Butuh Modifikasi Alat Tanam Jagung Sesuai Karakteristik Lahan di NTB
›
Butuh Modifikasi Alat Tanam...
Iklan
Butuh Modifikasi Alat Tanam Jagung Sesuai Karakteristik Lahan di NTB
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Petani menginginkan adanya alat tanam jagung yang dimodifikasi sesuai dengan karakteristik tanah lahan kering yang mendominasi lahan tadah hujan di Provinsi Nusa Tenggara Barat di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Saat ini penanaman benih jagung dan biji-bijian dilakukan dengan menugal lahan dan menyedot banyak tenaga kerja.
Banyak alat tanam jagung, kedelai, dan lainnya yang dijual umumnya digunakan untuk tanah sawah. Kami ingin supaya ada alat tanam biji-bijian yang didesain untuk lahan kering, seperti kebanyakan lahan di Pulau Sumbawa.
”Banyak alat tanam jagung, kedelai, dan lainnya yang dijual umumnya digunakan untuk tanah sawah. Kami ingin supaya ada alat tanam biji-bijian yang didesain untuk lahan kering, seperti kebanyakan lahan di Pulau Sumbawa,” ujar Supranto.
Menurut Supranto, pemilik 3 hektar ladang yang rutin ditanami tanaman biji-bijian seperti kacang hijau, kedelai, dan kacang tanah di Desa Semamong, Kabupaten Sumbawa, dengan adanya alat tanam benih jagung seperti speed planters, pekerjaan menggarap lahan lebih mudah serta efisien tenaga kerja dan biaya proses produksi.
Akan tetapi, karena ketiadaan alat tanam, proses pengolahan tanah dilakukan secara manual, yaitu menggunakan tenaga manusia untuk mencangkul tanah sebelum ditanami, menugal, dan membersihkan lahan.
Pada musim tanam jagung tahun 2019, upah tenaga kerja dipukul rata Rp 150.000 per orang per hari, atau naik dari Rp 75.000 per orang per hari. Padahal, untuk aktivitas menanam pada lahan seluas 3 hektar memerlukan tenaga sekitar 10 orang. Ongkos itu belum termasuk sarapan dan makan siang bagi pekerja.
Dari ongkos proses produksi itu dan harga jagung per Juni ini, kata Supratno, masih ada sedikit keuntungan. Namun, nilainya sangat mepet dengan biaya proses produksi.
Perolehan keuntungan akan lebih baik jika harga jagung kering panen mencapai Rp 4.000 per kilogram. Saat ini, harga jagung kering panen di pasar jagung di Kabupaten Sumbawa mencapai Rp 3.600 per kg, atau naik dari Rp 2.800 per kg.
”Kalau ada alat tanam benih, biaya proses produksi bisa ditekan, terutama ongkos tenaga kerja yang paling banyak menyedot biaya,” ujar Supratno yang berharap harga jagung Rp 4.000 per kg dalam musim panen pada akhir tahun ini.
Kalau ada alat tanam benih, biaya proses produksi bisa ditekan, terutama ongkos tenaga kerja yang paling banyak menyedot biaya.
Kepala Dinas Pangan Kabupaten Sumbawa Safrudin mengatakan, dengan lahan yang begitu luas, NTB memiliki potensi besar di sektor pangan. Potensi itu tidak hanya meningkatkan produksi pangan lokal, tetapi juga berkontribusi besar dalam upaya menuju kedaulatan pangan. Namun, perlu diingat struktur ekonomi masyarakat adalah ekonomi agraris yang menyedot banyak tenaga kerja.
Demikian juga kondisi alam NTB merupakan tantangan besar bagi petani untuk terus bisa mendapatkan kebutuhan hidup. Misalnya, ketika musim hujan, petani menanam jagung di ladang karena tanamannya cukup mendapat pengairan dari air hujan. Sebaliknya menjelang musim kemarau, petani biasanya melakukan budi daya jagung dengan menyewa lahan yang berdekatan dengan sungai.
”Air sungai itu disedot dengan menggunakan mesin pompa air untuk mengairi tanaman jagung,” kata Safrudin.
Air sungai itu disedot dengan menggunakan mesin pompa air untuk mengairi tanaman jagung.
Kepala Dinas Pertanian NTB, Husnul Fauzi, mengatakan, alat tanam benih jagung dan biji-bijian perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi tanah di lahan tadah hujan. Terlebih sentra budidaya jagung di Pulau Sumbawa, termasuk di Pulau Lombok bagian selatan, umumnya tanah ladang yang kering, bebatuan, dan sulit mendapatkan air pada musim kemarau.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan adanya alat tanam benih yang dapat mempercepat dan mempermudah penanaman benih jagung, yang pada akhirnya bisa meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Produksi jagung NTB sebesar 2,2 juta ton pada 2018, sedangkan target pada 2019 sebesar 2,4 juta ton.