Menyesap Rasa Ternate
Jika berkunjung ke Ternate, jangan lewatkan kesempatan menyesap papeda yang dipadu dengan aneka sayur sedap, sambal, dan ikan. Kalau itu masih belum cukup, ada gohu ikan, sashimi ala Ternate. Semuanya tidak dimakan dengan nasi, tetapi dengan kasbi, pisang, dan talas.
Kunjungan pertama saya ke kawasan Maluku, tepatnya ke Ambon, beberapa waktu lalu, menyisakan penyesalan karena tidak sempat mencicipi papeda, menu khas setempat. Ketika datang kesempatan kedua kembali ke Maluku, kali ini di Ternate, Maluku Utara, mencicipi papeda menjadi prioritas utama.
Mencicipi kuliner lokal adalah bagian dari upaya mengenal budaya dan kehidupan orang setempat. Misalnya, di Ternate, sumber utama karbohidratnya adalah singkong, sagu, dan pisang.
Tepung sagu dan tepung singkong dapat diolah menjadi papeda yang oleh orang setempat disebut popeda. Kedua jenis tepung itu juga dapat diolah menjadi sagu lempeng yang penampilannya seperti lembar-lembar roti tawar, hanya saja teksturnya keras.
Untuk merasakan menu andalan Ternate, kami pergi ke Rumah Makan Popeda Kie Raha yang berlokasi di belakang terminal di sebelah Pasar Gamalama. Di sini, berjajar warung makan dengan menu hampir sama. Ada pula yang menawarkan ikan bakar.
Penyajian menunya mirip seperti di rumah makan padang. Berbagai masakan dikeluarkan. Total, saya hitung ada 16 mangkok berisi aneka sayur matang, lalapan, ikan, dan sambal di atas meja.
Itu belum termasuk wadah besar untuk menampung kasbi alias singkong, pisang, dan talas rebus. Masih ada lagi tiga panci berisi tiga macam kuah, yakni kuah kuning, kuah soro, dan kuah bening.
Papeda ditempatkan di baskom terpisah. Cara memindahkannya ke piring dengan menggunakan dua stik bambu atau sumpit. Caranya, papeda yang seperti lem itu diambil dengan kedua stik lantas digulung-gulung agar terpisah dari bagian lainnya.
Pakai tangan
Gunawan, orang lokal yang menemani kami selama di Ternate, lantas memberi contoh cara yang benar makan papeda. Menurut dia, meski teksturnya lunak, makan papeda tidak boleh memakai sendok, tetapi menggunakan tangan.
Pisahkan sejumlah papeda yang ingin disantap dengan jari telunjuk dan jempol. Kedua jari membentuk gerakan seperti memotong-motong. Potongan papeda tadi lantas disorongkan ke mulut dan dihirup.
”Tidak boleh dikunyah, langsung telan,” kata Gunawan.
Saya pun mencobanya dan gagal dalam percobaan pertama. Baru pada percobaan berikutnya berhasil. Sementara itu, rekan saya tetap nekat makan papeda dengan menggunakan sendok yang ternyata memang lebih repot dan butuh waktu lebih lama.
”Papeda yang tadi dimakan dari kasbi atau singkong. Kasbi diparut lantas dipisahkan antara air dan ampasnya. Setelah beberapa jam, tertinggal endapan, airnya dibuang. Endapan ini lantas disiram air panas, jadilah popeda,” kata Suryati, pemilik rumah makan.
Papeda ini sebelumnya diberi salah satu jenis kuah, sesuai selera. Kuah soro berisi ikan julung bakar dengan rasa pedas segar. Ada pula kuah bening yang warnanya seperti kuah sayur asam berisi terong dan tulang ikan tuna. Sementara, kuah kuning yang lebih kental berisi ikan dasar dengan bumbu kunyit dan kemiri.
Selain papeda, sumber karbohidrat dalam menu ini adalah singkong atau kasbi, talas, dan pisang. Kadang-kadang digunakan pula ubi jalar atau patata. Bahan-bahan ini sejak dulu kala secara alami memang banyak tumbuh di daerah ini. Pisang yang digunakan sebagai ”nasi” biasanya dari jenis mulut bebek, pisang sepatu, atau pisang raja.
Pisang, kasbi, dan keladi terlebih dulu direbus bersama santan yang diberi gula dan garam yang memberi rasa gurih. Ada juga yang merebusnya tanpa santan.
Pisang mulut bebek ini biasanya juga dimakan bersama sambal. Pisang diiris tipis-tipis lantas digoreng. Sebagai teman adalah kacang tanah goreng. Berbagai tempat wisata di Ternate biasanya menyediakan menu pisang, sambal, dan kacang ini.
Jangan lupa untuk memadukannya dengan sayur. Kebanyakan ditumis, seperti sayur garu yang merupakan tumisan kangkung dan bunga pepaya. Ada pula, sayur ulek-ulek yang berisi irisan timun, kacang panjang, dan terong. Ada pula tumis daun singkong, bunga pepaya, dan irisan jantung pisang.
Jika ingin yang segar, tersedia pula lalapan terong, kacang panjang, mentimun, dan kecipir rebus. Pilihan ini bisa dipadukan dengan berbagai sambal, seperti sambal mentah, sambal kelapa (semacam sambal urap), sambal kacang, dan sambal goreng.
Sashimi Ternate
Menu lain yang menarik adalah gohu ikan. Sesuai namanya, gohu ikan yang artinya ikan mentah, menu ini memang menyajikan ikan mentah ala sashimi. Sebenarnya, tidak benar-benar mentah karena irisan daging ikan mentah kemudian disiram dengan minyak matang yang membuatnya matang.
Kami mencicipi menu ini di Warung Makan Barokah di depan Pelabuhan Dufa-dufa di dekat Pasar Gamalama; di deretan RM Popeda Kie Raha juga banyak disediakan menu gohu ikan. Kali ini, gohu yang disajikan terbuat dari ikan cakalang.
Menurut Uti, pemilik warung makan, membuat gohu sebenarnya mudah sekali. Daging ikan dipotong kecil-kecil, lalu diberi garam dan perasan jeruk nipis. Siapkan irisan bawang merah dan rica nona alias cabai rawit, sisihkan sebagian dalam keadaan mentah. Sisanya digoreng dengan banyak minyak. Hasil gorengan bawang dan cabai ini kemudian dituangkan ke atas potongan ikan. Campurkan dengan irisan bawang, cabai mentah, dan gilingan kasar kacang tanah goreng.
Gohu ikan menyisakan rasa segar karena tidak dimasak langsung di atas api, tetapi hanya disiram minyak berbumbu sehingga rasa amisnya hilang. Gohu ikan biasanya disantap bersama papeda, kasbi, dan pisang rebus.
”Kalau ada hajatan, biasanya orang-orang bikin gohu untuk dimakan bersama. Masakan ini paling laku diserbu. Nelayan juga biasanya bikin gohu untuk makan di tengah laut,” ungkap Uti, pemilik warung makan.
Rasanya memang sedaaaaaap!