JAKARTA, KOMPAS — Seni merupakan salah satu wahana bagi anak-anak dengan gangguan spektrum autisme untuk mengekspresikan maupun mengendalikan emosi mereka. Melalui pameran bertajuk “Warna-Warni Duniaku” masyarakat diajak turut serta merayakan kekayaan alam pikiran dan luapan perasaan mereka.
Pameran diadakan di Bentara Budaya Jakarta yang dibuka pada Kamis (4/7/2019). Ada 86 lukisan, gambar, dan prakarya ragam medium yang merupakan karya 53 anak dan orang (usia 8-28 tahun) dengan gangguan spektrum autisma (GSA).
“Banyak kesalahpahaman di masyarakat yang mengira bahwa anak dengan GSA antisosial sehingga mereka disisihkan dari pergaulan,” kata Ketua Yayasan Autisma Indonesia (YAI) Melly Budhiman. Padahal, anak-anak dengan GSA tetap membutuhkan perhatian, hanya saja mereka tidak bisa menunjukkannya, baik secara mimik wajah, kata-kata, maupun gestur tubuh.
Banyak kesalahpahaman di masyarakat yang mengira bahwa anak dengan GSA antisosial sehingga mereka disisihkan dari pergaulan.
Melalui seni, anak dengan GSA memiliki kesempatan untuk mengeluarkan khayalan serta aspirasi yang ada di dalam benak mereka. Oleh sebab itu, ketika orangtua melihat anak memiliki bakat tertentu, jangan segan untuk memotivasinya agar mendalami seni rupa, musik, olahraga, serta berbagai aktivitas lainnya.
“Kegiatan ini tidak hanya membantu membuat anak dengan autisma tidak stres, tetapi juga belajar menyampaikan pikiran mereka,” ujar Melly.
Salah satunya adalah Audrey (17) yang memamerkan tiga lukisannya. Ketika ditanya, ia menjawab sedang senang menggambar gadis-gadis dengan penampilan yang modis.
Menurut Cisca Angesti, ibu Audrey, hal ini karena puterinya sedang mengalami masa puber. Ia gandrung berdandan serta melihat berbagai penampilan remaja yang modis lalu dituangkan di atas kanvas dengan cat akrilik.
“Audrey mulai belajar menggambar di usia 5 tahun sebagai terapi motorik. Dulu tangannya memegang pensil saja tidak bisa,” kenang Cisca.
Awalnya, Audrey menggambar titik-titik, lagu garis, kemudian bulatan-bulatan. Setelah itu, ia mulai menyambungkan semuanya. Tidak lama setelah itu, tembok rumah mulai dipenuhi coretan. Melihat Audrey ketagihan menggambar, Cisca dan suaminya sepakat mendatangkan guru les.
Pertama-tama Audrey menggambar menggunakan media kertas dan krayon. Setelah itu, guru lesnya mengolah kemampuan Audrey agar berpindah media ke kanvas dan cat akrilik. Ternyata, bakat Audrey berkembang pesat. Kanvas demi kanvas dilukis dengan warna-warni ceria.
Melalui lukisan pula Audrey bisa mengemukakan pikirannya dalam tulisan. “Perlahan, saya dan suami meminta Audrey menuliskan kisah lukisannya. Sekarang, setelah melukis, ia juga menambahkan keterangan sebanyak satu paragraf tentang cerita atau pun alasannya membuat lukisan,” kata Cisca.
Sekarang, setelah melukis, ia juga menambahkan keterangan sebanyak satu paragraf tentang cerita atau pun alasannya membuat lukisan.
Pendampingan
Dalam acara itu turut hadir Duta Autisma Indonesia Muhammad Farhan yang menjelaskan kepada para pengunjung pameran bahwa anak-anak dengan GSA adalah bagian dari keragaman di masyarakat. Hendaknya orangtua jangan malu atau pun khawatir karena dengan pendampingan yang baik, mereka juga akan tumbuh dan berkembang dengan optimal menurut cara mereka sendiri.
Aktris Ferina Widodo yang juga memiliki anak dengan GSA menuturkan, pencarian minat anak membutuhkan waktu karena berbeda dengan anak-anak lain, anak dengan GSA membutuhkan waktu untuk menyerap informasi dan mengembangkan kesabaran sampai benar-benar terlihat tertarik pada satu atau beberapa jenis keterampilan. Ketika sudah ditemukan hal yang mereka suka, perhatian akan tersedot ke sana.
“Putera saya menemukan minatnya di bidang peternakan sehingga akhirnya diterima di sekolah vokasi IPB University yang khusus untuk mahasiswa berkebutuhan khusus,” ujarnya.
Putera saya menemukan minatnya di bidang peternakan sehingga akhirnya diterima di sekolah vokasi IPB University.
Melly mengimbau orangtua agar mawas diri melihat tumbuh kembang anak. GSA mulai terlihat sejak anak masih bayi, salah satu tandanya ialah bayi tidak responsif ketika dibelai atau digelitik. Ketika sedang menyusu ia juga tidak melihat ibunya.
Adapula bayi yang tumbuh kembang seperti biasa, namun ketika mencapai usia 2-3 tahun terlihat penurunan menjadi tidak komunikatif. “Apabila ada tanda seperti itu, segera periksakan ke dokter untuk melihat kemampuan mengalami GSA. Jangan ditunda sampai anak berusia 4-5 tahun. Semakin dini intervensi, semakin baik perkembangan anak bisa diusahakan,” tuturnya.