Bus-Taksi Listrik Perlu Diprioritaskan
Di tengah menurunnya ketersediaan minyak dan gas bumi untuk bahan bakar, penggunaan kendaraan listrik tidak terhindarkan. Pemerintah diminta memprioritaskan kendaraan listrik untuk angkutan umum.
Di tengah menurunnya ketersediaan minyak dan gas bumi untuk bahan bakar, penggunaan kendaraan listrik tidak terhindarkan. Pemerintah diminta memprioritaskan kendaraan listrik untuk angkutan umum.
JAKARTA, KOMPAS — PT Transportasi Jakarta berupaya merespons perkembangan teknologi otomotif dengan menguji coba tiga bus listrik. Bila sudah ada payung hukum kelak, bus listrik ini akan memperkuat armada transjakarta yang kini masih didominasi bus berbahan bakar minyak.
Daud Joseph, Direktur Operasional PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menjelaskan, meski belum ada payung hukum, ia mengapresiasi Dinas Perhubungan DKI yang sudah menerbitkan SK penugasan untuk implementasi uji coba bus listrik. "Inilah yang menjadi dasar kami untuk melanjutkan program implementasi bus listrik," katanya, Senin (1/7/2019).
Dasar hukum yang lebih kuat, baik dalam bentuk peraturan presiden, peraturan pemerintah (PP), maupun undang-undang (UU), membuat Transjakarta bisa mengoperasionalkan bus secara komersial.
Selama masa uji coba saat ini, pengguna bus listrik transjakarta tidak ditarik ongkos. Uji coba dilakukan di Monas, TMII, Ancol, dan saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB). Tercatat lebih 130.000 orang yang naik bus listrik. Mereka juga diinformasikan tentang beda bus listrik dengan bus lain.
Selain Transjakarta, PT Blue Bird Tbk mendatangkan 25 unit mobil BYD e6 A/T untuk taksi reguler yang dinamakan E-Bluebird. Perusahaan taksi ini juga mendatangkan 4 mobil mewah Tesla Model X 75D A/T untuk E-Silver Bird.
GM Corporate Communications Blue Bird, Aninda Perdana, mengatakan, pemilihan BYD dan Tesla sudah melalui serangkaian kajian untuk memastikan keduanya cocok digunakan sebagai taksi. Proses dari perencanaan awal hingga peresmian tanggal 22 April lalu memakan waktu dua tahun.
Pertengahan Juni, mobil BYD E-Bluebird mulai melayani dengan titik keberangkatan Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang. Setiap mobil listrik itu hingga saat ini melayani lebih kurang 9-10 tamu per hari, dengan total jarak tempuh per hari hampir 480 kilometer.
Dalam keterangannya, Direktur PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono menjelaskan, Bluebird hingga 2020 berencana mengoperasikan 200 mobil listrik. Itu diyakini akan mengurangi konsumsi BBM 1.898.182 liter atau menghilangkan 434.095 kilogram emisi karbondioksida (CO2) setahun. Selain itu, Bluebird menargetkan penambahan 2.000 unit, pada kurun 2020–2025 mendatang, yang akan menurunkan konsumsi BBM sebanyak 94.909.091 liter atau setara 21.704.760 kg emisi CO2.
Kepala Subdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar M Nasir, Minggu (7/7), mengatakan, hingga kini belum ada bus listrik yang teregistrasi di Polda Metro Jaya. Namun, ia memastikan tidak ada kendala peraturan terkait pengoperasian bus listrik. “Jika bus listrik sudah beroperasi, kami akan melihat spesifikasinya, termasuk golongan kendaraan apa. Apakah jenis kendaraan baru atau hanya tipe baru.”
Menurut Nasir, secara teknis, bus listrik sangat bisa beroperasi di Jakarta. Hal yang penting dalam pengoperasian bus listrik adalah mempersiapkan infrastruktur pendukung bus listrik tersebut.
