Minggu, 4 Juli 1976, tercatat sebagai salah satu hari istimewa bagi warga Amerika Serikat. Saat itu, mereka merayakan 200 tahun kemerdekaannya (Kompas, 5/7/1976) dari Inggris yang mulai menguasai Virginia, tanah jajahan (koloni) pertama, 13 Mei 1607.
Koloni Inggris kemudian meluas hingga Georgia sebagai koloni ke-13 yang mulai dikuasai pada 1732. Amerika pada awalnya terbentuk oleh 13 koloni ini, yang lalu mengembangkan sistem ekonomi dan sistem politik demokratis tersendiri yang terpisah dari Inggris.
Pertikaian antara Inggris dan para koloni Amerika memicu Revolusi Amerika. Pada 4 Juli 1776, delegasi 13 koloni Inggris satu suara memproklamasikan kemerdekaan, yang menjadi awal berdirinya Amerika Serikat setelah mengalahkan Inggris dalam Perang Revolusi—perang kemerdekaan pertama yang berhasil mengalahkan imperium Eropa (JP Greene dan JR Pole, ed., A Companion to the American Revolution, 2008, hlm 352-361).
Sungguh bisa dimengerti mengapa ada jutaan orang turun ke jalan-jalan di AS, sekitar empat dekade lalu. Dua abad kemerdekaan itulah yang dirayakan dengan sangat meriah oleh rakyat AS pada 4 Juli 1976 atau 43 tahun lalu. Pada Kamis (4/7/2019) kemarin, AS berusia 243 tahun atau 7 tahun lagi akan berusia 250 tahun.
Kala itu band-band berbaris, lonceng di seantero Amerika dibunyikan, mesiu dibakar dalam bentuk kembang api dengan jumlah yang sudah jauh lebih banyak daripada yang dihabiskan selama perang yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan. Dua abad sebelumnya, kemerdekaan terjadi setelah 13 koloni menyetujui deklarasi kemerdekaan di Philadelphia (Kompas, 5/7/1976).
Saat perayaan 200 tahun kemerdekaan Amerika itu, di New York ada sekitar 5 juta orang berjejer di sepanjang tepi Sungai Hudson. Mereka menonton parade 225 kapal laut dari 35 negara, yang dipimpin 16 kapal layar besar. Warga AS merayakan kemerdekaannya dengan sukacita. Namun, euforia tidak membuat mereka lupa kepada Tuhan-nya, dengan mengumandangkan semboyan negaranya: In God We Trust. Pada Tuhan Kami Percaya. (CAL)