Hazel Chung Jembatan Kebudayaan Amerika dan Indonesia
›
Hazel Chung Jembatan...
Iklan
Hazel Chung Jembatan Kebudayaan Amerika dan Indonesia
Sebentuk reuni mempertemukan kembali Hazel Chung dan keluarganya dengan sejumlah seniman dan keluarga tokoh seniman Bali. Pertemuan itu berlangsung dalam suasana kekeluargaan yang hangat dan akrab di aula Geria Olah Kreativitas Seni di Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali, Rabu (3/7/3019) malam.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
GIANYAR, KOMPAS – Sebentuk reuni mempertemukan kembali Hazel Chung dan keluarganya dengan sejumlah seniman dan keluarga tokoh seniman Bali. Pertemuan itu berlangsung dalam suasana kekeluargaan yang hangat dan akrab di aula Geria Olah Kreativitas Seni di Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali, Rabu (3/7/3019) malam.
Hazel Chung adalah istri dari Mantle Hood, Direktur Institute of Ethnomusicology di Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat, periode 1956. Bersama suaminya itu, Hazel Chung sejak tahun 1960-an memfasilitasi belasan seniman asal Indonesia, terutama dari Jawa dan Bali.
Seniman dari Indonesia difasilitasi untuk belajar di Amerika Serikat demi memperkaya wawasan berkesenian. Melalui institusinya di Departemen Musik, UCLA, Mantel Hood dan Hazel Chung juga memperkenalkan kesenian Indonesia di Amerika Serikat.
Kedekatan Hazel Chung dan suaminya, Mantle Hood dengan kebudayaan Indonesia tidak terlepas dari ketertarikan keduanya terhadap kesenian dunia, termasuk Indonesia. Mantle Hood pernah belajar karawitan di Indonesia dan Hazel Chung, seorang koreografer dan penari balet, pernah belajar tari di Jawa dan Bali. Hazel Chung bahkan pernah tampil di hadapan Presiden Sukarno yang kemudian memberikan seperangkat gamelan kepada Hazel Chung dan Mantle Hood.
“Peralatan gamelan itu diberikan Bung Karno kepada Mantle Hood dan Hazel Chung sebagai alat pembelajaran musik di UCLA sekaligus untuk mengenalkan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Amerika Serikat,” kata I Made Bandem dalam acara bertajuk “A Tribute to Hazel Chung: Pioneer of Ethnic Dance” di GEOKS Singapadu, Rabu malam.
Bandem adalah satu dari sejumlah seniman Indonesia berbakat yang difasilitasi Mantle Hood dan Hazel Chung untuk belajar di Amerika Serikat pada periode 1968. Selain Bandem dari Bali, terdapat pula seniman Sunda Iim Junaedi, dan Raden Mas Soedarsono dari Jawa.
Peralatan gamelan itu diberikan Bung Karno kepada Mantle Hood dan Hazel Chung sebagai alat pembelajaran musik di UCLA sekaligus untuk mengenalkan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Amerika Serikat
Pengiriman seniman Indonesia ke Amerika Serikat berlanjut. Setelah Bandem dan kawan-kawannya, menyusul seniman asal Indonesia lainnya. Salah satunya, I Wayan Dibia, akademisi dan pendiri GEOKS Singapadu. Dia mengatakan dalam penugasannya untuk menonton pertunjukan seni di Amerika Serikat pada 1980, dia diminta menemui Mantle Hood dan Hazel Chung. Dibia kemudian mendatangi kediaman Mantle Hood dan Hazel Chung.
“Mantle Hood menyarankan saya agar belajar di Amerika Serikat,” kata Dibia dalam testimoninya di GEOKS Singapadu. Mantle Hood kemudian menghubungi pihak Asian Cultural Council yang memfasilitasi Dibia ke Amerika Serikat untuk memberi kesempatan bagi Dibia belajar di UCLA.
