Kualitas dan Distribusi Beras Jadi Titik Berat Bulog
›
Kualitas dan Distribusi Beras ...
Iklan
Kualitas dan Distribusi Beras Jadi Titik Berat Bulog
Dalam meraih pasar dalam program BPNT, kesinambungan antara kualitas dan pemahaman Bulog terkait selera beras KPM di daerah setempat menjadi kunci. Dampaknya, Bulog mesti menyerap gabah yang sesuai kualitas dengan selera pasar tersebut.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Program bantuan pangan nontunai atau BPNT memberikan keleluasaan bagi konsumen dalam memilih beras. Oleh sebab itu, kualitas dan distribusi beras menjadi titik berat bagi Perum Bulog yang baru saja mendapatkan akses 100 persen pada suplai BPNT dari Kementerian Sosial.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi, langkah Kementerian Sosial meminta Bulog memasok semua kebutuhan beras dalam program BPNT merupakan kemajuan dalam struktur perberasan nasional dari hulu ke hilir. "Namun, ada pekerjaan rumah teknis bagi Bulog untuk memahami selera konsumen BPNT. BPNT memberikan \'kuasa\' bagi konsumen untuk memilih beras yang hendak dibeli," katanya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Dalam program BPNT yang dicanangkan sejak 2017 secara bertahap, setiap keluarga penerima manfaat (KPM) mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah Rp 110.000 per bulan melalui rekening bank. Mereka bisa membelanjakan uang itu menggunakan kartu uang nontunai di E-warong untuk membeli beras saja, telur saja, atau keduanya.
Hal ini berbeda dengan program beras sejahtera (rastra) yang menjadi mekanisme penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) sebelum ada BPNT. Dalam program rastra, Bulog menyalurkan CBP sekitar 230.000 ton tiap bulan langsung kepada seluruh keluarga penerima manfaat bantuan sosial. Artinya, KPM sebagai konsumen tidak memiliki pilihan beras lain selain Bulog.
Pemahaman konsumsi
Dalam meraih pasar dalam program BPNT, Bayu berpendapat, kesinambungan antara kualitas dan pemahaman Bulog terkait selera beras KPM di daerah setempat menjadi kunci. Dampaknya, Bulog mesti menyerap gabah yang sesuai kualitas dengan selera pasar tersebut.
Saat ini, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, penyerapan gabah menjadi prioritas Bulog. "Kami akan menggiling (gabah) sesuai dengan permintaan E-warong, baik dari segi kualitas maupun waktu sehingga E-warong bisa mendapatkan beras yang segar karena baru digiling. Kami juga siapkan ragam rasa dan tekstur beras agar sesuai dengan selera pasar. Paling tidak, kami memiliki beras pulen dan beras pera," tuturnya, Jumat.
Pada dasarnya, beras yang disalurkan lewat BPNT berupa CBP berkualitas premium. CBP yang berasal dari pengadaan dalam negeri tahun ini menjadi prioritas. Untuk memberikan variasi pilihan beras pada konsumen, mekanisme pengolahan beras Bulog menjadi ujung tombak.
Serapan lokal
Saat ini, Tri mengatakan, Bulog tengah mengadakan rakor teknis dengan kepala-kepala divisi regional yang jadi penopang penyerapan dan penyaluran di daerah. Idealnya, terutama di daerah sentra-sentra produksi, beras yang disalurkan untuk BPNT berasal dari serapan gabah lokal.
Stok CBP yang ada di Bulog saat ini 2,4 juta ton. Dalam program BPNT, Bulog akan menyalurkan 750.000 ton beras sepanjang Juli-Desember 2019. Adapun berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada 18 Juni 2019, jumlah serapan dalam negeri CBP mencapai 676.501 ton setara beras.
Diapresiasi dunia usaha
Para pelaku dalam mata rantai perberasan, selain Bulog, mengapresiasi langkah Kementerian Sosial memberikan akses pasok 100 persen pada Bulog. Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdullah Mansuri, pedagang beras di pasar tidak keberatan karena mayoritas proporsi penjualan mengandalkan konsumen di luar KPM.
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi berpendapat, kehadiran Bulog dalam menyalurkan beras pada program BPNT penting dari perspektif ketahanan pangan nasional. Apalagi di hulu, Bulog memiliki tanggung jawab untuk menyerap gabah/beras dalam negeri sehingga ada jaminan harga di tingkat petani.
"Terkait dengan pemasok di luar Bulog yang sempat berperan dalam program BPNT, Bulog dapat bersinergi untuk kerja sama fasilitas perberasan dengan pemasok lain," katanya.
Kementerian Sosial memang memberi akses pasok beras 100 persen dalam program BPNT kepada Bulog. Namun, tetap ada ruang bagi pemasok beras lain jika Bulog mengizinkan atau memiliki kebijakan tertentu.
Sebelum Bulog mendapatkan akses pasok 100 persen, mayoritas beras dalam program BPNT disuplai oleh pelaku perberasan lain. Pengelola E-warong juga dapat leluasa membeli beras di pedagang-pedagang setempat.
Pada Mei 2019, pemerintah sempat memutuskan Bulog mendapatkan akses pasok sebesar 70 persen demi menjaga perputaran beras bulog yang berdampak pada penyerapan. Namun, belum ada mekanisme teknis yang menyertai.
Setelah mendapatkan akses pasok 100 persen, Tri berencana menggaet penyuplai beras lain untuk bekerja sama dalam distribusi BPNT. "Kami tidak mungkin melepaskan mereka begitu saja. Setelah kami pelajari, ternyata pemasok beras BPNT selama ini sebagian besar merupakan mitra kami," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung memperbolehkan gerai ritel Bulog yang bernama Rumah Pangan Kita menjadi penyalur beras BPNT asalkan mengintegrasikan sistemnya dengan perbankan anggota Himpunan Bank Negara. Hal ini utamanya diterapkan di daerah-daerah yang belum memiliki E-warong.