Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 7 di Serang, Banten, memasuki tahap akhir dan diharapkan lebih cepat dibandingkan target semula. PLTU berkapasitas 2.000 megawatt (MW) itu bagian dari program pembangkit listrik 35.000 MW.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
SERANG, KOMPAS - Pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU Jawa 7 telah memasuki tahap akhir. Hal itu ditandai dengan peresmian terminal batubara untuk memperlancar suplai batubara ke mesin pembangkit listrik.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat PT PLN (Persero) Haryanto WS, mengatakan, peresmian terminal batubara tersebut merupakan tahap penting dalam pengoperasian PLTU Jawa 7. Dengan beroperasinya terminal tersebut, kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik dipastikan tersedia.
"Kita harapkan dengan dioperasikannya dermaga ini, maka target operasi PLTU Jawa 7 secara komersial (COD) yang semula sesuai kontrak pada April 2020 bisa kita majukan menjadi Oktober 2019," kata Haryanto, dalam peresmian terminal batubara PLTU Jawa 7, Jumat (5/7/2019), di Serang, Banten.
PLTU Jawa 7 yang berkapasitas 2x1000 megawatt (MW) tersebut merupakan bagian dari program pembangkit listrik 35.000 MW. PLTU tersebut dioperasikan oleh PT Shenhua Guohua Pembangkit Jawa Bali, perusahaan patungan antara Shenhua Guohua dengan porsi 70 persen dan Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBi) dengan porsi 30 persen. Mulai dibangun pada Agustus 2017, saat ini kemajuan konstruksi pembangunan pembangkit unit 1 telah mencapai 99,08 persen.
Di Indonesia, PLTU Jawa 7 akan menjadi PLTU batubara terbesar dan pertama yang menggunakan teknologi ultra super critical yang lebih ramah lingkungan. Dengan bahan bakar batubara berkalori rendah antara 4.000 sampai 4.600 kilo kalori per kilogram, dua unit pembangkit PLTU 7 beroperasi akan mengkonsumsi sekitar tujuh juta ton batubara per tahun bila sudah beroperasi 2 unit.
Haryanto memastikan PLTU Jawa 7 akan menjadi unit pertama pembangkit dengan kapasitas 1.000 MW yang akan beroperasi dalam sistem Jawa Bali. Jika beroperasi lebih cepat, listrik yang dihasilkan akan diprioritaskan untuk mendukung beban puncak listrik Jawa-Bali yang akhir tahun ini menjadi 28.000 MW, naik dari tahun lalu sebesar 27.000 MW. Nantinya daya pembangkit akan disalurkan untuk memperkuat sistem interkoneksi Jawa-Bali melalui jaringan Suralaya-Balaraja 500 kiloVolt (kV).
“Selama ini Jawa Barat dan Banten kan menerima transfer dari wilayah timur sekitar 2.500 MW. Maka dengan ini transfer dari timur bisa berkurang,” kata Haryanto. Jika unit pertama beroperasi Oktober, operasi unit kedua diperkirakan pada Januari 2020.
Direktur Utama PT PJB Iwan Agung F menambahkan, sebagai pembangkit pertama di Indonesia dengan teknologi ultra super critical, pihaknya juga menyiapkan 80 orang sebagai operator bersertifikat. Total investasi pembangunan PLTU dan berbagai prasarana penunjangnya memerlukan investasi sekitar Rp 26 triliun.
“Karena teknologi baru, efisiensinya tinggi, dan kapasitas besar, sehingga bisa membuat harga jual listrik ke PLN murah yakni 4,2 sen dollar AS per kWh (kilowatt hour),” kata Iwan.
Terminal batubara yang diresmikan terletak sekitar 4 kilometer dari PLTU Jawa 7 yang berada di pinggir laut. Dermaga dapat disandari 2 tongkang batubara berbobot mati 14.000 DWT.
Sementara itu, sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, sejak program embagkit listrik 35.000 MW dicanangkan pada awal 2015, kini yang telah beroperasi adalah 3.617 MW atau sekitar 10 persennya. Dari jumlah itu, 62 persennya berasal dr pembangkit milik PT PLN dan 38 persen oleh IPP (independent power producer) atau non PLN.
Sampai akhir tahun ini dijadwalkan ada enam pembangkit yang akan beroperasi secara komersial (COD). Lima diantaranya adalah proyek IPP dan satu oleh T PLN dengan total kapasitas adalah 2.161,5 MW. (NAD)