Gudang Garam Nasional yang dibangun Kementerian Kelautan Perikanan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada 2017, belum berfungsi optimal. Padahal, dengan menerapkan sistem resi gudang, harga garam di tingkat petani dapat dijaga agar tidak anjlok ketika masa panen seperti saat ini.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Gudang Garam Nasional yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada 2017, belum berfungsi optimal. Padahal, lewat penerapan sistem resi gudang, harga garam di tingkat petani dapat dijaga agar tidak anjlok ketika masa panen seperti saat ini.
Gudang Garam Nasional (GGN) merupakan salah satu program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tujuannya sebagai tempat penyimpanan garam petani. Terdapat sejumlah GGN yang tersebar di Cirebon, Indramayu, Karawang, Pati, Brebes, Rembang, Demak, Tuban, Sampang, Pamekasan, Pangkep, Bima, Kupang. Pidie Jaya, Lamongan, Sumenep, Sumbawa, dan Jeneponto.
Di Cirebon, gudang tersebut berada di sekitar tambak garam dan kali, dua kilometer dari Balai Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan. Jalannya sempit, masih berupa batu dan tanah. Bahkan, pembatas jembatan menuju gudang rusak. Pada Kamis (4/7/2019), tidak tampak aktivitas bongkar muat garam di gudang meskipun masa panen telah berlangsung.
Di depan gudang, tampak tumpukan garam yang ditutup terpal. Sementara di dalam gudang berkapasitas 2.000 ton tersebut, tersimpan sekitar 500 ton garam yang dikemas dalam karung. Sejumlah karung bolong sehingga garam di dalamnya mengeras bahkan jatuh ke lantai yang tidak menggunakan alas terpal atau kayu.
Tumpahan oli juga berceceran. Tidak adanya aliran listrik membuat gudang lembab. Alat timbangan dan mesin yang mengangkut karung garam hanya tersimpan di sudut gudang seluas 600 meter persegi itu.
“Semua garam di gudang ini hasil panen saya tahun 2018. Belum ada yang beli. Padahal, harganya sudah turun dari Rp 900 menjadi Rp 600 per kilogram di tingkat petani. Karena lama, garamnya susut 10 persen,” ujar Caridi (67), petani garam sekaligus penjaga gudang.
Semua garam di gudang ini hasil panen saya tahun 2018. Belum ada yang beli. Padahal, harganya sudah turun dari Rp 900 menjadi Rp 600 per kilogram di tingkat petani. Karena lama, garamnya susut 10 persen
Menurut dia, gudang tersebut dibangun di atas tanahnya pada 2017. Pengelola gudang adalah Koperasi Garam Rakyat Muara Jati Cirebon. Gudang itu terintegrasi dengan tambak garam seluas 15 hektar. “Tambak ini juga punya saya. Modalnya saya. Tetapi, ada bantuan terpal (geomembran) dari pemerintah,” lanjutnya.
Rencananya, melalui sistem resi gudang, petani dapat menyimpan garam di gudang dengan biaya Rp 100 per kg selama satu tahun. Saat harga bagus, garam tersebut bisa dijual. Apalagi, saat ini, harga garam di tingkat petani di Cirebon hanya berkisar Rp 500–Rp 300 per kg.
Baca Juga : Harga Garam Anjlok Segera Tetapkan Harga Pokok
Selama ini, petani umumnya menyimpan hasil panennya di gudang yang tidak layak, hanya beralaskan tanah dan dinding bambu yang bocor. Biayanya, Rp 30 – Rp 40 per kg. Bahkan, tidak sedikit petani yang menyimpannya di pinggir jalan atau tambak dan ditutup terpal.
Hingga kini, hanya Caridi yang menyimpan hasil panennya di GGN. “Lokasinya jauh sehingga butuh biaya Rp 100 per kg untuk pengangkutan. Petan lain enggak mau,” ujarnya.
Ketua Koperasi Garam Rakyat Muara Jati Kusnadi mengakui, sistem resi gudang belum berjalan karena belum masuknya aliran listrik ke gudang. “Kami juga tidak punya modal untuk membeli garam petani dengan harga bagus. Pemasaran garam rakyat juga sulit,” ujarnya.
Kepala Bidang Pemberdayaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon Yanto mengklaim, GGN telah beroperasi dan menyerap garam petani. Dari hasil panen lahan integrasi tercatat 824 ton. Sekitar 500 ton tersimpan di gudang.
Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia Jabar Mohammad Taufik menilai, GGN sulit berfungsi optimal. Lokasi gudang, misalnya, berjarak sekitar 35 km dari Pangenan, sentra produksi garam di Cirebon. Hal ini membuat petani menambah ongkos angkut ke gudang.
Di sisi lain, kapasitas gudang hanya 2.000 ton. Sementara tahun lalu, produksi garam di Cirebon mencapai 424.617 ton, atau meningkat dibandingkan tahun 2017, yakni 350.000 ton. “Padahal, GGN seharusnya dapat membantu petani saat harga anjlok dan garamnya menumpuk. Saat ini, masih ada 55.000 ton garam petani menumpuk di Jabar,” ungkapnya.