Kemarau Lebih Kering, Risiko Kebakaran Lahan Meningkat
›
Kemarau Lebih Kering, Risiko...
Iklan
Kemarau Lebih Kering, Risiko Kebakaran Lahan Meningkat
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musim kemarau tahun ini terpantau lebih kering dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sehingga meningkatkan risiko kekeringan dan kebakaran lahan. Sejumlah daerah terpantau mengalami kekeringan parah, padahal musim kemarau belum mencapai puncak.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah yang telah mengalami kekeringan, yaitu sejumlah wilayah di Jawa dan Madura bagian selatan. Sedangkan, berdasarkan monitoring hari tanpa hujan, terdapat potensi kekeringan meteorologis di sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan kriteria panjang hingga ekstrem. Sejumlah daerah tersebut dalam kategori awas kekeringan karena tidak hujan lebih dari dua bulan dan diperkirakan tidak akan hujan dalam 10 hari ke depan.
"Data hingga akhir Juni terindikasi musim kemarau lebih kering dari tahun lalu, tetapi belum sekering 2015," kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto, di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Waspada
Saat ini, 37 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 63 persen wilayah masih musim hujan. Wilayah yang telah memasuki kemarau meliputi Aceh bagian Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan bagian selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur bagian selatan, Maluku, dan Papua bagian selatan.
Saat ini, 37 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau dan 63 persen wilayah masih musim hujan.
"Masyarakat dihimbau waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, berkurangnya ketersediaan air tanah, dan kebakaran lahan," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal.
Kebakaran hutan dan lahan telah terjadi di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan, beberapa di antaranya cenderung meluas. Cuaca yang panas membuat proses pemadaman kian sulit.
Di Aceh misalnya, sepekan terakhir kebakaran hutan dan di sejumlah kabupaten meluas. Hingga kemarin sedikitnya 39,5 hektar lahan terbakar, beberapa di antaranya adalah lahan gambut yang telah ditanami sawit oleh warga.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang Zakaria Ahmad mengatakan, angin yang berembus kencang juga mempercepat pergerakan api.
Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah juga mulai meluas. Di Desa Taruna dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, lahan seluas 10 hektar terbakar. Petugas membutuhkan empat hari untuk mengendalikan api.
Dari data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Provinsi Kalteng menunjukkan sedikitnya terjadi 64 kejadian kebakaran sejak Januari. dari 64 kejadian terdapat 112,4 hektar hutan dan lahan terbakar.
Di Desa Sungai Segajah Jaya, Rokan Hilir, Riau lahan seluas 60 hektar terbakar. Di Jambi, lebih dari 45 hektar lahan terbakar, lebih dari 77 persen di kebun masyarakat dan sisanya di hutan. Ancaman kebakaran, terutama di Kabupaten Merangin dan Batanghari, meningkat. "Daerah-daerah itu tak diguyur hujan selama 21-30 hari," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Sultan Thaha Jambi, Kurnianingsih.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana memfokuskan upaya antisipasi kebakaran lahan di enam provinsi dengan kawasan gambut yang luas. Enam provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.