Warga Desa Sebubus, Kecamatan Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, masih mempertahankan lahan pertanian seluas 655 hektar. Lahan ini pernah ditawar perusahaan untuk dialihfungsikan jadi perkebunan sawit, tetapi ditolak.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
Warga Desa Sebubus, Kecamatan Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, masih mempertahankan lahan pertanian seluas 655 hektar. Lahan ini pernah ditawar perusahaan untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit, tetapi ditolak. Bagi mereka, menanam komoditas akan lebih bermanfaat bagi warga sekitar.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Wancik tampak sibuk menyambut kedatangan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan Bupati Banyuasin Askolani, Senin (1/7/2019). Di bawah terik matahari, dia mengoordinasi semua warga untuk menyambut pejabat tinggi daerah tersebut.
Desa Sebubus berada di lokasi perairan yang hanya bisa ditempuh dengan menggunakan kapal cepat. Butuh waktu satu jam untuk tiba di desa tersebut. Kedatangan para pejabat ke desa ini untuk melakukan penanaman perdana padi program SERASI, yakni program bantuan dari Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
Wancik tampak antusias karena lahan sawah yang digarapnya bersama warga ini akhirnya mendapatkan bantuan dari pemerintah. ”Ini bantuan pertama yang kami dapatkan sejak desa ini berdiri,” ujar Wancik. Desa Sebubus terbentuk sekitar tahun 1950, jauh sebelum adanya program transmigrasi di wilayah Banyuasin sekitar tahun 1980.
Selama ini, Desa Sebubus terbilang ”terasingkan” karena tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Itu karena desa ini tidak berstatus desa transmigrasi. ”Kami benar-benar membangun lahan persawahan dengan dana sendiri,” ucap Wancik.
Akibat infrastruktur yang terbatas, lanjut Wancik, petani di desa ini hanya panen satu kali per tahun dengan produktivitas paling banyak 3 ton per hektar. Itu karena di masa kekeringan, kondisi lahan sangat kering, sedangkan saat musim hujan, sungai meluap dan akhirnya lahan sawah pun terendam. Kontur lahan yang juga tidak stabil menyulitkan air masuk dan keluar secara baik.
Kami benar-benar membangun lahan persawahan dengan dana sendiri.
Kondisi ini membuat petani harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satunya adalah menjadi buruh panen di tempat lain. Bahkan, ujar Wancik, ada perusahaan yang menawarkan untuk mengalihfungsikan lahan sawah menjadi perkebunan sawit. ”Di Kecamatan Air Kumbang, hanya desa ini yang masih ada lahan untuk pertanian,” ucapnya.
Namun, ujar Wancik, petani memutuskan untuk tetap mempertahankan lahan pertaniannya karena menurut warga, beras akan lebih dibutuhkan dibandingkan kelapa sawit. ”Untuk itu, kami tetap bertahan menanam padi walau hasilnya sedikit,” katanya. Padahal, lahan pertanian ini memiliki air yang melimpah karena tepat berada di aliran anak Sungai Musi.
Petani bukan tanpa halangan, serangan hama dan tingkat keasaman air yang tinggi membuat hasil produksi tidak optimal. Belum lagi, serangan hama tikus dan wereng.
”Tingkat keberhasilan produksi sekitar 70 persen per hektar. Ini tergolong baik di tengah kendala yang kami hadapi saat ini,” kata Wancik.
Berbuah manis
Kesabaran petani itu akhirnya berbuah manis. Kementerian Pertanian memberikan bantuan program SERASI kepada petani yang tetap berkomitmen mempertahankan lahan pertaniannya itu. Wancik mengatakan, pemerintah memberikan bantuan sekitar Rp 4,3 juta per hektar untuk pembangunan infrastruktur dan pengelolaan tanah pertanian.
Kami berkomitmen untuk tetap mempertahankan lahan pertanian yang tersisa.
