Riana A Ibrahim, Rini Kustiasi dan Sharon Patricia
·3 menit baca
Masyarakat ikut bertanggung jawab pada kualitas hasil seleksi calon pimpinan KPK. Partisipasi masyarakat dalam proses seleksi dibutuhkan.
JAKARTA, KOMPAS - Masyarakat ikut bertanggung jawab atas kualitas hasil seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga perlu berpartisipasi dalam mengawasi dan menelusuri rekam jejak para calon. Pada saat bersamaan, Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK juga harus serius menjadikan masukan publik sebagai salah satu alat seleksi agar mampu menghasilkan pimpinan KPK yang bisa memperkuat pemberantasan korupsi.
Pendaftaran untuk calon pimpinan (capim) KPK 2019- 2023 telah ditutup pada 4 Juli 2019. Sebanyak 384 orang sudah mendaftar. Dari jumlah itu, akademisi dan advokat mendominasi profesi pendaftar. Selanjutnya, hingga 10 Juli 2019, Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK akan menyeleksi kandidat secara administrasi. Nama calon yang lolos tahapan ini akan diumumkan pada 11 Juli.
Sejalan dengan pengumuman itu, anggota Pansel Capim KPK 2019-2023, Hendardi, di Jakarta, Jumat (5/7/2019), menuturkan, pansel juga mulai menurunkan tim untuk melacak rekam jejak calon yang lolos seleksi administrasi. Pelacakan dilakukan menggandeng berbagai instansi dan mewawancara orang-orang di lingkungan kerja yang bersangkutan.
Saat itu, publik juga bisa memberikan masukan atas calon-calon yang diumumkan. Masukan itu dapat disampaikan melalui situs khusus atau melalui surat elektronik. Saluran ini akan disampaikan bersamaan dengan pengumuman calon yang lolos seleksi administrasi.
”Masukan positif dan negatif diterima. Silakan bagi masyarakat. Apa pun yang masuk akan kami catat dan jadi pertimbangan menentukan kandidat,” kata Hendardi.
Selain itu, untuk memberikan ruang partisipasi masyarakat, Pansel Capim KPK juga sedang mendesain tahap uji publik untuk menguji kapabilitas sosok yang layak menjabat sebagai komisioner KPK. Uji publik ini akan menjadi tahapan baru dalam proses seleksi capim KPK.
Menurut Ketua Pansel Capim KPK 2019-2023 Yenti Garnasih, pansel masih mempertimbangkan konsep uji publik, apakah berupa wawancara terbuka dengan melibatkan panelis atau media dan publik yang hadir boleh bertanya. Yenti memastikan, masyarakat tetap akan terlibat apa pun format uji publik yang nantinya disepakati. Tahapan uji publik ini akan diikuti calon yang sudah lolos uji kompetensi, psikotes, dan profile assesment.
Kolaborasi masyarakat
Beberapa elemen masyarakat sipil juga mulai menyiapkan kerja kolaborasi untuk mengawasi capim KPK. Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, yang juga tergabung dengan Koalisi Masyarakat Sipil, kolaborasi ini selalu dilakukan dalam setiap seleksi capim KPK yang digelar empat tahun sekali.
Koalisi Masyarakat Sipil akan menggunakan tiga indikator dalam menelusuri rekam jejak calon, yakni meliputi kapasitas, integritas, dan komitmen memperkuat KPK. Penelusuran ini tidak hanya dilakukan berbasis data, tetapi juga menurunkan orang-orang ke lapangan secara langsung.
Pelibatan publik dalam menelaah rekam jejak dan integritas capim KPK dinilai perlu menjadi tumpuan panitia seleksi untuk menemukan kandidat yang paripurna.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril, saat dihubungi dari Jakarta, mengatakan, masukan publik adalah temuan paling riil. Ini karena uji integritas yang dilakukan oleh publik sifatnya tidak hanya formal, tetapi juga informal, dan menguak lebih dalam karakter capim KPK secara sosial.
”Yang dinilai dari sisi integritas dan track record (rekam jejak) adalah hal-hal yang melampaui catatan-catatan hukum. Di sini, letak partisipasi masyarakat sangat penting untuk menggali integritas dan rekam jejak calon. Keterangan yang sifatnya informal dari publik justru harus diperkuat oleh pansel dan dijadikan titik tumpu dalam menilai rekam jejak dan integritas calon,” kata Oce.
Pansel juga didorong aktif mendengarkan masukan publik, tidak hanya menunggu kiriman surat atau telepon dari publik dalam tahapan uji publik capim KPK.
Sementara itu, dari sisi visi pemberantasan korupsi, capim KPK ke depan diharapkan punya komitmen kuat, baik di penindakan maupun pencegahan. Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, menuturkan, meski pencegahan lebih baik daripada penindakan, hal ini tidak berarti penindakan dapat diabaikan. KPK tetap perlu memimpin urusan penegakan hukum atas kasus korupsi.