KOMPAS - Kejuaraan multicabang olahraga untuk pelajar, ASEAN School Games, diharapkan menjadi ajang transisi bagi atlet-atlet yunior sebelum masuk ke level senior. Transisi ini penting, karena banyak atlet yunior yang meredup karena ketatnya persaingan di tingkat yang lebih tinggi. Tahun ini, ASEAN School Games akan berlangsung di Semarang, Jawa Tengah, pada 17–25 Juli.
Ketua Kontingen Indonesia untuk ASEAN School Games 2019 Yayan Rubaeni mengatakan, kebanyakan atlet-atlet yunior berguguran begitu masuk ke level senior. ”Kami berharap melalui kejuaraan ini atlet yunior bisa melewati masa transisi menuju level senior,” ujarnya, Rabu (3/7/209).
Yayan menjelaskan, hal itu disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya perubahan fokus perhatian dari latihan ke pendidikan. ”Perubahan fokus perhatian ini terjadi pada level keluarga, di mana atlet sebenarnya mempunyai pilihan antara melanjutkan karier olahraga atau fokus ke sekolah,” ujarnya.
Hal lainnya, menurut Yayan, adalah karakter, mental, semangat, dan kepercayaan diri atlet menurun. Oleh karena itu, ASEAN School Games diharapkan menjadi ajang untuk memperkuat karakter dan mental atlet yunior.
ASEAN School Games akan diikuti 10 negara yaitu, Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina, Laos, Kamboja, dan Myanmar. Peserta yang akan mengikuti ajang ini sebanyak 1.600 atlet, dan 1.200 pelatih, ofisial, serta petugas teknis.
ASEAN School Games memainkan sembilan cabang, yaitu atletik (38 nomor lomba), renang (41), tenis (7), tenis meja (7), sepak takraw (3), bulu tangkis (7), voli (2), basket (2), dan pencak silat (10). Secara keseluruhan, ajang ini memainkan 117 nomor, dengan rincian 59 putra, 54 putri, dan 4 campuran.
Pembukaan ASEAN School Games akan dilakukan di Stadion Holy Terang Bangsa School, Semarang, pada 18 Juli. Adapun upacara penutupan di pelataran Candi Borobudur, Magelang, pada 24 Juli.
Tim ”Merah Putih” akan mengirimkan 250 peserta, terdiri atas 183 atlet, 38 pelatih, 9 manajer, dan 20 ofisial. Atlet-atlet Indonesia berasal dari Sekolah Khusus Olahraga, Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar, serta klub-klub yang diusulkan oleh induk organisasi cabang olahraga. Tim Indonesia menargetkan menjadi juara umum dengan 36–38 medali emas.
”Sejumlah atlet andalan kami, seperti (perenang) Azzahra Permatahani tidak bisa turun dalam ajang ini karena harus ikut kualifikasi Olimpiade (Tokyo 2020). Semula, kami menargetkan mendapatkan 18 emas dari renang, tetapi melihat kekuatan tim yang ada, target untuk renang menjadi 12 hingga 14 emas,” kata Yayan.
Sekretaris Komite Penyelenggara ASG, Bambang Siswanto, mengatakan, tim Indonesia terbentuk melalui seleksi fisik dan peringkat nasional yang dilakukan oleh pengurus induk organisasi cabang olahraga dan Sekolah Khusus Olahraga. Untuk cabang terukur, seperti renang dan atletik, seleksi fisik dilakukan bersamaan dengan kejuaraan nasional.
Seleksi tim renang dilakukan di Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka 2019 yang bergulir di Stadion Akuatik GBK, 1 – 8 Desember 2018. “Atlet-atlet yang mempunyai rekor dan masih sesuai dengan kelompok usia yang kami cari, diajak bergabung dengan ASG,” ujar Bambang yang juga Kepala Bidang Kompetisi Usia Muda Kemenpora.
Tim sepak takraw dipilih berdasarkan hasil Kejuaraan Nasional Antar-PPLP yang bergulir November tahun lalu di Mamuju, Sulawesi Barat. “Pemenang kejuaraan itu adalah tim Jateng. Jadi kami mengajak tim Jateng bersama sejumlah pemain dari daerah lain bergabung,” kata Bambang.
Untuk mencapai target prestasi, atlet-atlet pelajar ini mendapatkan program latihan fisik, teknik, strategi, dan mental. Mereka menjalani pelatnas mulai 29 Juni 2019 di Kota Semarang setelah sebelumnya berlatih di daerah masing-masing.