Jejak Terang Penggema Kemanusiaan
Hidup manusia hendaknya bisa memberi manfaat bagi orang lain. Nilai kemanusiaan itu dipegang teguh oleh Sutopo Purwo Nugroho (49) sejak kecil dan terus diamalkan, pun saat ia bertarung melawan maut.
Suharsono (70), ayah Sutopo, memandang nanar ratusan karangan bunga yang berjajar di sepanjang gang memasuki rumah duka di Kelurahan Siswodipuran, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin (8/7/2019). Ucapan dukacita bagi Sutopo, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), itu berdatangan sejak Minggu (7/7).
”Saya tak menyangka banyak sekali yang bersimpati kepada putra pertama saya. Itu buah yang dipetik dari bagaimana Sutopo bersikap kepada orang lain semasa hidup,” tutur Suharsono.
Sejak kecil, Sutopo memang sudah suka membantu orang. Sutopo juga tidak membeda-bedakan orang yang akan dibantunya. ”Mulai dari masalah pelajaran sampai hal lain yang bisa dilakukannya, ia akan berusaha membantu,” kata Suharsono.
Sambudi (56), tetangga Sutopo, masih mengenang jejak awal semangat menolong itu. Ia kerap dibantu mengambil air di sumur umum yang berada di belakang rumah masa kecil Sutopo. Tanpa dimintai tolong, Sutopo selalu berinisiatif mengambil ember milik Sambudi, lalu menimbakan air untuknya.
”Dia juga tidak mengharapkan apa-apa setelah membantu. Orangnya terkenal ramah dan baik sekali memang,” kata Sambudi.
Dalam hal belajar, Kurniawan Fajar Prasetyo, yang kini menjabat Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, juga kerap dibantu Sutopo. Pria yang akrab disapa Yoyok itu mengenal Sutopo sejak masa kanak-kanak. Mereka bersekolah di sekolah yang sama di SMPN 1 Boyolali. Bahkan, keduanya merupakan teman sebangku.
”Dulu, saya tidak terlalu bagus akademisnya. Topo (Sutopo) itu sangat cemerlang. Selalu masuk peringkat bagus. Dia pandai berbagai mata pelajaran di kelas. Mungkin, saya dipasang duduk bersama dia supaya ikutan pandai,” kenang Yoyok.
Sutopo tak hanya membantunya belajar di dalam kelas. Di luar kelas, ia kerap mengingatkan Yoyok untuk belajar. Ketika sedang bermain di luar pun, Sutopo selalu membawa buku pelajaran agar bisa dibacanya. Tidak jarang, Yoyok sengaja berkunjung ke rumah Sutopo agar bisa belajar bersama.
Ekonomi sulit
Sikap Sutopo yang suka membantu, menurut Suharsono, lahir secara alamiah dari kondisi ekonomi keluarga yang tidak menguntungkan kala itu. Mereka tinggal di rumah kontrakan berdinding bambu dengan lantai tanah. Suharsono bekerja sebagai guru SD, sedangkan istrinya merupakan pegawai di kantor Kejaksaan Negeri Boyolali. ”Keadaan yang sangat prihatin ini yang mungkin membuat jiwa kemanusiaan tertanam kuat pada dirinya,” kata Suharsono.
Bahkan, tekad kuat Sutopo membantu orang lain seolah mampu mengalahkan rasa sakit yang dideritanya beberapa tahun terakhir. Hal itu yang dimafhumi Retno Utami Yulianingsih (48), istri Sutopo yang sulit berhenti menangisi kepergian suaminya selama acara pemakaman di Tempat Pemakaman Umum Sasonolayu, Kelurahan Siswodipuran, Senin pagi.
Matanya terus berkaca-kaca tiap kali ada yang mengucapkan bela sungkawa kepadanya. Sapu tangan tak pernah lepas dari genggamannya. Sejumlah pejabat yang tampak menghadiri acara pemakaman itu antara lain Kepala BNPB Doni Monardo, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan Wakil Bupati Boyolali Said Hidayat.
”Mohon doanya, bapak (Sutopo) itu orang biasa. Secara fitrah, tetap punya kesalahan dan kekhilafan, mohon dimaafkan,” ucap Retno lirih.
Sutopo merupakan garda terdepan BNPB sewaktu memberikan informasi tentang kebencanaan. Amanah itu terus dilakukannya sembari menahan rasa sakit akibat virus kanker paru-paru yang menyerangnya sejak Januari 2018.
Tambahan energi
Retno melihat suaminya itu seolah mendapatkan energi tambahan sewaktu menginformasikan kabar terkini dari suatu peristiwa bencana. ”Dia merasa, saat terjadi bencana, yang paling dibutuhkan adalah informasi yang cepat dan akurat. Tetapi, banyak hoaks bertebaran dan mengganggu masyarakat. Bapak (Sutopo) kasihan kepada masyarakat dalam kondisi itu,” katanya.
Tak hanya menyampaikan informasi bencana yang akurat, peran Sutopo sekaligus menggemakan kemanusiaan melalui berbagai lini. Selain melalui media arus utama, ia juga aktif menyebarluaskan informasi kebencanaan di akun media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Twitter.
Meskipun terlihat kuat, bukan berarti Sutopo tak pernah mengeluhkan penyakitnya. Retno menjadi tempatnya mengaduh kala ia merasa kesakitan. Rasa sakit pada bagian punggung dan tulang belakang yang paling sering dirasakan.
Saat melepas jenazah ke peristirahatan terakhir, Doni menegaskan, hidup Sutopo didedikasikan demi kepentingan bangsa dan kemanusiaan. Tugas menyampaikan informasi terkini tentang kebencanaan agar masyarakat tetap tenang dilakukannya setulus hati. Rasa sakit dilupakannya sejenak demi kepentingan yang lebih luas. ”Kita kehilangan pahlawan kemanusiaan. Semoga akan lahir lagi sutopo-sutopo muda,” kata Doni.
Selamat jalan Pak Topo. Selamat jalan penggema kemanusiaan.