Nilai ekspor di Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari hingga Mei 2019 naik drastis jika dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ekspor mencapai 652,37 juta dollar AS, atau melonjak hingga 66,5 persen. Meski demikian, besarnya ekspor didominasi sektor tambang dan hanya sebagian kecil sumbangan komoditi hasil bumi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Nilai ekspor di Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari hingga Mei 2019 naik drastis jika dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ekspor mencapai 652,37 juta dollar AS, atau melonjak hingga 66,5 persen. Meski demikian, besarnya ekspor didominasi sektor tambang dan hanya sebagian kecil sumbangan komoditi hasil bumi.
Data Badan Pusat Statistik Sultra menunjukkan, nilai ekspor pada Januari hingga Mei 2019 naik 66,5 persen jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Angka ekspor pada 2018 adalah 392,16 juta Dollar, sementara pada 2019 mencapai 652,37 juta Dollar. Volume eskpor juga meningkat dari 3,9 juta ton pada 2018, menjadi 4,7 juta ton di 2019.
“Naik signifikan kalau melihat data ini. Secara umum Sultra surplus. Apalagi impor turun 21,32 persen di periode yang sama. Pada 2018 nilai impornya sebesar 323,63 juta dollar AS, sementara di 2019 sebesar 254,65 juta dollar AS,” kata Kepala BPS Sultra Mohammad Edy Mahmud, di Kendari, Senin (8/7/2019).
Menurut Edy, ekspor terbesar Sultra sebagian besar dikirim ke tiga negara, yaitu Tiongkok, India, dan Taiwan. Pangsa pasar ekspor tiga negara ini mendominasi sebesar 95,93 persen dengan Tiongkok berada di urutan pertama sebesar 78,72 persen. Selain tiga negara ini, sejumlah komoditas juga dikirim ke dua negara lainnya, yaitu Korea Selatan dan Amerika serikat.
Terkait komoditas, tambah Edy, besi dan baja berada di tingkat pertama dengan nilai mencapai 505,13 juta dollar. Angka ini naik drastis 96,55 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 257 juta dollar. Setelahnya di urutan kedua menyusul komoditi bijih, kerak dan abu logam sebesar 131,77 juta dollar. Nilai ini juga naik sebesar 20,20 persen dari sebelumnya yang sebesar 113,44 juta dollar.
Naik signifikan kalau melihat data ini. Secara umum Sultra surplus. Apalagi impor turun 21,32 persen di periode yang sama. Pada 2018 nilai impornya sebesar 323,63 juta dollar AS, sementara di 2019 sebesar 254,65 juta dollar AS
Jika digabung, kedua komoditas ini berperan sebesar 97,63 persen atau 636, 90 juta dollar untuk total ekspor yang sebesar 652,37 juta Dollar. Sementara itu, pada tahun sebelumnya kedua komoditas ini hanya 370,44 juta Dollar.
Pembangunan smelter
“Kenaikan tinggi ini mungkin dampak dari pembangunan sektor industri dan smelter yang dibangun beberapa tahun terakhir. Investasi industri itu kan memang sering berdampak setelah beberapa tahun,” tambahnya.
Selain dua komoditas dari sektor pertambangan ini, juga ada sejumlah komoditi ekspor tetapi dengan nilai yang terpaut jauh. Beberapa di antaranya adalah komoditi udang dan ikan yang berperan 1,92 persen dengan nilai ekspor 12,49 juta Dollar, kakao sebesar 0,94 persen, dan berbagai komoditas lainnya.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sultra Sapoan Daglu, menyampaikan, sejak dulu komoditi ekspor Sultra memang didominasi oleh sektor pertambangan. Nilainya memegang hampir semua produk ekspor dari wilayah ini. Sementara itu, berbagai komoditi lainnya hanya menyumbang beberapa persen.
“Kami sebenarnya tidak terlalu menghitung sektor pertambangan. Karena itu sudah ada sendiri pun bisa berkembang. Dampaknya juga belum dirasakan langsung masyarakat. Kami ingin agar sektor hasil bumi, khususnya perikanan dan perkebunan itu berkembang juga,” tutur Sapoan.
Berdasarkan data riset terhadap postur PDRB Sultra tahun 2017 lalu, lanjut Sapoan, sektor pertambangan menyumbang angka 21 persen dengan sumbangan pekerja sebesar 1,94 persen. Sementara sektor pertanian dan perkebunan menyumbang PDRB sebesar 23,27 persen dengan sumbangan pekerja sebanyak 37,07 persen.
Oleh karena itu, tambahnya, pihaknya bersama sejumlah instansi lainnya bergelut untuk bisa meningkatkan ekspor berbagai komoditas di luar pertambangan. Berbagai terus dilakukan untuk memfasilitasi masyarakat dan pengusaha lokal untuk melakukan ekspor.
Kami sebenarnya tidak terlalu menghitung sektor pertambangan. Karena itu sudah ada sendiri pun bisa berkembang. Dampaknya juga belum dirasakan langsung masyarakat. Kami ingin agar sektor hasil bumi, khususnya perikanan dan perkebunan itu berkembang juga
Kemudahan perizinan, bantuan dan sejumlah pengusaha di sektor perikanan dilakukan agar bisa melakukan ekspor ke berbagai negara.
Tidak hanya perikanan, Sapoan menuturkan, berbagai komoditas di sektor perkebunan begitu potensial untuk dikembangkan. “Tapi kita harus bergerak bersama agar bisa fokus dan benar-benar berjalan maksimal. Kakao, cengkeh, pala, hingga kelapa bisa dimanfaatkan untuk diekspor ke banyak negara,” kata Sapoan.