Gambus Rasa Milenial
Kepopuleran grup musik Sabyan menjadi modal untuk merambah layar lebar. Grup idola baru beraliran gambus itu menjajal peruntungan melalui film ”Sabyan Menjemput Mimpi”.
Kepopuleran grup musik Sabyan menjadi modal untuk merambah layar lebar. Grup idola baru beraliran gambus itu menjajal peruntungan melalui film Sabyan Menjemput Mimpi. Jatuh bangun Sabyan dituturkan dengan nafas pencarian jati diri musisi-musisi muda meramu karya.
Gambus kembali menyeruak di belantara musik pop, jazz, dan dangdut berkat Sabyan. Sejak didirikan tahun 2015, grup itu berhasil mencuri perhatian dengan video yang ditonton hingga ratusan juta kali per lagu. Sabyan menjadi fenomenal dengan aliran yang tak lazim ditekuni musisi belia.
Basis fans yang meledak menarik minat Millennial Pictures memproduksi film tentang Nissa (vokal), Anis (vokal latar), Ayus (kibor), Tebe (biola), Kamal (darbuka), dan Owan (perkusi). Mereka berperan dengan nama masing-masing dalam Sabyan Menjemput Mimpi.
Film ini mengisahkan enam sekawan meniti tangga kesuksesan. Nissa sebagai ikon pop Sabyan menjadi fokus. Siswi sekolah menengah kejuruan itu tinggal di rumah susun bersama Baba (Dicky Candra), Ibu (Cici Tegal), dan kakaknya, Iin (Aquino Umar).
Nissa dan sahabat-sahabatnya yang senang bermain musik gambus kerap berlatih, diwarnai bermacam konflik. Ayus yang kelewat serius sebagai pemimpin, Nissa terlambat datang latihan hingga enam jam, dan para personel grup Sabyan yang pontang-panting memenuhi undangan dadakan.
Di sekolah, taksir-taksiran segitiga antara Nissa, Dimas (Shandy William), dan Olala (Shenina Cinnamon) membumbui jalan cerita. Guru Nissa yang tengil (Tarsan) dan fans berat Sabyan, Ndut Kece (Meni Agus Nori), sesekali menyelingi alur film dengan humor.
Film itu pun sarat dengan pesan bijak bagi generasi muda, seperti Nissa yang membayar iuran sekolah sendiri dan menyerahkan honor menyanyi kepada orangtuanya. Tergambar pula kegigihan Sabyan merebut pasar serta tanggung jawab sebagai pemusik sekaligus pelajar.
Kisah lintang pukang Sabyan meraih impian juga beririsan dengan fiksi. Produser Sabyan Menjemput Mimpi, Putut Widjanarko, tak menyangkal jika film tersebut diwarnai dengan beragam pendramaan. ”Perkembangan Sabyan dari nol hingga sekarang diangkat dengan dramatisasi di sana-sini,” ujarnya saat penayangan perdana film itu di Jakarta, akhir Juni lalu.
Perkembangan Sabyan dari nol hingga sekarang diangkat dengan dramatisasi di sana-sini.
Jika diibaratkan novel, Sabyan Menjemput Mimpi tergolong teenlit atau cerita ringan remaja. Linear, tetapi semangat untuk memanggungkan grup pelantun lagu religi yang jarang dilirik anak muda dan sukses tetap perlu mendapat apresiasi.
Sekretaris Umum Lembaga Seni Kasidah Indonesia (Laski) DKI Jakarta Ahmad Supandi menyambut baik kehadiran Sabyan di belantika musik Indonesia. ”Saya ingin menggambuskan Indonesia. Tentu saya senang dengan adanya Sabyan. Gambus jadi ada penerusnya,” ujarnya di Jakarta, Rabu (3/7/2019).
Menurut Supandi, saat awal dirinya bermusik, orkes gambus hanya sedikit. Supandi yang juga pimpinan orkes gambus Arrominia mendirikan grup musiknya pada tahun 1993. ”Sejak tahun 2000, alhamdulillah gambus kian diminati khalayak. Anak SMP (sekolah menengah pertama) saja bermain gambus,” ujarnya.