Judy Mitoma Susilo menyebutkan, Hazel Chung dan suaminya, Mantle Hood tidak hanya membuka pintu bagi seniman-seniman luar Amerika Serikat untuk belajar di Amerika Serikat namun juga mengenalkan kebudayaan dari luar Amerika Serikat kepada masyarakat Amerika Serikat. Mantle Hood dan Hazel Chung, menurut Judy, membangun komunitas kebudayaan.
Dibia menyatakan Hazel Chung dan Mantle Hood sebagai pembangun jembatan kebudayaan yang memberikan jalan bagi seniman Indonesia untuk menambah pengalaman dan wawasan berkesenian di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat. “Bagi kami, ini adalah jasa besar Mantle Hood dan Hazel Chung,” ujar Dibia.
Maestro
Hazel Chung adalah seniman berbakat. Dalam kurun waktu 1958-1960, menurut Bandem, Hazel Chung mendapatkan beasiswa untuk belajar kesenian Indonesia, khususnya tari Jawa dan Bali, dan sekaligus mendokumentasikan kesenian itu. Ketika berada di Jawa, Hazel Chung belajar dari sejumlah tokoh seni, di antaranya, Pangeran Suryobronto di Sanggar Krido Bekso Wiromo, Yogyakarta.
Bagi kami, ini adalah jasa besar Mantle Hood dan Hazel Chung
Ketika di Bali, Hazel Chung belajar sejumlah tari Bali, di antaranya, tari baris, tari legong, tari oleg, dan tari kebyar duduk. Hazel Chung, menurut Bandem, mendapat guru yang dikenal sebagai maestro tari Bali pada masa itu.
Hazel Chung belajar tari baris dari I Nyoman Kakul di Batuan, Gianyar. Kemudian dia belajar tari legong dari Anak Agung Gde Raka di Puri Saba, Gianyar. Hazel Chung juga mendapat pelatihan dari maestro asal Buleleng, I Gde Manik untuk mempelajari tari kebyar teruna. Di Tabanan, Hazel Chung belajar tari oleg tamulilingan dan tari kebyar duduk dari legenda oleg, I Ketut Maria.
“Hazel Chung belajar langsung dari guru yang luar biasa di zaman itu,” ujar Bandem.
Kesempatan belajar
Hazel Chung menyebutkan kesempatannya belajar dari tokoh-tokoh tari Bali itu tidak lepas dari peran Anak Agung Made Djelantik dari Puri Karangasem. Hazel Chung menyatakan Djelantik sebagai figur yang menarik dan kawan baik. Keluarga Djelantik, menurut Hazel Chung, sudah menjadi keluarganya pula.
Ketika saya pertama kali melihat Hazel Chung menarikan tari panji semirang di pendopo Bali Hotel Denpasar (sekarang gedung Jaya Sabha), saya menyaksikan seorang penari yang cantik dan mengagumkan
Putri Djelantik, Anak Agung Ayu Bulan Trisna Djelantik mengingat Hazel Chung sebagai penari yang berbakat. “Ketika saya pertama kali melihat Hazel Chung menarikan tari panji semirang di pendopo Bali Hotel Denpasar (sekarang gedung Jaya Sabha), saya menyaksikan seorang penari yang cantik dan mengagumkan,” kata Trisna Djelantik dalam reuni yang digagas Made Mantle Hood, putra Hazel Chung.
Suasana akrab dan intim di GEOKS Singapadu, Rabu malam, semakin terasa ketika Bandem mengundang Hazel Chung untuk bersama-sama menarikan tari baris. Tari baris, menurut Bandem, adalah tari dasar dalam tarian Bali dan Hazel Chung sudah menguasai tari baris. Hazel Chung dan Bandem menarikan tarian baris sedangkan Dibia mengiringi dengan memainkan gamelannya.
“Menari adalah persembahanku,” kata Hazel Chung menjelang berakhirnya reuni yang mempertemukan kembali Hazel Chung dan keluarganya dengan seniman dan keluarga seniman di Bali, Rabu malam. Hazel Chung juga menerima piagam tanda apresiasi dari Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Wayan Adnyana.