Saksi Pernah Terima ”Fee” dari Direktur PT Grand Kartech
›
Saksi Pernah Terima ”Fee” dari...
Iklan
Saksi Pernah Terima ”Fee” dari Direktur PT Grand Kartech
Direktur Utama PT Graha Mahardika Tedja Widjaja mengaku pernah menerima fee dari terdakwa Kenneth Sutardja selaku Presiden Direktur PT Grand Kartech.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur Utama PT Graha Mahardika Tedja Widjaja mengaku pernah menerima fee dari terdakwa Kenneth Sutardja selaku Presiden Direktur PT Grand Kartech. Tedja mengaku akan diberikan hingga Rp 200 juta secara bertahap karena telah mengenalkan Kenneth pada Alexander Muskita selaku perantara Grand Kartech dengan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
”Mereka (Kenneth dan Alexander) pernah menang tender sekitar tahun 2009 atau 2010. Saya tahu kabar itu karena diberi tahu oleh keduanya. Saya pun diberi tahu akan dapat bagian dari keuntungan, mungkin sampai Rp 200 juta secara bertahap,” ujar Tedja, saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atas kasus Direktur Operasional Grup Tjokro, Kurniawan Eddy Tjokro, di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Tedja merupakan sahabat Kenneth yang dikenal sejak tahun 1983 saat berkuliah di Amerika Serikat. Sementara Alexander adalah rekan Tedja yang pada 2009 sedang mencari vendor untuk PT Krakatau Steel, tempatnya bekerja.
Proyek yang dimenangkan Kenneth membuatnya mendapatkan pekerjaan dari PT Krakatau Steel. Proyek itu berhubungan dengan pengadaan karbon dioksida absorber di PT Krakatau Engineering.
Tedja melanjutkan, tetapi kemudian Kenneth mengabarkan bahwa proyek yang dikerjakan bersama Alexander tersebut merugi. Kerugian proyek mungkin terjadi karena dalam custom engineering banyak proyek muncul di luar dugaan.
”Saya bilang sama Kenneth kalau misalkan rugi saya enggak mau dikasih uang. Peran saya murni sebagai sahabat yang mau membantu. Jadi saya bilang mulai sekarang lanjut saja kerja baik-baik, saya enggak mau apa-apa,” kata Tedja.
Menurut catatan Kompas, perkara ini berawal dari kasus dugaan suap dengan tersangka Direktur Produksi dan Teknologi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Wisnu Kuncoro. Ada pula pihak swasta yang bertindak sebagai perantara, yaitu Alexander dan dua pengusaha sebagai pemberi suap. Dua orang itu ialah Kenneth dan Tjokro.
Kasus yang membuat Wisnu ditangkap KPK ini bermula dari adanya kebutuhan barang dan peralatan terkait dengan keperluan mesin boiler dan bucket yang masing-masing bernilai Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar. Terkait hal itu, Alexander lalu menawarkan beberapa rekanan kepada Wisnu yang langsung disetujui dan diikuti kesepakatan imbalan.
Melalui Alexander, disepakati uang jasa (commitment fee) dengan rekanan yang disetujui, yaitu PT Grand Kartech dan Grup Tjokro senilai 10 persen dari kontrak. Alexander lalu minta Rp 50 juta ke Kenneth dan Rp 100 juta ke Kurniawan.
Alexander juga menerima cek Rp 50 juta dari Kurniawan serta uang 4.000 dollar AS dan Rp 45 juta dari Kenneth. Uang itu disetor Alexander ke rekeningnya.
Cek senilai Rp 250 juta
Selain Tedja, hadir pula sebagai saksi yaitu Dadi Sodikin selaku kasir PT Grand Kartech, Deni Kumala selaku Sales Manager PT Grand Kartech pada 2002-2016, Sales Marketing PT Grand Kartech pada 2002-2018 Arvin Budi Aznam, dan Asisten Direktur Keuangan PT Grand Kartech pada 2012-2017 Venny Rosari.
Dalam menyampaikan keterangan, Dadi mengaku pernah mengeluarkan cek senilai Rp 250 juta pada 22 Juni 2018. Cek tersebut dicairkan dan ditransfer langsung kepada Alexander pada hari yang sama.
Dadi mengatakan bahwa cek itu dikeluarkan saat tertentu saja yang ditujukan kepada Alexander. Waktu itu uang ditarik dan ditunaikan melalui Bank Central Asia (BCA) Kawasan Pulo Gadung. Kemudian disetorkan langsung kepada Alexander.
”Tetapi untuk kepentingan apa saya tidak tahu. Yang pasti sebetulnya prosedur ini tidak seperti yang ada di PT Grand Kartech pada umumnya. Tiap bertemu dengan Alexander pun dia selalu ada titipan bon,” ujar Dadi.
Saksi lain, Deni menyampaikan bahwa dirinya pun pernah beberapa kali membayar bon milik Alexander. Ia mengaku biasanya membayar dengan memberikan amplop kepada Alexander.
”Saya pernah komplain kepada Pak Kenneth soal pengeluaran kepada Alexander. Soalnya bon-bon tersebut diatasnamakan saya dan saya juga yang menandatangani. Jadi saya keberatan karena akan berpengaruh pada komisi dan kinerja saya sebagai karyawan,” ujarnya.
Meski telah mengajukan komplain, respons dari Kenneth tetap tidak sesuai harapannya. Sebab, bon memang telah diatasnamakan Alexander, tetapi tanda tangan tetap menggunakan Deni. Terhadap Alexander, Deni menilai bahwa dia adalah sosok yang boros dan big standard.