Pemimpin Hong Kong Umumkan RUU Ekstradisi ”Sudah Mati”
›
Pemimpin Hong Kong Umumkan RUU...
Iklan
Pemimpin Hong Kong Umumkan RUU Ekstradisi ”Sudah Mati”
Pemerintah Hong Kong memastikan rancangan undang-undang ekstradisi dari Hong Kong ke China sudah selesai. Akan tetapi, sebagian warga Hong Kong tetap tidak puas dan menuntut lebih dari sekadar penghentian pembahasan RUU itu.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
HONG KONG, SELASA — Pemerintah Hong Kong memastikan rancangan undang-undang atau RUU ekstradisi dari Hong Kong ke China sudah selesai. Akan tetapi, sebagian warga Hong Kong tetap tidak puas dan menuntut lebih dari sekadar penghentian pembahasan RUU itu.
”Ada keraguan soal ketulusan pemerintah ataupun kekhawatiran apakah pemerintah akan mengulangi lagi proses (pembahasan) di dewan legislatif. Jadi, saya menegaskan, tidak ada rencana itu. RUU itu sudah mati,” tutur Carrie Lam, Pemimpin Eksekutif Hong Kong, kepada wartawan, Selasa (8/7/2019), di Hong Kong.
RUU itu memicu aksi unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong sepanjang Juni 2019. Jika RUU itu disahkan, Hong Kong bisa mengekstradisi seseorang yang diduga berbuat kriminal ke China. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi alat China untuk memburu para pembangkang dan pengkritik Beijing di Hong Kong.
Meski Hong Kong sudah 22 tahun berada di bawah kontrol China, Beijing dan Hong Kong menerapkan sistem berbeda. Sistem di China dinilai tertutup, dan pengadilannya dituding tidak independen.
Meskipun Lam menyatakan RUU itu tidak akan dibahas lagi, perwakilan pengunjuk rasa tidak puas. Pengacara publik Fernando Cheung menilai tanggapan Lam tidak cukup. ”Dia tidak mengerti. Jika dia tidak membentuk komisi penyelidik independen, akan jadi kematian pemerintahannya, bukan hanya bagi RUU. Krisis tidak bisa selesai tanpa ada yang dihukum,” ujar Cheung.
Pemimpin Forum HAM Sipil Jimmy Sham mengatakan, Lam harus memenuhi tuntutan pengunjuk rasa dan berhenti memutar kata untuk menipu masyarakat.
Amnesty International menyebut pernyataan Lam sebagai penolakan untuk mengakui dampak mengerikan dari RUU itu. Lembaga penggiat HAM internasional itu meminta Lam secara resmi menarik RUU itu dan membentuk investigasi yang bebas, imparsial, dan mangkus atas tindakan polisi kala menangani aksi unjuk rasa.
Tetap di Barak
Secara terpisah, China memastikan batalyon tentaranya di Hong Kong tidak akan keluar barak. Dalam UU China, tentara yang ditempatkan di Hong Kong bisa dikerahkan jika wilayah itu dinyatakan dalam keadaan darurat yang tidak bisa dikendalikan pemerintah setempat dan mengancam keamanan nasional.
Janji China disampaikan Mayor Jenderal Cheng Daoxiang yang bertanggung jawab atas Hong Kong. Chen menyampaikan itu dalam pertemuan dengan Deputi Asisten Menteri Pertahanan AS David Helvey. Sejumlah perwira AS yang menolak disebut namanya dan hadir dalam pertemuan itu mengonfirmasi pernyataan Chen.
Para diplomat memperkirakan hingga 10.000 tentara China ditempatkan di Hong Kong. Tentara China juga mempunyai pangkalan angkatan laut di sana. Kala aksi unjuk rasa Juni lalu, tentara China menggelar latihan terbuka di Hong Kong.
Meskipun demikian, sejumlah pihak tidak yakin ada alasan bagi Beijing untuk mengerahkan tentara ke Hong Kong. Peristiwa Tiananmen kala pengunjuk rasa menghadang tank pada 1989 di Beijing masih menjadi ingatan banyak orang.
Beijing dan tentara China diyakini tidak mau peristiwa seperti itu terulang. Beijing masih sensitif pada kritik internasional. ”Saya kira kepemimpinan (China) sekarang cukup pandai untuk menghindari ini (pengerahan tentara di Hongkong),” ujar anggota badan penasihat Pemerintah Hong Kong, Regina Ip. (AFP/REUTERS)