Petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, membutuhkan kepastian penyelesaian perbaikan irigasi Gumbasa. Target perampungan perbaikan irigasi hingga kini selalu meleset.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS - Petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, membutuhkan kepastian penyelesaian perbaikan Saluran Irigasi Gumbasa. Target perampungan perbaikan irigasi itu hingga kini selalu meleset.
Dalam rencana awal pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, perbaikan Saluran Irigasi Gumbasa tahap pertama sepanjang 7 kilometer di Kecamatan Gumbasa rampung pada April lalu. Perbaikan itu untuk memenuhi kebutuhan 1.700 hektar sawah.
Akan tetapi, target itu meleset. Setelah itu gagal terpenuhi, ditetapkan target penyelesaian pada Mei. Sebulan berlalu dari target yang ditetapkan, pengerjaan masih belum mengalami perkembangan signifikan.
Pantauan pada Sabtu (6/7/2019), perbaikan baru sepanjang tak lebih dari 200 meter dari bendungan. Sepanjang sekitar 70 meter alur irigasi rampung dibangun, mulai dari lantai, dinding dan jalur air di dalamnya. Sisanya pekerja yang berjumlah tak lebih dari 50 orang masih mengecor lantai dan merangkai besi rangka.
"Sampai sekarang kami bingung entah kapan selesai perbaikannya. Kami butuh kepastian karena irigasi ini sangat penting bagi kami. Kami minta pemerintah fokus dan serius," kata Edison (45), petani Desa Kalawara, Kecamatan Gumbasa, Sigi, Sabtu.
Edison menyatakan komitmen pemerintah mempercepat perbaikan irigasi sangat diragukan. Itu terlihat dari sangat sedikitnya pekerja yang terlibat. "Bayangkan untuk perbaikan irigasi besar pekerja tak sampai 100 orang. Jika hal ini tak alami perubahan, bukan tak mungkin perbaikan baru selesai tahun depan," ucapnya.
Saluran Irigasi Gumbasa rusak parah karena gempa pada 28 September 2018 lalu. Badan irigasi terbongkar bahkan putus di banyak titik karena gerakan tanah. Saluran irigasi tersebut sepanjang 36 km dari Sigi hingga Kota Palu yang menjangkau 7.000 hektar sawah.
Karena saluran tak berfungsi, petani mengolah sawah mereka dengan menanami tanaman musiman, terutama jagung. Saat ini, penanaman jagung memasuki siklus tanam kedua.
Edison menyampaikan, saat musim kemarau datang jagung atau tanaman musiman praktis tak bisa ditanami lagi. Sawah pasti akan ditelantarkan. "Sumber utama ekonomi kami hancur," ucapnya.
Sekretaris Jenderal Pasigala Center, konsorsium lembaga sipil untuk pengawasan penanganan bencana di Sulteng, Andika menyampaikan, pemerintah terkesan tak memiliki rencana jelas terkait penanganan pascabencana. Banyak pekerjaan strategis meleset dari target awal.
Sebelumnya pembangunan hunian sementara meleset jauh dari target semula pada Desember atau tiga bulan pascabencana. Faktanya hanya sedikit hunian sementara yang jadi dan dihuni sesuai target tersebut.
"Kami meminta pemerintah mengevaluasi proyek-proyek strategis pascabencana dan menyampaikan secara jujur kepada masyarakat kendalanya. Ini penting agar masyarakat tak kehilangan kepercayaan," katanya.
Saat dikonfirmasi, Rudy, anggota Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Sulteng mengakui target paling realistis rampungnya perbaikan irigasi tahap pertama sekitar Oktober. Selama ini, pekerjaan belum bisa dikebut karena terkait klaim asuransi.
Sekarang, klaim asuransi tersebut sudah diurus. Dengan demikian, pekerjaan ke depan bisa dikebut. Kucuran dana klaim asuransi ditambah anggaran kementerian diharapkan mampu memperlancar pekerjaan.
Selain perbaikan sepanjang 7 km, kata Rudy, perbaikan bagian lain dikerjakan bersamaan. Ini untuk mempercepat selesainya perbaikan saluran irigasi yang keseluruhannya harus rampung tahun depan.