Jepang-Korsel Memanas gara-gara Pembatasan Ekspor Material Ponsel Pintar
›
Jepang-Korsel Memanas...
Iklan
Jepang-Korsel Memanas gara-gara Pembatasan Ekspor Material Ponsel Pintar
Ketegangan diplomatik Jepang-Korea Selatan terkait keputusan Tokyo membatasi ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi untuk memproduksi semikonduktor serta layar ponsel dan televisi ke Korsel, Selasa (9/7/2019), memanas.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN/MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
TOKYO, SELASA — Ketegangan diplomatik antara Jepang dan Korea Selatan terkait keputusan Tokyo membatasi ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi untuk memproduksi semikonduktor serta layar ponsel dan televisi ke Korsel, Selasa (9/7/2019), memanas. Jepang mengabaikan seruan Seoul agar mereka menarik langkah pembatasan itu dan bahkan menyerang balik Pemerintah Korsel.
Menteri Perindustrian Jepang Hiroshige Seko dalam konferensi pers seusai sidang kabinet di Tokyo menegaskan, Jepang sama sekali tidak berpikir untuk menarik pembatasan ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi ke Korsel. Ia juga menyatakan, langkah pembatasan tersebut tidak melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
”Apakah Jepang mengimplementasi langkah-langkah tambahan tergantung pada respons Korea Selatan,” kata Seko.
Jepang mulai Kamis (4/7/2019) menetapkan kontrol yang ketat terhadap ekspor bahan utama untuk pembuatan semikonduktor dan layar ponsel ke Korsel. Seperti diberitakan The Wall Street Journal edisi 1 Juli 2019, Pemerintah Jepang sejak Kamis pekan lalu mengharuskan eksportir material canggih fluorinated polyimide untuk mengajukan izin ekspor setiap kali hendak mengapalkan komoditas tersebut.
Fluorinated polyimide adalah salah satu bahan krusial untuk pembuatan layar pada ponsel. Selain fluorinated polyimide, bahan yang dikenai syarat mendapat izin terlebih dahulu sebelum dikirim ialah photoresist serta high-purity hydrogen fluoride. Kedua komoditas ini digunakan dalam proses pembuatan goresan (alur) sirkuit pada potongan-potongan silikon guna menghasilkan semikonduktor (cip).
Jepang mengatakan, pembatasan ekspor itu dipicu oleh rusaknya kepercayaan Tokyo terhadap Seoul. ”Sistem kontrol ekspor itu dibangun atas dasar hubungan internasional berupa kepercayaan,” kata Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang pada 1 Juli 2019.
”Setelah meneliti kementerian-kementerian terkait, harus dikatakan bahwa hubungan kepercayaan antara Jepang dan Korea Selatan terganggu secara signifikan,” demikian pernyataan METI.
Jepang mengatakan, pembatasan ekspor itu dipicu oleh rusaknya kepercayaan Tokyo terhadap Seoul.
Ketegangan hubungan antara Jepang dan Korsel kembali muncul setelah pengadilan di Korsel mengeluarkan sejumlah keputusan yang memerintahkan perusahaan-perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada warga Korsel yang dijadikan tenaga kerja paksa saat Perang Dunia II. Mahkamah Agung Korsel pada 30 Oktober 2018, misalnya, memerintahkan perusahaan baja Jepang, Nippon Steel & Sumitomo Metal Corp, membayar kompensasi kepada masing-masing empat warga Korsel sebesar 100 juta won (sekitar 88.000 dollar AS atau Rp 1,3 miliar).
Jepang menganggap kasus tersebut telah diselesaikan melalui kesepakatan tahun 1965 yang memulihkan hubungan diplomatik antara Seoul dan Tokyo, termasuk paket reparasi sekitar 800 juta dollar AS (Rp 12,2 triliun) dalam bentuk hibah dan pinjaman murah.
Bulan lalu, Jepang juga menawarkan usulan agar isu itu diselesaikan melalui arbitrase dengan mengacu pada kesepakatan tahun 1965. Korsel membalasnya dengan tawaran kepada perusahaan-perusahaan setempat dan perusahaan-perusahaan Jepang untuk membentuk dana kompensasi sukarela. Jepang menolak tegas dan menyebut tawaran itu sebagai ”tak bisa diterima”.
Korsel siap balas
Kebijakan pembatasan ekspor bahan-bahan material teknologi tinggi itu menyakiti Korsel. Seoul bertekad membalas langkah Jepang. Kantor Kepresidenan Korsel menyatakan, Dewan Keamanan Nasional Korsel mengadakan pertemuan pada Kamis lalu di Seoul. Hasilnya, anggota dewan akan menempuh tindakan balasan diplomatik.
