MA Bebaskan Remaja Korban Pemerkosaan Kakak Kandung
›
MA Bebaskan Remaja Korban...
Iklan
MA Bebaskan Remaja Korban Pemerkosaan Kakak Kandung
Aktivis perempuan di Jambi mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Muara Bulian terkait remaja korban pemerkosaan yang dilepaskan dari jerat hukum akibat aborsi. Keputusan itu dinilai mencerminkan keadilan bagi anak-anak korban kekerasan seksual.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Aktivis perempuan di Jambi mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Muara Bulian terkait remaja korban pemerkosaan yang dilepaskan dari jerat hukum akibat aborsi. Keputusan itu dinilai mencerminkan keadilan bagi anak-anak korban kekerasan seksual.
”Keputusan MA (Mahkamah Agung) memperkuat kepercayaan masyarakat mendapatkan keadilan bagi para korban pemerkosaan,” kata Zubaidah, juru bicara Save Our Sisters, jaringan aktivis perempuan dan anak di Jambi, Minggu (7/7/2019).
Lewat hakim tunggal Agung Sumardijatmo, MA menolak kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Muara Bulian, Jambi. Keputusan itu terkait kasus WA (16), pelajar SMP yang diperkosa oleh kakak kandungnya, AR (18), di Desa Pulau, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi.
Hasoloan dari Humas Pengadilan Tinggi Jambi mengatakan, dengan ditolaknya isi kasasi, berarti WA dinyatakan terbebas dari jerat hukum. ”Putusan MA ini sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jambi pada WA tahun 2018 lalu,” ujarnya.
Kasus pemerkosaan terhadap WA terkuak setelah ditemukan jasad bayi di sebuah kebun sawit di desa itu, Juni 2018. Setelah ditelusuri, jasad bayi diketahui milik WA dan AR.
Diduga mengaborsi bayinya, WA divonis 6 bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian. Karena tidak terima hukuman tersebut, kalangan aktivis pun mendesak naik banding.
Hasil banding menyebutkan, pengadilan tinggi menyatakan WA bersalah karena mengaborsi anak yang dikandungnya dari pemerkosaan oleh kakak kandungnya. Namun, atas berbagai pertimbangan, majelis hakim melepaskan WA dari segala jerat hukum.
Mengetahui putusan banding itu, jaksa kembali mengajukan kasasi. Pekan lalu, MA memutuskan menolak kasasi tersebut.
”Kami berharap ini menjadi pelajaran berharga bagi penegak hukum di Jambi untuk meningkatkan perspektif perlindungan terhadap anak perempuan korban perkosaan yang berhadapan dengan hukum,” katanya.
Ida menambahkan, meski WA dilepaskan dari jerat hukum, ia sebenarnya telah menjalani hukuman tersebut di Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Anak Muara Bulian. Terkait itu, pihaknya mendesak tanggung jawab pemerintah untuk pemulihan hidup WA.
Kami berharap ini menjadi pelajaran berharga bagi penegak hukum di Jambi untuk meningkatkan perspektif perlindungan terhadap anak perempuan korban perkosaan yang berhadapan dengan hukum.
Berdasarkan data lembaga Ombudsman Jambi, kekerasan seksual paling mendominasi di antara beragam jenis kasus kekerasan di Jambi. Pada 2018, dari total 347 kasus yang terdata, lebih dari setengahnya merupakan bentuk kekerasan seksual. ”Ada 173 kasus terekam sebagai bentuk kekerasan seksual pada 2018 lalu,” kata Shopian Hadi dari Humas Ombusdman Jambi.
Bentuk kekerasan lain berupa kekerasan psikis 141 kasus, fisik 99 kasus, penelantaran 13 kasus, dan lainnya 14 kasus. Sejak 2015 hingga 2019, kekerasan seksual pada anak mencapai 505 kasus dari total 739 kasus kekerasan terhadap anak yang terlaporkan. Kasus lain berupa kekerasan fisik, eksploitasi, psikis, hingga perdagangan anak.