Pasar Terpadu Senilai Rp 14,9 Miliar Belum Difungsikan
›
Pasar Terpadu Senilai Rp 14,9 ...
Iklan
Pasar Terpadu Senilai Rp 14,9 Miliar Belum Difungsikan
Dua bangunan pasar terpadu yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN sebesar Rp 14,9 miliar di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Kutaraja, Desa Lamdingin, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh, Provinsi Aceh belum difungsikan. Padahal dua unit bangunan pasar telah rampung sejak 2016 dan 2017.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS – Dua bangunan pasar terpadu yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN sebesar Rp 14,9 miliar di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Kutaraja, Desa Lamdingin, Kecamatan Kuta Raja, Banda Aceh, Provinsi Aceh belum difungsikan. Padahal dua unit bangunan pasar telah rampung sejak 2016 dan 2017.
Pengamatan Kompas pada Senin (8/7/2019) dua bangunan permanen itu teretak di tepi jalan menuju pelabuhan. Tidak ada aktifitas apapun di sana. Ramput liar terlihat tumpuh di halaman. Di beberapa sudut keramik sudah pecah. Pintu kios terbuat dari plat aluminium sebagian telah raib.
Pada bangunan yang lain, lantainya masih berupa semen kasar dan berdebu. Gundukan tanah terlihat di beberapa kios. Pintu kamar mandi juga telah tanggal, kaca pecah, dan kran air telah copot. Bau pesing dan bau kotoran manusia menusuk hidung saat melongok ke kamar kecil. Kepingan kaca yang pecah berserakan di lantai kamar mandi.
Penelusuran di laman pengadaan daring Pemkot Banda Aceh, pagu anggaran masing-masing bangunan adalah Rp 9,3 miliar dan Rp 5,6 miliar atau totalnya Rp 14,9 miliar. Anggaran tersebut bersumber dari Kementerian Perdagangan RI. Namun, satuan kerja berada di Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Kota Banda Aceh. Dua bangunan itu dibangun dalam dua tahap. Bangunan pertama pada 2016 dan bangunan kedua 2017.
Persoalannya bangunan baru ini tidak mampu menampung semua pedagang yang ada
Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Kota Banda Aceh Teuku Iwan Kesuma mengatakan, rencana awal pedagang ikan, daging, sayur, dan rempah-rempah di Pasar Peunayong akan direlokasi ke pasar terpadu itu. Namun, kata Iwan, pedagang yang selama ini berjualan di Pasar Penayong tidak mau masuk ke pasar baru jika tidak dipindahkan semuanya.
“Persoalannya bangunan baru ini tidak mampu menampung semua pedagang yang ada,” kata Iwan.
Saat ini jumlah pedagang di Pasar Penayong mencapai 1.000 orang. Sedangkan daya tampung di bangunan yang baru hanya sekitar 400 orang. Akibat adanya penolakan dari pedagang bangunan itu tidak difungsikan.
Tiga bangunan baru
Iwan menambahkan, tahun ini akan dibangun tiga bangunan lagi di sisi bangunan yang ada agar mampu menampung semua pedagang dari Pasar Penayong. Pantauan Kompas hingga saat ini belum ada aktifitas pembangunan di lokasi.
Iwan mengatakan, pasar terpadu itu dipersiapkan sebagai pasar jangka panjang. Pasar Penayong yang berada di pusat kota dinilai mengganggu keindahan kota dan menimbulkan kemacetan akut.
Sebenarnya yang dirugikan adalah warga. Seharusnya anggaran miliaran itu bisa dipakai untuk kegiatan lain, bukan justru jadi bangunan yang kemudian diterlantarkan
Sekretaris Forum Pedagang Kota Banda Aceh Dedi mengatakan, para pedagang baru mau menempati pasar terpadu jika semuanya dipindahkan. Alasannya, kata Dedi, jika hanya sebagian yang pindah, konsumen tidak akan berbelanja ke pasar baru, sebab sudah terbiasa berbelanja di pasar lama. Terlebih pasar terpadu tidak ada layanan transportasi umum.
Kepala Divisi Advokasi Gerakan Rakyat Anti Korupsi Aceh Hayatuddin Tanjung menuturkan, pihaknya banyak menemukan proyek pemerintah yang terbengkalai, seperti pasar, tempat penggemukan sapi, dan pabrik pakan ayam. Menurut Hayatuddin, hal ini menunjukkan pembangunan bukan berdasarkan kebutuhan.
“Sebenarnya yang dirugikan adalah warga. Seharusnya anggaran miliaran itu bisa dipakai untuk kegiatan lain, bukan justru jadi bangunan yang kemudian diterlantarkan,” kata Hayatuddin.
Dalam kasus bangunan pasar terpadu di Banda Aceh, Hayatuddin, mendorong pemerintah setempat untuk mencari solusi pemanfataan bangunan bukan malah dibiarkan begitu saja.
“Kami menduga proyek-proyek seperti itu sengaja dirancang untuk meraup keuntungan para elit. Harusnya bangunan yang sudah dibangun dengan anggaran besar tersebut benar-benar dimanfaatkan,” ujar Hayatuddin.