Seoul menyatakan langkah Jepang tersebut sebagai ”pelanggaran hukum internasional yang jelas, termasuk aturan WTO”. Menteri untuk Perdagangan Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel Yoo Myung-hee menyebutkan, kebijakan baru Tokyo itu tidak hanya merusak hubungan dengan Korsel, tetapi bisa jadi mengganggu rantai pasok global.
”Langkah Jepang memberlakukan pembatasan ekspor yang lebih ketat berdasarkan klaim sepihak soal ’kurangnya kepercayaan’ sepenuhnya bertentangan dengan semangat (pengaturan internasional) untuk mengontrol ekspor komoditas strategis,” kata Yoo dalam pertemuan dengan industri perdagangan dan teknologi, Kamis (4/7/2019).
Yoo menuturkan, langkah Jepang tersebut bertentangan dengan aturan WTO, sekaligus kesepakatan Wassenaar Arrangement, sebuah pakta kontrol senjata oleh 42 negara yang bertujuan mengatur perdagangan senjata dan penyebaran teknologi sensitif yang bisa dipakai untuk kepentingan sipil ataupun militer. Jepang dan Korsel adalah anggota pakta tersebut. Sesuai pakta itu, ujar Yoo, diatur bahwa pembatasan ekspor tidak boleh secara langsung ditujukan kepada negara tertentu dan juga tidak menghalangi ”transaksi sipil yang bonafide”.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan Korsel telah menyatakan rencana untuk mengajukan keluhan terhadap Jepang kepada WTO. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Korsel Kim In-chul kembali menegaskan permintaan agar Tokyo ”segera” membatalkan pembatasan perdagangan itu.
”Langkah itu merupakan balas dendam ekonomi yang tidak rasional dan bertentangan dengan akal sehat,” ujar Kim. ”Sangat disayangkan (langkah itu telah diberlakukan).”
Langkah itu merupakan balas dendam ekonomi yang tidak rasional dan bertentangan dengan akal sehat.
Juru bicara Pemerintah Jepang kembali menegaskan bahwa kontrol yang ketat terhadap ekspor didasarkan pada kebutuhan keamanan nasional. Meski begitu, tidak dijelaskan seperti apa ancaman keamanan nasional yang dimaksud.
”Kontrol ekspor ke Korea Selatan sangat menantang. Kasus-kasus ketidakakuratan dan ketidakpantasan telah muncul sehingga kontrol ekspor yang lebih ketat dan keras diperlukan,” ujar Yasutoshi Nishimura, Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Jepang.
Dampak bagi Korsel
Perusahaan elektronik Korsel, LG Display, menyatakan tidak terpengaruh pembatasan perdagangan oleh Jepang. Akan tetapi, para petinggi Samsung Electronics, produsen cip memori dan telepon pintar yang berkompetisi dengan LG, dan juga SK Hynix yang merupakan produsen cip lainnya, menyatakan, mereka sedang mengevaluasi dampak kebijakan Jepang itu pada bisnis mereka.
Pembatasan ekspor fluorinated polyimide yang dipakai dalam layar diode cahaya organic (OLED) untuk televisi dan telepon pintar serta photoresist dan high-purity hydrogen fluoride yang digunakan dalam membuat semikonduktor tidak akan berdampak besar pada perusahaan Korsel.
Para analis menyatakan, Samsung dan SK Hynix memiliki cukup pasokan material tersebut untuk sekarang menyusul melambatnya permintaan semikonduktor. Analis dari KTB Investment and Securities Korsel Kim Yang-jae menyebutkan, pembatasan ekspor mungkin bisa menjadi peluang bagi perusahaan tersebut untuk mengurangi stok cipnya dan menegosiasikan harga yang lebih baik.
Sementara itu, menurut analis dari Kiwoom Securities Korsel Park Yu-ak, satu kekhawatiran yang muncul adalah kemungkinan Jepang memperluas pembatasan perdagangannya pada bahan pembuat semikonduktor lainnya, seperti wafer dan blank mask yang sebagian besar dibuat di Jepang.
Perusahaan Jepang menyuplai lebih dari 50 persen wafer semikonduktor dunia, yang digunakan baik untuk cip memori maupun bukan. Gangguan pasokan blank mask yang dibuat perusahaan Jepang, seperti Hoya Corp, akan mengganggu rencana perusahaan Korsel untuk memperkuat lini produksi non-memorinya.
Menurut data Moody’s Investor Service yang mengutip data dari Asosiasi Perdagangan Korea, pada periode Januari-Mei, 94 persen impor fluorinated polyimide dan 92 persen impor photoresist Korsel berasal dari Jepang.
Baik Korsel maupun Jepang tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mundur dari perselisihan dagang ini. Kantor berita Kyodo melaporkan, Jepang sedang mempertimbangkan untuk memperluas pengetatan ekspornya pada produk lain yang diekspor ke Korsel. Pemimpin Partai Demokrat Korsel Lee Hae-chan menyebutkan, ”pertarungan ini baru dimulai, belum berakhir”. (AP/AFP/REUTERS)