Pengentasan Kemiskinan Harus Disertai Peningkatan Produktivitas Kelas Menengah
›
Pengentasan Kemiskinan Harus...
Iklan
Pengentasan Kemiskinan Harus Disertai Peningkatan Produktivitas Kelas Menengah
Pemerintah menetapkan target penurunan angka kemiskinan tahun 2020 berkisar 8,5-9 persen. Penurunan kemiskinan mesti dibarengi peningkatan produktivitas kelas menengah yang rentan kembali jatuh miskin.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan target angka kemiskinan tahun 2020 berkisar 8,5-9 persen. Penurunan kemiskinan harus dibarengi peningkatan produktivitas kelas menengah yang rentan kembali jatuh miskin.
Panitia kerja yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan anggota DPR RI menyepakati target kemiskinan dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN 2020 berkisar 8,5-9 persen. Target itu lebih rendah dari tahun 2019 yang sebesar 9,5 persen.
Sementara itu, Berdasarkan Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan per September 2018 sebesar 9,66 persen atau berjumlah 25,67 juta orang. Jumlah penduduk miskin pada September 2018 berkurang sekitar 910.000 orang dari periode sama tahun 2017.
Garis kemiskinan yang dicatat BPS per September 2018 sebesar Rp 410.670 per kapita per bulan.
Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pungky Sumadi kepada KOMPAS, Selasa (9/7/2019), mengatakan, tantangan terbesar untuk mengurangi kemiskinan tahun 2020 adalah memperbaiki koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Sistem satu data belum berjalan efektif di tingkat daerah.
“Daerah sudah diberi kewenangan untuk memperbaharui data kemiskinan setiap 6 bulan. Namun, hanya sekitar 60-70 persen daerah yang tepat memperbaikinya,” kata Pungky.
Menurut Pungky, sistem satu data menjadi kunci agar program pengentasan kemiskinan tepat sasaran, seperti program keluarga harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-tunai (BPNT). Sistem satu data juga akan digunakan untuk menyalurkan bantuan listrik dan elpiji bersubsidi. Semakin program tepat sasaran, pengurangan kemiskinan akan lebih besar.
Menanggapi persoalan kemiskinan di Indonesia, Ekonom Senior World Bank Indonesia Frederico Gil Sander berpendapat, penurunan kemiskinan di Indonesia akan tetap berlanjut seiring pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun, pemerintah justru mesti mewaspadai kelompok penduduk rentan yang berasal dari kelas menengah.
“Selain 20 persen penduduk miskin, ada 60 persen penduduk rentan yang tidak dilindungi oleh program perlindungan sosial dari pemerintah,” kata Sander.
Sebagai solusinya, lanjut Sander, pemerintah mesti mengatasi persoalan ketimpangan manusia sebagai modal (human capital gap) dan ketimpangan infrastruktur dengan mendatangkan investasi langsung. Investasi tidak secara langsung mengurangi kemiskinan, tetapi dapat memperbesar jumlah kelas menengah.
Kelas menengah
Pungky menambahkan, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas kelas menengah, antara lain dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dan pemberian kartu prakerja. Pemerintah juga memberikan subsidi kredit agar penyaluran KUR lebih besar dan luas sehingga dapat menjangkau ke pelosok-pelosok daerah.
“Adapun kartu prakerja yang akan diberikan untuk 2 juta penduduk pada tahun 2020, yang didominasi kelas menengah, bukan miskin,” kata Pungky.
Penduduk kelas menengah juga didorong memiliki tabungan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Mereka akan memiliki simpanan yang bisa dicairkan ketika menganggur atau pensiun. Tabungan itu diperoleh dari potongan gaji setiap bulan.
Penyaluran dana perlindungan sosial terus meningkat dalam empat tahun sejak 2015. Pada APBN 2019, alokasi anggaran perlindungan sosial Rp 385,2 triliun, antara lain untuk bantuan PKH, perluasan cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan, bantuan pangan nontunai, dan subsidi bunga kredit usaha kecil dan mikro, serta perumahan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdulah berpendapat, pemerintah harus konsisten mengevaluasi setiap implementasi program penanggulangan kemiskinan. Penyaluran masih kerap salah sasaran, misalnya, bantuan sosial yang diberikan ke penduduk penghasilan tinggi dan menengah yang justru mereka tabung bukan digunakan untuk konsumsi. Hal itu membuat pertumbuhan ekonomi tidak akan terpacu.