DKI Pakai Hasil Uji Emisi untuk Tentukan Tarif Parkir Kendaraan
›
DKI Pakai Hasil Uji Emisi...
Iklan
DKI Pakai Hasil Uji Emisi untuk Tentukan Tarif Parkir Kendaraan
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewacanakan penerapan tarif parkir dengan biaya tinggi bagi kendaraan bermotor yang tidak memenuhi ambang batas emisi gas buang. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas udara di DKI Jakarta yang kian buruk.
Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Agung Pujo Winarko mengatakan, pencemaran udara di Jakarta, 75 persen disebabkan oleh transportasi darat. Adapun kendaraan bermotor masih menjadi penyumbang tertinggi polusi udara yang berperan signifikan merusak kualitas udara Jakarta.
"Salah satu upaya yang dilakukan adalah uji emisi. Tujuannya, untuk mengetahui agar kendaraan yang beroperasi di Jakarta memenuhi ambang baku yang sudah ditetapkan," kata Agung, pada Sabtu (6/7/2019), di Jakarta.
Ambang baku batas emisi kendaraan bermotor yang layak beroperasi di DKI Jakarta diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2008 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Dalam aturan itu, disebutkan secara detail batas normal ambang baku emisi kendaraan bermotor yang layak beroperasi.
Agung menambahkan, Pemprov DKI Jakarta mewacanakan untuk mengintegrasikan aplikasi E-Uji Emisi dengan sistem parkir di Jakarta. Ke depan, tarif parkir yang dikenakan kepada kendaraan bermotor yang belum lulus uji emisi lebih tinggi dari tarif parkir normal. "Sistem ini akan kami integrasikan dengan sistem perparkiran. Nanti, akan ketahuan mobil yang mau parkir sudah lulus uji emisi atau belum," kata Agung.
Namun, sebelum wacana ini direalisasikan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta masih fokus menyediakan infrastruktur pendukung berupa bengkel uji emisi. Saat ini baru ada 155 bengkel yang terintegrasi dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Jumlah itu masih kurang dibandingkan jumlah kendaraan beroda empat di DKI Jakarta yang sudah mencapai sekitar 3,5 juta unit. Artinya, Pemprov DKI Jakarta masih kekurangan 778 bengkel.
Hal itu karena dengan jumlah kendaraan beroda empat yang mencapai 3,5 juta unit dan waktu uji emisi yang harus dilakukan dua kali dalam setahun, maka setiap tahun uji emisi akan dilakukan sebanyak 7 juta kali.
"Kami akan bekerja sama dengan SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) yang memiliki bengkel isi angin untuk menjadi pelaksana uji emisi. Artinya, jika kebijakan ini mau dilakukan secara massal, tata cara pelaksanaan uji emisi harus terlebih dahulu dipermudah," ujar Agung.
Tugas bersama
Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, menambahkan, pencemaran terbesar udara Ibu Kota adalah partikulat (PM 2,5) mikron yang selain bersumber dari kendaraan bermotor, juga oleh asap cerobong industri, debu konstruksi pembangunan infrastruktur, dan kegiatan domestik lain. Oleh karena itu, memperbaiki kualitas udara Jakarta adalah tugas bersama seluruh warga Jakarta.
Hal yang bisa dilakukan bersama, yaitu mengubah gaya hidup dengan beralih dari kendaraan pribadi untuk menggunakan transportasi publik, seperti MRT, Transjakarta dan Kereta Rel Listrik. Semua transportasi itu juga sudah terintegrasi dengan Jak Lingko, sehingga kian memudahkan masyarakat.
"Masyarakat juga dapat menggalakan penggunaan sepeda dan berjalan kaki. Apalagi pedestrian di Jakarta sudah dibenahi," kata Andono.