PALEMBANG, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang, Sumatera Selatan, menolak nota keberatan eksepsi penasihat hukum kelima terdakwa kasus tindak pidana pemilu yang merupakan Komisioner KPU Palembang. Eksepsi terdakwa dinilai tidak cermat. Dengan penolakan ini, sidang pun dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan dari saksi.
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Kota Palembang membacakan dakwaan di mana kelima terdakwa dinilai telah melanggar Pasal 554 dan 510 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Ursula Dewi, salah satu jaksa, mengatakan, kelimanya diduga telah melakukan pelanggaran dengan tidak memastikan kecukupan surat suara sehingga banyak tempat pemungutan suara (TPS) yang kekurangan surat suara. Dari hasil penghitungan, setidaknya terdapat kekurangan 7.210 surat suara di 70 TPS. Sebanyak 70 TPS itu tersebar di lima kelurahan di Kecamatan Ilir Timur II Palembang.
Atas dakwaan tersebut, Rusli Bastawi, tim kuasa hukum kelima terdakwa Rusli Bastawi, menyampaikan eksepsi (nota keberatan) bahwa penyelidikan perkara yang disampaikan jaksa ini sudah kedaluwarsa.
Berdasarkan Pasal 484 No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, seharusnya proses penyelidikan perkara tindak pidana pemilu harus sudah diputus selambat-lambatnya lima hari sebelum penetapan perolehan suara nasional.
Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum kelima terdakwa menilai kasus tersebut sudah kedaluwarsa. Menurut dia, penetapan suara nasional sudah diputuskan KPU RI pada 21 Mei. Tidak hanya itu, putusan juga sudah disampaikan Mahkamah Konstitusi. ”Dengan kondisi ini, terjadi kedaluwarsa perkara. Wewenang jaksa untuk melakukan tuntutan pun gugur,” kata Rusli.
Selain itu, pelimpahan berkas pun sudah melebihi ketentuan di mana tenggat waktu yang ditetapkan selama 14 hari. Namun, penyidik Penegakan Hukum Terpadu (Gapkkumdu) Polresta Palembang baru menyerahkan ke Kejaksaan Negeri Palembang pada 19 Juni sejak pelaporan dari Bawaslu Palembang pada 23 Mei. ”Itu berarti pelimpahan sudah melebihi batas waktu yang ditentukan,” ungkap Rusli.
Selain itu, menurut Rusli, kasus ini juga bukanlah tindak pidana. Berdasarkan Pasal 91 peraturan KPU RI Nomor 3 Tahun 2019, rekomendasi PSL seharusnya dilakukan pada saat pemungutan suara sedang berlangsung, yakni pada 17 April 2019. Namun, Bawaslu baru mengeluarkan rekomendasi pada 21 April 2019.
Ketua Majelis Hakim Erma Suharti bersama Hakim Anggota Sobur Susatyo dan Mulyadi menilai eksepsi yang disampaikan kurang cermat, dan semua eksepsi pun ditolak. ”Dengan demikian, sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi,” kata Erma.
Erma menargetkan, sidang dapat diselesaikan pada Kamis (11/7/2019). Atas hasil ini, Rusli menanggapi menghormati keputusan majelis hakim. Menurut rencana, mereka akan menghadirkan lima saksi, dua di antaranya saksi ahli.
Sementara itu, tim jaksa Kejari Palembang Yulianti Ningsih mengatakan, keberatan yang disampaikan terdakwa tidak masuk dalam ruang lingkup eksepsi. Menurut dia, penyelesaian berkas penyelidikan dinilai sudah tepat waktu. Yulianti menambahkan, terdakwa tidak menghitung hari libur yang dilalui sepanjang proses penyelidikan berlangsung.
Di sisi lain, ucap Yulianti, obyek yang didakwakan terkait warga yang kehilangan hak suaranya. ”Untuk itu, kami menolak eksepsi yang diutarakan terdakwa,” katanya.
Dari pihak jaksa, akan dihadirkan 33 saksi dan 2 saksi ahli. Mereka adalah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, Panitia Pemilihan Kecamatan, Bawaslu, dan sejumlah warga. ”Saksi ahli adalah ahli tata negara dan ahli hukum pidana,” ungkapnya.