Kepala Desa Sebubus Salman HS menerangkan, dari 16 desa yang ada di Kecamatan Air Kumbang, hanya Desa Sebubus yang mempertahankan lahan pertaniannya. Bahkan, dari total luas Desa Sebubus sekitar 4.000 hektar, hanya 655 hektar yang murni lahan sawah. ”Sisanya juga telah menjadi lahan perkebunan plasma perusahaan,” katanya.
Bahkan, sebelum ada bantuan SERASI, pihak perusahaan pernah menawarkan warga untuk mengalifungsikan lahan pertaniannya menjadi perkebunan. ”Namun, kami berkomitmen untuk tetap mempertahankan lahan pertanian yang tersisa,” kata Salman.
Bantuan program SERASI memperkuat posisi petani untuk mempertahankan lahan pertaniannya. Sejumlah bantuan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan pertanian diterima sejak Maret 2019. Hasilnya cukup bagus, dari 655 hektar yang menerima bantuan, sekitar 550 hektar yang masuk program IP 300 (tiga kali tanam). ”Lahan pertanian ini dikelola oleh 13 kelompok tani,” lanjutnya.
Selain pembenahan lahan pertanian, ucap Salman, petani juga mendapatkan bantuan empat pompa berkapasitas 2.500 meter kubik per jam untuk mengalirkan air dari sungai ke lahan pertanian, begitu pula sebaliknya. Dengan bantuan ini, diharapkan produktivitas lahan pertanian meningkat.
”Di lahan reguler, produktivitas lahan hanya sampai 4 ton per hektar. Dengan program ini, diharapkan dapat meningkat hingga 7 ton per hektar,” ucap Salman.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Antoni Alam menuturkan, Sebubus menjadi salah satu desa yang mendapatkan bantuan program SERASI. Sumsel mendapatkan jatah 200.000 hektar dengan dana sekitar Rp 800 miliar. ”Bantuan ini disebar ke sembilan kabupaten di Sumsel,” katanya.
Namun, dalam pelaksanaannya, sejumlah kendala ditemukan, terutama keterbatasan alat. Jumlah ekskavator yang disediakan untuk membangun infrastruktur sawah seluas 200.000 hektar hanya ada 102 unit, 90 unit di antaranya berukuran besar.
”Jumlah tersebut tentu tidak akan cukup, apalagi semua pengerjaan harus selesai minggu ketiga bulan Juli ini,” katanya. Namun, pemerintah akan tetap mengerjakan program tersebut.
Menurut dia, keberadaan program SERASI diharapkan dapat mendongkrak produktivitas lahan persawahan yang ada di Sumsel. Tahun ini, pemerintah menargetkan peningkatan produktivitas hingga 5,6 juta ton gabah kering panen atau meningkat 10 persen dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu.
Kepala Bidang Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel Ilfantria menyebutkan, hingga 2017, luas penggunaan lahan sawah di Sumsel mencapai 739.395 hektar. Dari jumlah tersebut, sekitar 64.500 hektar yang sudah tiga kali tanam. ”Selain menanam padi, petani juga menanam komoditas lain, seperti palawija dan buah-buahan,” katanya.
Ia pun optimistis, target tersebut bisa tercapai lantaran ada beberapa petani yang memutuskan untuk mengubah lahan perkebunan karet menjadi lahan persawahan karena dianggap lebih menguntungkan.
Gubernur Sumsel Herman Deru menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah agar tidak lagi memberikan izin untuk perluasan lahan perkebunan dan lebih fokus meningkatkan produktivitas lahan pertanian. ”Pembenahan harus dilakukan mulai dari hulu hingga hilir, bahkan sampai pascapanen,” katanya.
Ini termasuk untuk meningkatkan peranan tenaga pendamping pertanian agar dapat memberikan bimbingan bagi petani terkait bagaimana memperlakukan lahan pertanian sehingga produktivitas meningkat.