Lebih pop
Namun, menurut anggota Bidang Pelestarian dan Pemberdayaan Lembaga Kebudayaan Betawi itu, Sabyan tak sepenuhnya beraliran gambus. ”Kalau saya simak, lebih berat ke pop. Tapi, banyak orang memandang Sabyan tetap gambus karena lagu-lagunya berbahasa Arab. Enggak apa-apa,” lanjutnya.
Supandi mengungkapkan, gambus bisa dianggap murni jika dilengkapi suara oud—semacam gitar, tetapi tanpa grip dan berbadan lebar—gendang dumbuk serta tamborin. ”Instrumen-instrumen itu harus ada. Kalau tidak, belum bisa disebut gambus,” ucapnya.
Berdasarkan buku Gambus Citra Budaya Melayu yang ditulis Musmal dan diterbitkan Media Kreatifa tahun 2010, sebutan untuk musik itu berasal dari instrumen Timur Tengah. Gambus adalah alat musik petik tanpa fret dengan tiga pasang senar dan satu dawai bas.
Koloni Hadramaut bermunculan dengan pesat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, pada abad ke-19. Nilai-nilai budaya tradisi gambus pun terbentuk dari percampuran artistik Melayu dan Arab. Gambus asli dimainkan ansambel kecil yang terdiri atas empat hingga tujuh orang dan duduk di lantai.
Pergumulan batin mengenai aliran musik tak pelak menjadi aksen dalam Sabyan Menjemput Mimpi. Ayus, misalnya, mengakui kegelisahan tentang corak musik Sabyan. ”Sekarang malah banyak yang meragukan jati diri kami. Yang sering nyinyir. Nama grup Sabyan Gambus, tetapi musiknya enggak gambus lagi,” katanya.
Ayus juga menyadari bahwa pilihannya akan mengundang pro dan kontra khalayak. Dia bahkan menyatakan kebingungannya. ”Gua juga sempat bete (kesal). Sabyan mau dibawa ke mana, tetapi ngapain juga kita dengar pernyataan negatif,” lanjutnya.
Tak urung pula, Anis mengutarakan keresahannya terhadap tanggapan sebagian publik mengenai gaya pakaian yang dikenakan Sabyan. ”Banyak juga yang complain (mengomentari) fashion kami. Kalian gambus, tetapi penampilannya kayak gitu,” ucapnya dalam film tersebut.
Selera muda
Sabyan berlalu dan tancap gas. Maka, musik mereka disesuaikan dengan selera anak muda lewat gambus rasa milenial. Ditambah paras Nissa yang imut-imut, Sabyan dengan cerdik memanfaatkan media sosial untuk menayangkan beberapa videonya.
Ayus bersyukur Sabyan bisa merangkul tua dan muda dengan gaya musik sendiri. Sabyan pun maju lantaran orisinalitasnya. Berdasarkan laman Youtube, subscriber (pengguna internet yang mengikuti perkembangan video) Sabyan kini mencapai 5,72 juta pengakses.
Meski memerankan diri sendiri, kepiawaian para musisi itu beradu akting cukup mengejutkan sebagai debutan. Mereka dengan luwes bergaya di depan kamera. Nissa, misalnya, memainkan perannya sebagai gadis lincah dan sedikit bawel dengan natural.
”Senang, deg-degan, dan enggak nyangka. Kami berharap Sabyan Menjemput Mimpi bisa menginspirasi. Banyak pesan yang bisa diambil penonton,” ujar Nissa.
Sudah pasti film itu disemarakkan lagu-lagu yang didendangkan Sabyan, seperti ”Ya Maulana”, ”Allahumma Labbaik”, dan ”El Oum”.
Film berdurasi sekitar 1,5 jam itu diakhiri ucapan terima kasih Sabyan kepada penggemarnya. Nissa menutup adegan terakhir dengan asa yang menyala-nyala. ”Bang Ayus, mimpi kita berikutnya go international, kan,” seru Nissa, diamini rekan-rekannya.