Pengamat transportasi Budiyanto menjelaskan, dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan, semua kendaraan bermotor wajib diregistrasikan. Peraturan itu dipertegas dalam PP Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Perlu prioritas
Guru Besar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Rinaldy Dalimi meminta pemerintah tidak langsung memukul rata pemberian kemudahan bagi kendaraan listrik di Indonesia. Sebab, itu bisa memberi dampak negatif bagi PT PLN dan Pertamina.
Ia mencontohkan, pemerintah berencana memberlakukan bea masuk nol persen serta menurunkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi kendaraan bermotor listrik. Dengan demikian, masyarakat berpeluang mendapatkan mobil listrik dengan kisaran harga hanya Rp 50 juta-Rp 70 juta.
“Pengalaman dari negara yang sudah menerapkan mobil listrik secara besar-besaran, timbul masalah yang disebut duck curve atau kurva bebek,” ucap Rinaldy, Minggu (7/7).
Kurva bebek menggambarkan rendahnya konsumsi listrik di siang hari dan sangat tingginya penggunaan listrik pada malam. Salah satu pemicunya, para pemilik mobil listrik beramai-ramai mengisi daya kendaraan di malam hari. Itu membuat produksi energi listrik oleh pembangkit pada siang diturunkan dari kapasitas, lalu pembangkit langsung diatur bekerja maksimal pada malam. Selain membuat produksi tidak efisien, stabilitas sistem di pembangkit juga terancam melayani kebutuhan listrik yang tiba-tiba naik dari siang ke malam.
Untuk Pertamina, kerugian bisa berupa tidak terpakainya minyak produksi kilang perusahaan ini yang berkapasitas total 1 juta barel per hari.
Tidak segera memberikan kemudahan bagi kendaraan listrik, menurut Rinaldy, akan memberi waktu bagi PLN dan Pertamina agar mengantisipasi disrupsi akibat peralihan kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik.
Namun, ia memandang kemudahan mendapatkan kendaraan listrik boleh diberikan bagi angkutan umum secara selektif. Pemerintah perlu memastikan juga pengelola angkutan umum punya kemampuan memelihara armada kendaraan listrik.
“Kalau untuk Transjakarta dipermudah, tidak apa-apa. Ada teknisi-teknisi yang bagus di sana,” ujarnya.
Rinaldy menambahkan, perusahaan taksi juga layak menerima kemudahan mendapatkan mobil listrik.
Damantoro, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, menjelaskan, pengembangan kendaraan listrik, termasuk bus listrik, sebaiknya diberi ruang dan didukung. Pemakaian kendaraan listrik, dinilai memberi banyak keuntungan bagi Indonesia.
Di tengah situasi Indonesia sebagai negara importir minyak, maka kendaraan listrik bisa menekan angka konsumsi minyak. Setidaknya neraca fiskal ataupun neraca perdagangan Indonesia bisa terbantu dengan kendaraan listrik.
Sembari menunggu rancangan atas naskah PP tentang kendaraan listrik berproses, ia memandang sebaiknya proses pengembangan terus dijalankan.
Pasokan listrik
Terkait pasokan listrik, Damantoro melihat hal itu tidak masalah. Ini karena sistem kelistrikan hari ini, khususnya di wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) menerapkan pasokan listrik saling terisi dari pembangkitan di sistem Jamali, yaitu pembangkitan di Jawa Timur dan di Banten.
Konsumsi listrik saat ini lebih banyak di jam sibuk pagi dan sore-petang. Di antara waktu itu, pengelola kendaraan listrik bisa mengisi ulang baterai kendaraannya.
"Jadi tidak akan mengganggu pasokan," ujarnya.
Kendaraan listrik, ujar Damantoro, tidak sama seperti kendaraan berbahan bakar minyak yang menghasilkan residu. "Kendaraan listrik ini tidak ada ekses atau residu. Pesannya, perpres ini harus jadi pendorong pengembangan energi dan memudahkan semua urusan untuk pengembangan kendaraan listrik," ujarnya.