Buya Syafii Maarif mengimbau elite politik untuk tidak berpuas diri sebagai politisi. Mereka harus bertransformasi menjadi negarawan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Buya Syafii Maarif mengimbau elite politik untuk tidak berpuas diri sebagai politisi. Mereka harus bertransformasi menjadi negarawan.
Hal itu disampaikan Buya ketika menjadi pembicara dalam diskusi panel bertajuk Perenungan Situasi Saat Ini dan Membayangkan Masa Depan Indonesia, di Jakarta, Kamis (4/7/2019). Diskusi ini merupakan rangkaian dari kegiatan Yayasan Upaya Indonesia Damai dengan tema besar ”Merajut Masa Depan Indonesia”.
Presiden World Conference on Religion for Peace ini memulai paparannya dengan menyayangkan tidak terpilihnya anggota Komisi XI DPR, Eva Kusuma Sundari, sebagai anggota DPR periode 2019-2024. Buya menilai, Eva merupakan salah satu politisi yang berpikir jernih. ”Tetapi kalah dalam pemilu kali ini. Inilah dinamika politik,” katanya.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menyatakan, bangsa ini berproses menjadi Indonesia. Pada saat bersamaan, masih ada gangguan dari ideologi transnasional yang diimpor dari negara yang mendekati bangkrut. Celakanya, lanjutnya, ideologi itu terbilang laku di Indonesia.
Menurut dia, penganut ideologi inilah yang sering mencampurbaurkan agama dalam politik praktis. ”Meminta kepada Tuhan, eh, ternyata Tuhan diam saja. Di dalam Al Quran, Tuhan hanya akan hadir jika diundang dengan perbuatan yang baik,” ucapnya.
Kalau yang waras diam, nanti yang tidak waras yang akan memimpin.
Oleh karena itu, tokoh bangsa yang lahir di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, ini meminta politisi agar naik kelas. Bukalah semua topeng kemunafikan dan berbicara secara terus terang. Pada saat bersamaan, ia meminta kepada ”mayoritas diam” agar turut berbicara. Para pemimpin agama diminta keluar dari rumah ibadah masing-masing dan mengabarkan nilai agama yang universal. ”Kalau yang waras diam, nanti yang tidak waras yang akan memimpin,” katanya.
Kepada presiden terpilih di Pemilu 2019, Joko Widodo, ia berharap agar memahami betul kebinekaan dan mewujudkan sila kelima Pancasila, yang selama ini cenderung ditelantarkan.
Eva yang hadir di forum swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil itu menyatakan, dirinya menerima kekalahan di Pemilu 2019. Setidaknya, ujarnya, dirinya telah meninggalkan warisan di daerah pemilihannya. Sejumlah praktik baik di bidang pertanian telah diberikan Eva kepada ibu-ibu di Jawa Timur, tempat dia maju sebagai calon anggota DPR.
Eva berpendapat, transformasi menuju perbaikan harus dimulai dari diri sendiri. Dalam batas tertentu, lanjutnya, penganut paham radikal gagal melakukan itu. Hal ini disebabkan ajaran radikal tidak membuat orang menjadi lebih baik, sebaliknya malah mendatangkan kerusakan.
Ia menekankan, untuk melakukan perubahan, butuh multi-kecerdasan. Sebagai politisi, dia merasa sudah punya cukup nyali untuk melakukan itu. Namun, nyali tanpa ilmu sama saja dengan ngawur. Atas dasar itulah dia melakukan pendampingan di wilayah tempat dia terpilih. Presenter kawakan Muhammad Farhan yang lolos ke Senayan berjanji kepada Buya bahwa dirinya akan menjadi negarawan.