Pemilahan sampah secara mandiri oleh warga menjadi solusi mengurangi sampah perkotaan. Namun, membangun kesadaran tersebut butuh regulasi yang mengikat, sehingga masyarakat bersedia mengupayakan pemilahan sampah mulai dari rumah.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Pemilahan sampah secara mandiri oleh warga menjadi solusi mengurangi sampah perkotaan. Namun, membangun kesadaran tersebut butuh regulasi yang mengikat, sehingga masyarakat bersedia mengupayakan pemilahan sampah mulai dari rumah.
Direktur Eksekutif Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) David Sutasurya, saat ditemui di Balai Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (8/7/2019), mengatakan, Bandung menjadi salah satu kota di Indonesia yang diharapkan bisa menjadi Zero Waste Cities, yaitu kota dengan penerapan pengelolaan sampah mandiri. Sistem ini membutuhkan kebiasaan pemilahan sampah dari sumbernya di masyarakat.
Namun upaya Bandung mencapai standar tersebut masih panjang. Hingga tahun 2019, warga yang telah memilah sampah di Kota Bandung baru sekitar 6.000 rumah. Menurut David, YPBB menargetkan, hingga tahun depan terdapat 50.000 rumah yang telah memilah sampah sebelum dibuang. Namun, kesadaran ini akan sulit tumbuh jika tidak diiringi dukungan regulasi dari pemerintah.
David mengatakan, jika pemerintah mengeluarkan regulasi terkait pemilahan sampah mandiri, sebanyak 300.000 keluarga berpotensi menerapkannya dalam setahun. “Jika hanya berbasis edukasi, budaya pemilahan tidak akan bisa diterapkan pada 100 persen warga Bandung. Namun, jika masuk dalam regulasi, bisa berpengaruh kepada warga karena memiliki fungsi pengawasan,” ujarnya.
Jika menunggu kesadaran warga, keinginan menjadi kota tanpa sampah tidak bisa terwujud cepat. Dengan regulasi, David berharap, sebelum 2023, Bandung bisa menjadi kota dengan pemilahan sampah mandiri sehingga menciptakan kota bersih tanpa sampah.
Jika menunggu kesadaran warga, keinginan menjadi kota tanpa sampah tidak bisa terwujud cepat.
Zero Waste Cities merupakan program pengembangan pengelolaan sampah berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi di kawasan permukiman. Program ini diinisiasi Mother Earth Foundation di Filipina. YPBB telah menerapkan model ini di Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung dari tahun 2017.
“Namun selama ini tidak berjalan dengan gencar karena kami hanya bisa masuk ke ranah warga. Permasalahan sampah ini membutuhkan tindakan tegas dari pemimpin, dalam hal ini Wali Kota Bandung. Semoga saja hingga akhir periode, Bapak Oded bisa menjadikan Bandung sebagai kota dengan sistem Zero Waste Cities,” ujarnya.
Konsep pemilahan sampah ini sejalan dengan slogan Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) yang menjadi salah satu program Pemerintah Kota Bandung. Namun, dari 151 kelurahan di Kota Bandung, baru 8 kelurahan yang menerapkan program ini secara menyeluruh.
Wali Kota Bandung Oded Muhammad Danial menuturkan, regulasi tersebut akan dipertimbangkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pembuatan kebijakan memerlukan pendapat dan pertimbangan karena berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
“Kota Bandung membutuhkan dana sampai Rp 160 Miliar untuk pengangkutan sampah. Jika pemilahan sampah dari sumber (warga) ini bisa dilaksanakan, dana pengangkutan sampah tersebut bisa dialihkan untuk kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan mandiri,” ujarnya.