Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Periode 2019-2023 memastikan semua pendaftar memiliki kesempatan dan mendapatkan perlakuan yang sama dalam menjalani proses seleksi pemimpin KPK.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar dan Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Periode 2019-2023 memastikan semua pendaftar memiliki kesempatan dan mendapatkan perlakuan yang sama dalam menjalani proses seleksi pemimpin KPK. Latar belakang profesi ataupun institusi asal para pendaftar tidak akan memengaruhi proses seleksi.
Saat ini Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) masih menyelesaikan tahapan seleksi administrasi terhadap 384 pendaftar. Pada 11 Juli 2019, nama calon yang lolos seleksi administrasi akan diumumkan guna memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan.
Selanjutnya, Pansel Capim KPK akan melaksanakan tujuh tahapan seleksi yang waktunya belum ditentukan secara pasti. Ketujuh tahapan itu ialah uji kompetensi, psikotes, penilaian profil, penelusuran rekam jejak, uji publik, tes kesehatan, dan wawancara.
Anggota Pansel Capim KPK, Hendardi, di Jakarta, Minggu (7/7/2019), menuturkan, pansel memastikan seluruh tahapan itu akan berlangsung transparan. Sebagai contoh, tahapan uji publik akan difasilitasi media televisi.
”Seleksi calon pimpinan KPK periode ini tergolong ketat. Semua peserta diperlakukan sama sehingga tidak ada perbedaan calon pendaftar dari institusi atau profesi apa pun,” ujar Hendardi.
Menurut dia, pendaftar calon pemimpin KPK didominasi kalangan akademisi dan pengacara. Selain dua profesi itu, para pendaftar merupakan anggota aktif dan purnawirawan Polri, lalu terdapat pula pendaftar dari unsur KPK.
Skeptisisme publik
Terkait skeptisisme sejumlah kalangan terhadap kualitas pendaftar calon pemimpin KPK, Hendardi menilai, pihaknya telah bertemu dan mengundang banyak pihak untuk mendaftar, termasuk organisasi dan individu pegiat antikorupsi. Namun, hingga waktu pendaftaran ditutup, pendaftar dari unsur itu relatif lebih sedikit dibandingkan dengan empat unsur lain yang mendominasi.
Hendardi juga menekankan, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap cukup banyaknya anggota dan purnawirawan Polri yang mendaftar. Ia menuturkan, pimpinan KPK dari kepolisian bukan hal baru karena sudah ada tiga periode pimpinan KPK yang diisi mantan anggota Polri.
”Secara institusi, Polri juga mendukung kinerja KPK, misalnya dalam bidang penegakan hukum, seiring diwajibkan satuan kewilayahan untuk membantu kinerja KPK,” kata Hendardi.
Penelusuran rekam jejak
Penelusuran rekam jejak calon akan segera dilakukan koalisi masyarakat sipil. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, rekam jejak calon akan ditelusuri setelah Pansel Capim KPK mengumumkan pendaftar yang lolos seleksi administrasi.
“Kalau saat ini belum memungkinkan, karena Pansel (KPK) belum memublikasikan,” ujar Kurnia.
Sejauh ini, menurut Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar, apa yang dilakukan sebagian aktivis masyarakat sipil ialah menelusuri nama-nama secara terbatas pada hasil pantauan terhadap sejumlah nama calon yang muncul di media massa.
Namun, Erwin juga mendorong Pansel Capim KPK segera merumuskan dan menyampaikan indikator-indikator jelas yang akan dijadikan ukuran untuk menyeleksi capim KPK.
Andreas Marbun dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia menambahkan, selama ini indikator pemimpin KPK yang ingin dicari relatif belum diketahui publik. Oleh karena itu, dia berharap Pansel Capim KPK bisa segera memiliki standar dan indikator yang pasti terkait kandidat yang ingin dicari. Menurut dia, indikator “jujur” dan “berintegritas” terlalu umum.
“Pansel sebaiknya harus punya juga turunan indikator yang jelas terkait pemimpin macam apa yang diinginkan,” kata Andreas.
Menurut Andreas, hal ini amat diperlukan mengingat kompleksitas persoalan yang mesti dihadapi pemimpin KPK periode 2019-2023. Dia mencontohkan, adanya tuntutan untuk memperkuat pencegahan dan penindakan serta manajerial organisasi. Selain itu, ada pula kompleksitas pemberantasan korupsi di sektor swasta dengan tuntutan untuk memahami hukum korporasi, dan saat bersamaan memahami juga hukum pidana.
Andreas menegaskan, sepanjang indikator seleksi jelas dan proses seleksi berlangsung adil maka latar belakang para capim KPK tidak akan jadi masalah. Termasuk apakah mereka berasal dari kalangan profesional, birokrat, advokat, dosen, polisi, dan lainnya.